Waalaikumsalam Kapten #Part8

2.2K 132 14
                                    

Pagi itu seperti biasanya, Hanifa dan Lulu bersiap-siap untuk berangkat ke kolong langit. Buku dan segala hal yang mereka butuhkan telah dipersiapkan. Karena jarak rumah mereka hanya berkisar dua ratus meter dari kolong langit, mereka memilih untuk berjalan kaki sambil menikmati udara pagi yang masih bebas volusi.

"Miris deh Lu' melihat anak-anak yang kurang paham tentang agama Islam. Tapi antusias mereka sangat mengagumkan" pernyataan Hanifa membelah keheningan di tengah jalan.

Lulu tak lantas menjawab tapi helaan napasnya seakan membenarkan pernyataan dari Hanifa.

"Sekarang mereka menjadi tanggung jawab kita Faa, kita yang harus berusaha mengajar mereka"

"Betul Lu', Hanifa mengangguk setuju "dan ini akan menjadi jihad kita"

Belum sampai mereka di kolong langit, dari kejauhan mereka sudah dikejutkan oleh beberapa orang berseragam coklat tengah berkumpul di tempat itu. Entah apa yang akan mereka lakukan.

" Lu' mereka itu siapa? Tanya Hanifa dengan suara ketakutan.

"Sepertinya mereka... Satpol PP Faa"

Mendengar pernyataan dari Lulu, ketakutan Hanifa semakin bertambah.

"Astagfirullah, satpol pp? Jangan-jangan mereka mau..

Hanifa berlari tegopoh-gopoh ke arah kerumunan tersebut tanpa mempedulikan Lulu dan ucapannya yang belum sempat dilanjutkan. Kekhawatirannya selama ini benar-benar terjadi. Allah inikah akhir dari perjuangannya? Inikah akhir dari niat tulusnya? Atau inikah hukuman untuknya karena telah melawan keputusan kakaknya? Tidak.. Tidak.. Ini tidak boleh terjadi. Yang ada dipikirinnya saat itu hanya nasib anak-anak kolong langit.

"Faa tunggu.. " panggil Lulu yang jauh tertinggal di belakang Hanifa.

Tak butuh waktu lama, Hanifa tiba di antara kerumunan yang masih melotot heran memperhatikan Hanifa sejak dari ujung jalan tadi.

"Assalamualaikum, Bapak-bapak ini siapa? Ada perlu apa ke tempat ini?

Dengan napas yang masih memburu, Hanifa mengajukan pertanyaan bertubi-tubi ke pada orang-orang berseragam coklat itu.

Seharusnya ia sudah bisa menebak siapa mereka. Manusia berseragam coklat yang ditakuti oleh orang-orang kecil, pedagang kaki lima dan anak-anak kolong langit. Ya satpol pp yang tidak punya hati, walaupun Hanifa tahu bahwa mereka juga hanya menjalankan tugas dari pemerintah tapi.. Ahh sudahlah tugasnya sekarang bagaimana agar tempat itu tak digusur.

"Bapak ini siapa tow?" ulang Lulu yang beberapa detik lalu tiba dengan napas yang tidak karuan.

"Kami anggota Satpol PP mbak, kami ditugaskan oleh atasan untuk melakukan penggusuran di tempat ini"

Degg...

Jantungnya terasa berdetak lebih cepat.

"Karena akan di dirikan sebuah tempat wisata" lanjut salah seorang dari anggota tersebut.

"Apa? Penggusuran? Tempat wisata? Yang benar saja, tempat ini jauh dari kata ramai" dengan nada terkejut dan napas yang mendengus. Hanifa seakan tak percaya dengan apa yang barusan di ucapkan oleh seorang berkulit coklat di depannya itu.

"Iya mbak, mbak ini siapa?" pertanyaan dari seorang yang baru saja mendekat ke arah Hanifa. Sepertinya bapak itu sudah sadar akan ada aksi penolakan yang akan dilakukan oleh Hanifa dan Lulu.

"Kami guru dari mereka semua" sambil menunjuk ke arah anak-anak kolong langit yang berbaris bak pagar hidup yang siap melindungi tempat mereka.

"Kalau begitu, kami mohon kerja samanya mbak. Tolong beritahukan ke pada mereka untuk menjauh agar tugas kami bisa berjalan dengan lancar" tegasnya.

"Tidak semudah itu pak, kami yang mendirikan tempat ini. Bapak juga harus memikirkan nasib mereka" timpal Hanifa dengan suara yang berubah satu oktaf.

"Kalau begitu jangan salahkan kami kalau kami berbuat kasar" bentak bapak itu yang membuat Hanifa dan Lulu sedikit ketakutan.

"Bapak berani berbuat kasar terhadap wanita dan anak-anak? Bapak ini laki bukan?"

Lulu dengan nada menantang berusaha menyembunyikan ketakutannya. Padahal ia sadar betul dirinya tidak akan mampu menghadapi lelaki bertubuh besar itu.

"Minggir mbak, bawa anak-anak itu sekalian" titah seorang anggota satpol pp dengan tangan yang hampir saja menyentuh lengan Hanifa yang refleks membuatnya menghindar secepat kilat.

"Astagfirullah pak, apa-apaan ini? Bapak tidak menghargai privasi saya sebagai muslimah. Bapak sudah hampir menyentuh saya.

Hanifa yang mulai geram dengan mata berkaca-kaca berusaha melakukan pembelaan. Di batinnya, tak ada satupun lelaki yang boleh menyentuhnya selain Tetta dan suaminya kelak.

Anggota satpol pp yang bisa ditebak usianya tak jauh berbeda dengan Hanifa seakan tak percaya dengan reaksi perempuan berniqab di depannya itu. Wajahnya seolah tegang namun lelaki itu tak menunjukkan rasa bersalah sedikitpun.

"Silahkan menjauh dari tempat ini mbak" lanjutnya "atau mbak akan berhadapan dengan atasan kami"

"Saya yang akan berhadapan dengan atasanmu"

Bukan, itu bukan suara Hanifa ataupun Lulu. Itu suara dari lelaki yang di temui Hanifa di depan rumahnya tadi malam.

Ia hadir laksana pangeran berkuda putih. Namun pangeran yang satu ini tak berkuda dan tak membawa pedang. Ia tak bermahkota seperti yang ada di dalam dongeng, hanya baret TNI yang menghiasi kepalanya. Ia juga tak berjubah, hanya pakaian loreng yang melekat gagah di tubuh jenjangnya. Dan dengan langkah tegapnya ia menghampiri ketua tim satpol pp yang keberadaannya tak jauh dari posisi Hanifa.

Hanifa yang masih tertegun dibuat semakin tak percaya saat ketua tim satpol pp memberi hormat kepada lelaki itu.

"Siapa dia?"

"Seterhormat itukah dirinya?"

🌹🌹🌹

لِأَنْ يُطْعَنَ فِيْ رَأْسِ أَحَدِكُمْ بِمَخِيْطٍ مِنْ حَدِيْدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لَا تَحِلُّ لَهُ

Sesungguhnya andai kepala seseorang kalian ditusuk dengan jarum yang terbuat dari besi itu lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam ath-Thabrâni dalam al-Mujamul Kabîr no.486, 487 dan ar-Rûyânî dalam Musnadnya II/227

Sampai disini dulu cerita tentang Kapten Hilmi nya ya hihih
Typo bertebaran, maafkan 🙏


Waalaikumsalam Kapten! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang