Waalaikumsalam Kapten #Part12

1.8K 102 3
                                    

Happy reading
😘😘

Hanifa masih setia duduk di atas sajadahnya setelah melaksanakan shalat subuh dan me-Muraja'ah dengan merdu ayat demi ayat Al-Quran yang dihafalnya.

Sesekali ia berbalik memperhatikan Lulu yang entah sejauh mana bermuara dengan bunga tidurnya. Lulu melanjutkan tidur setelah melaksanakan shalat subuh bersama Hanifa. Hanifa sudah mencegahnya agar tidak tidur kembali namun Lulu memelas masih mengantuk karena begadang mempersiapkan materi yang akan diajarkan hari ini.

Hanifa melirik jam dinding dan waktu masih menunjukkan pukul 05:20 WIB. Dan rasanya ia ingin menikmati udara pagi ini. Ia menyudahi muraja'ahnya dan bersiap-siap dengan gamis coksu dan niqab yang senada.

"Lu, aku keluar sebentar yah. Assalamualaikum"

Sadar bahwa Lulu tak akan menggubrisnya, ia pun melangkahkan kaki keluar rumah. Masih sedikit cahaya yang menyapa dan suasana masih sangat legam sepertinya semua orang masih betah berada di dalam rumahnya atau mungkin meringkuk di balik selimut.

Bismillahi Tawakkaltu'alallah La Haulah Wa Laa Kuwwata illabillah.

Ia melafalkan doa di batinnya berharap Allah senantiasa menjaganya dimanapun dan kemanapun kakinya melangkah. Ia berjalan menyusuri jalanan sambil sesekali menghirup udara segar tanpa gangguan polusi. Jalanan kompleks ini cukup panjang namun tak padat penduduk, hanya ada belasan rumah minimalis yang tidak terlalu berdekatan. Antara satu rumah dengan rumah yang lain diantarai oleh lahan kosong yang sering digunakan sebagai tempat bermain oleh anak kecil. Terdapat pertigaan di ujung jalan dan jalan menuju rumah Hanifa merupakan jalur tengah dari kedua jalur yang lainnya.

Seketika Hanifa menghentikan langkahnya setelah melihat beberapa pria yang sedang asyik tertawa di salah satu teras rumah yang nampak tak terjamah. Ada enam pria disana yang jauh dari kesan baik di matanya.

Ia teringat kata anak kolong langit bahwa di tempat ini ada sebuah rumah yang menjadi tempat tongkrongan pemuda nakal. Rumah itukah yang mereka maksud? Hanifa bisa melihat pertigaan dari tempatnya berdiri, ia tak menyangka sudah berjalan sejauh ini.

Sudah pukul 05:40 tapi masih tetap sunyi, hanya ada empat rumah di area ini termasuk rumah tongkrongan tersebut. Suara menggelegar dari para pemuda itu seketika membuat jantungnya berdebar ketakutan. Ia harus segera pergi sebelum mereka menyadari kedatangannya.

Hanifa POV

"Aku harus cepat pergi dari sini"

Tapi tiba-tiba..

"Eits mau kemana cantik?"

Secepat kilat tiga pria telah berdiri di hadapanku. Mereka semua berambut pirang dengan tindik di hidungnya. Pakaian atas kaos tanpa lengan dengan celana jeans yang sobek di beberapa bagian. Mereka memandangku seperti singa yang kelaparan.

Sungguh aku ketakutan, tanganku bergetar, lututku terasa melemah. Oh Jantungku. Jangan, jangan sekarang ku mohon. Pintaku kepada penyakit yang sepertinya akan kambuh.

"Buka dong penutup wajahnya neng" goda mereka yang mencoba membuka niqabku.

Dengan sigap ku tepis tangannya "Mau apa kalian?"

Ku lihat mereka menyeringai dan mencoba mendekatiku lagi. Aku mengambil langkah mundur namun semakin aku mundur aku malah semakin diarahkan ke rumah tongkrongan itu. Sedangkan tiga rekannya yang lain telah siap menyambut kedatanganku di teras rumah.

Aku ketakutan namun ku coba bersikap berani di hadapan mereka. Ku lempar pandanganku ke segala arah mencoba mencari seseorang atau apapun yang bisa menolongku. Udara sangat dingin namun sepertinya wajahku berkeringat.

Rabbi, tak ada siapapun disini. Allah tolong hambah. Siapapun tolong aku. Jeritku dalam hati.

"Ayolah cantik" pria di samping kanan tertawa memperlihatkan giginya yang berwarna sedikit kecoklatan disusul oleh dua orang pria yang lain.

"Tenang Faa, kakimu masih kuat berlari" kataku.

Ku kumpulkan tenaga agar bisa mendorong badan yang ada di depanku. Iya aku bisa, ku lihat mereka bertiga terjatuh namun ku rasakan satu tangan mencengkram hijabku pada bagian belakang kepala membuatku seketika mendongak kesakitan.

"Tidak, jangan hijabku. Ya Allah" kali ini air mataku tak bisa dibendung.

Sambil terisak, ku tahan hijabku dengan kedua tangan agar tak terlepas dari posisinya namun tangan pria itu lebih kuat dan kepalaku makin mendongak hingga dapat ku lihat langit secara keseluruhan.

Benar saja, kain yang menutup bagian alis dan dahiku terlepas. Ku rasakan anak rambutku keluar, niqabku tak lagi sempurna, namun hijab dan cadar masih melekat walaupun telah sobek pada bagian belakang karena berusaha keras ku lepaskan dari tangan pria itu. Lagi, aku memberontak mencoba berlari dari mereka tiba-tiba ku rasakan benda tipis menembus kain lengan kiriku.

"Ya Allah" aku meringis kesakitan dan air mataku bertambah deras saja. Ku lihat lengan bajuku tak lagi berwarna coksu melainkan berwarna merah segar. Luka sayatan yang cukup panjang membuat darahku mengalir cukup banyak.

"Goblok, kalau dia mati bagaimana?"

Ku dengar dari arah belakang salah seorang dari mereka memarahi rekannya yang melukaiku.

"Sorry, gue gak sengaja" katanya.

Aku membekap lukaku dengan tangan kanan agar darahnya tertahan. Dan mencoba berlari secepatnya. Mataku mulai buram sepertinya karena darahku keluar cukup banyak. Dari jarak yang cukup jauh tertinggal ku lihat mereka mengejarku dan semakin ku pacu langkahku untuk menjauh dari makhluk terkutuk itu.

"Ya Allah, kuatkan hambah, bantu hambah" hiks hiks

Ku lihat seseorang yang berlari kecil di hadapanku. Ia mengenakan pakaian kaos loreng, ya aku mengenali wajah itu. Semakin ku percepat langkahku ke arahnya.

"Mas Hilmi, tolong.. aku"

Ku jatuhkan diriku dalam pelukannya dan menangis sejadi-jadinya. Aku tahu perbuatanku salah, lelaki ini bukan mahramku tapi semuanya terjadi begitu saja. Aku percaya dia seseorang yang Allah kirim untuk menolongku.

Jangan lupa tinggalkan jejak yah 🌼

Waalaikumsalam Kapten! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang