Waalaikumsalam Kapten #Part 15

2.2K 116 17
                                    


Perbincangan dalam sebuah ruangan kini akan selalu tentang satu nama, entah sampai kapan. Tak ada yang perlu dikhawatirkan jika hati memilih orang yang tepat untuk dituju, hanya saja akankah dua hati memiliki perasaan yang sama yang mampu membuat dua raga menyatu dan akhirnya bahagia?.

Alasan rasa cinta itu begitu menyedihkan karena bertemunya dua orang yang salah dalam keadaan yang salah di waktu yang salah dan setelah semuanya terjadi tidak akan ada yang mampu untuk memutar balik keadaan.

Tapi semua masih menjadi misteri bagi dua wanita yang terbungkus cahaya temaram dari lampu di atas nakas.

Hanifa masih setia dan akan tetap setia menjadi pendengar yang baik bagi sahabatnya, Lulu. Dari lubuk hatinya, ia berharap agar rasa yang dimiliki terhadap kapten Hilmi tidak akan melebih kadarnya, biarlah selamanya hanya sebatas rasa kagum.

“Menurutmu kapten Hilmi punya rasa yang sama gak yah ke aku Faa?”

“Cinta itu muncul karena terbiasa Lu’, kalaupun hari ini kapten Hilmi belum memiliki perasaan yang sama denganmu mungkin esok hari rasa itu akan muncul karena terbiasanya kalian saling bertemu dan saling mengenal. Tapi ingat, cintamu pada kapten Hilmi tak boleh melebihi cintamu pada Allah. Teruslah meminta kepada Allah agar hati kalian dapat disatukan”

“Insyaa Allah Fa, kamu harus bantu aku yah”

Hanifa hanya mengangguk tanda setuju dengan permintaan sahabatnya itu. 

Malam semakin larut, perbincangan itu tak lagi terdengar seiring masing-masing dari mereka telah jauh bermuara dalam mimpi yang mereka harap akan menjadi indah esok walaupun pada kenyataannya mimpi yang hadir tak selamanya akan indah.

Segala sesuatu telah ditakdirkan berpasangan termasuk sang mimpi. Baik dan buruk, sudah menjadi aturan pasti dari sang Ilahi. Hanya hati yang ikhlaslah yang mampu menerima dengan sabar akan kemungkinan hadirnya kisah yang tidak sesuai harapan dan Hanifa sudah siap jika kemungkinan itu akan terjadi kepadanya.
~~~~~

Dari kejauhan Hanifa bisa melihat anak-anak muridnya berkumpul di depan kelas seperti ingin menyambut kedatangan dirinya mungkin karena sudah beberapa hari ia dan Lulu tidak  masuk mengajar akibat insiden yang dialaminya. Hanifa bisa menebak pasti ia akan dicecar pertanyaan perihal ketidakhadirannya akhir-akhir ini.

“Kak Hanifa, kak Lulu” teriakan serentak dari anak-anak kolong langit. Lulu yang terlampau kaget namun tetap memberikan tawa sumringahnya dan Hanifa yang hanya bisa tersenyum simpul memperhatikan tingkah mereka.

Hanifa  dan Lulu melangkah menuju ruang kelas diikuti oleh murid masing-masing. Belum sempat Hanifa duduk, satu persatu dari anak muridnya mulai angkat bicara.

“Kak Nifa kok gak masuk kemarin” sahut Thobias, murid yang paling dekat dengan Hanifa sejak awal kedatangannya. “Apa kak Nifa sakit? Lanjutnya lagi namun matanya hanya menatap kertas kosong yang ada di atas meja tua di depannya.

Mendengar perkataan Thobias, murid yang lain serentak menatap Hanifa dengan sorotan teduh. Sepertinya mereka takut terjadi apa-apa dengan Hanifa. Lalu apa yang harus ia lakukan? Mengatakan yang sebenarnya malah akan membuat anak muridnya sedih, tapi berbohong juga bukan pilihan yang tepat.

“Kak Nifa kenapa diam?” kali ini Neles ikut angkat bicara.

“Mm.. mm kak Nifa tidak sakit kok, kak Nifa baik-baik saja” dengan ujung kalimat yang tenggelam menyesali perkataannya barusan. Ia tidak bermaksud berbohong kepada mata polos di depannya itu.

“Terus kemarin kak Nifa dan kak Lulu ke mana?” ulang Tenus yang merasa belum puas dengan jawaban Hanifa.

“Aku tahu, jangan-jangan kak Nifa diajakin jalan yah sama pak tentara yang kemarin” ucapan Antoine seketika membuat riuh seisi ruangan.

Waalaikumsalam Kapten! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang