Waalaikumsalam Kapten #Part 14

2.6K 120 22
                                    


Seperti baru saja terbangun dari mimpi buruk, begitulah yang dirasakan Hanifa saat ini, kejadian kemarin belum lagi hilang dan terus saja menghantuinya membuat Hanifa hanya bisa berdiam diri dalam kamar dengan mata yang sembab karena air mata yang terus saja mengalir.

Membayangkan kembali saat beberapa lelaki mengejarnya karena hendak berbuat jahat, membayangkan saat dirinya hampir kehilangan kesadaran, dan lagi rasa syukur itu membatin karena kapten Hilmi datang dan para lelaki jahat itu kabur mungkin karena mereka bisa menebak bahwa kapten Hilmi adalah tentara dari kaos loreng yang dipakainya kemarin.

Tak pernah berhenti ia mengucap syukur karena Allah masih memberikan keselamatan pada dirinya serta seorang sahabat yang begitu telaten merawat lukanya sejak kemarin.

Dari luar kamar terdengar Lulu yang mengetuk pintu meminta untuk masuk.

“Masuk aja Lu’, pintunya tidak terkunci kok". Lalu dengan sigap tangannya mengusap air mata dan berusaha untuk tersenyum.

Tanpa diberitahu pun Hanifa sudah bisa menebak bahwa sekarang waktunya untuk mengganti perban yang ada di lengannya.

“Waktunya ganti perban yah dokter”?

Lulu tampak bergidik mendengar Hanifa memanggilnya dengan sebutan dokter.

“Dokter jadi-jadian maksudmu” haha dasar kamu

Hanifa memperhatikan Lulu yang sedang serius bermain dengan perban di lengan Hanifa, bagaiman mungkin dirinya tega menyakiti perasaan orang di depannya itu hanya karena seorang lelaki yang baru saja masuk dalam lingkaran hidupnya. 

“Masih sakit gak Fa”?

“Udah mendingan Lu, Alhamdulillah”

“Alhamdulillah berarti sukses dong peran dokter jadi-jadiannya, eheh”

Seketika tawa mereka pecah dalam ruangan itu

“Eh enaknya sarapan apa yah Fa?” Lulu tampak berpikir sambil menyebutkan satu persatu bahan makanan yang ada di lemari es.

“Terserah kamu aja deh, nanti aku bantuin”

“Eh gak perlu Fa, kamu istirahat aja, tenangin diri”

Hanifa tersenyum terima kasih karena Lulu begitu perhatian padanya. Hanifa meraih tangan Lulu walaupun nampak masih gemetaran. Sadar dirinya sudah terlalu lama berdiam diri di kamar, Hanifa mengajak Lulu untuk ke teras rumah.

Hanifa tak ingin melewatkan pemandangan indah yang diukir oleh langit di luar sana dan berniat untuk menceritakan peristiwa yang menimpanya kemarin subuh.

Semburat warna jingga telah menampakkan dirinya dan lagi iris coklat itu selalu menjadi penikmat sejatinya. Entah sihir apa yang ada di baliknya, yang pasti senja dan jingga selalu mampu menghadirkan ketenangan bagi dirinya hanya dengan memejamkan mata membayangkan rona itu merasuk dalam jiwa, bagai candu.

Tanpa sadar jingga menghilang digantikan oleh terik yang panasnya mulai terasa di kulit yang tertutup kain sekalipun.

“Fa, ada kapten Hilmi”

Hanifa yang tampak serius menikmati pemandangan pagi hari itu tampak tidak menggubris panggilan dari Lulu, kapten Hilmi hanya tersenyum lega melihat Hanifa sudah nampak membaik.

“Fa, ada kapten Hilmi” ucap Lulu lagi.

Hanifa yang baru mendengar ucapan Lulu langsung berbalik ke arah kapten Hilmi dan seketika canggung terpancar dari bola matanya.

“Assalamualaikum Hanifa” sapanya disertai tarikan dari kedua ujung bibirnya, jelas saja menambah kegagahan padanya.

“Waalaikum salam Kapten” Mengikuti kapten Hilmi yang menelungkupkan tangan ke dada.

“Mari masuk, kita ngoborol di dalam saja” ajak Lulu yang mulai melangkah masuk diikuti Hanifa dan kapten Hilmi.

“Silakan duduk pak Hilmi, Faa aku mau ke dapur dulu yah” lanjut Lulu lagi.

Hanifa mengangguk mengiyakan perkataan Lulu lalu duduk berseberangan dengan kapten Hilmi.

“Mas ada keperluan apa, kok pagi-pagi sekali ke sininya?”

Seketika kapten Hilmi menggaruk kepalanya yang sama sekali tidak gatal mencoba mencerna kata “pagi-pagi sekali” yang baru saja ia dengar.

Benar juga kata Hanifa, yang benar saja ini masih begitu pagi untuk bertamu. Segitu khawatirnyakah ia, segitu tak sabarnya kah ia untuk memastikan keadaan Hanifa?

“Mmm, jam 9 nanti aku ada kegiatan di batalyon takutnya setelah itu aku tidak punya waktu untuk bisa memastikan keadaanmu Faa. Eheh maaf yah aku kepagian”

“Hehe iya mas, terima kasih sudah repot-repot jenguk saya”.

“Bagaimana keadaanmu Faa?” Tanya kapten Hilmi dengan nada yang sedikit canggung.

“Alhamdulillah, seperti yang mas lihat, sudah mendingan berkat dokter jadi-jadianku. Oh iya terima kasih mas sudah menolong saya kemarin, saya tidak bisa membayangkan kalau saja mas tidak ada di tempat itu.

“Terima kasih sama Allah Faa, Allah yang telah menggerakkan hati mas untuk ke tempat itu. Mas berjanji secepatnya akan menemukan orang-orang itu, tak akan ada ampun untuk siapa pun yang berani melukaimu Fa.”

Hanifa tertegun mendengar ucapan lelaki yang ada di hadapannya itu. Kagum, begitulah yang dirasakan Hanifa detik itu juga. Ia tak menyangka lelaki di hadapannya ini begitu baik.

Menurut apa yang dia dengar dari kebanyakan orang, kebanyakan TNI jauh dari sifat agamais, pikirnya kapten Hilmi pun demikian tapi ternyata semua yang dikatakan orang di luar sana salah dan lelaki di hadapannya itu telah membuktikan bahwa TNI juga hambah Allah yang taat. Hanifa hanya bisa menunduk sembari terus bermonolog dengan batinnya. Ia baru tersadar ketika Lulu datang membawa beberapa gelas minuman dan makanan ringan.

“Terima kasih mbak…”

“Lulu, nama saya Lulu kapten”

“Terima kasih mbak Lulu” ulangnya memperjelas.

Setelah merasa suasana hati Hanifa sudah membaik, maka kapten Hilmi berusaha mencari tahu tentang apa yang dialami Hanifa kemarin. Tak butuh waktu lama, Hanifa pun menceritakan secara detail dan berharap kapten Hilmi bisa menemukan mereka yang telah melukai dirinya agar tak ada lagi korban selanjutnya.

Mendengar cerita Hanifa, kapten Hilmi hanya bisa menahan amarah dan kesedihannya. Besok ia akan menyerahkan kasus ini kepada temannya yang merupakan anggota kepolisian.

“Tidak usah mas, saya tidak mau memperpanjang masalah ini. saya sudah memafkan mereka dan saya hanya bisa berdo’a agar tak ada lagi kejadian seperti kemarin.

“Tapi Fa mereka harus diberi efek jera agar tidak berbuat seperti itu lagi. Perbuatan mereka sudah diluar batas loh Fa.”

“Jangan mas, mereka masih terlalu muda untuk menjadi narapidana. Kita cukup doakan mereka agar bisa inshaf. Saya yakin Allah sebaik-baik pembolak balik hati.

Keyakinan itu semakin bertambah, lagi dan lagi. Rasa itu semakin kuat, untuk satu nama yang terukir dengan tinta abadi di relung hati, benar rasa itu semakin kuat.

“Bismillah… Hanifa Al- Farihah, bersediakah kau___

🌹🌹🌹

Bersambung dulu yaahhh

Penasaran gak tuh Kapten Hilmi yang ganteng mau ngomong apa..??

Comment boleh dong kesan untuk part 14 ini bagaimana

Jangan pelit-pelit kasih vote yah, kalian baik deh 😘😘

Salam dari saya ✍️🌷

Waalaikumsalam Kapten! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang