{🔛MYSTIQUE BOND - BAHASA}
❝Ketika bumi mempermainkan sembari tertawa terpingkal-pingkal sebuah rasa yang telah mati.
Tak pernah setuju pada rembulan yang selalu memperhatikan di tengah gelapnya malam.
Memangnya apa yang harus dipertahankan...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
❝SEBAGAIMANA AKU YANG TELAH LAMA TERKURUNG DI DALAM ELEGI SUNYI.❞
╞═════𖠁★𖠁═════╡
"Kau betulan sudah menemukan mate-mu?"
Pertanyaan ini keluar dari mulut Jansen, ditujukan untuk pemuda alpha biru yang nampak begitu serius membaca laporan di tablet miliknya. Hari Sabtu yang dingin, namun malangnya Ansel harus mendekam di dalam kantor perusahaan. Dan gangguan Jansen pun tak mampu ia hindari. Adalah sebuah kabar yang lumayan mengejutkan bagi Jansen, ketika Renne, ibu dari Ansel itu mengatakan hal yang lumayan jarang di bahas ketika pertemuan keluarga seperti yang mereka lakukan pekan lalu. Wanita Beta itu nampak senang dan bersemangat sekali ketika menceritakan betapa bahagianya ia mengetahui Ansel telah menemukan mate-nya. Dengan wajah yang berseri-seri tak hentinya Renne berceloteh riang mengenai kabar tersebut. Tentu, seluruh keluarga juga agaknya terkejut, hanya yah begitulah merekapun ikut senang dengan kabar tersebut, terlebih Ansel sendiri tak mengelak apapun yang diucapkan oleh ibunya seperti yang sudah-sudah.
"Ranaya? is she?"
Magis. Nama itu sungguh mengandung sentuhan ajaib. Yang selalu mampu membuat detakan jantung Ansel berdebar hebat, bergejolak dan mendesak. Hantaran panas dalam dadanya nyaris selalu berhasil membuat hatinya menghangat dengan nyaman. Ansel selalu suka perasaan ini, tetapi ketika ia menilik bagaimana hubungan ia dan si gadis manusia, sungguh hanya itu yang membuat Ansel bertekuk muka saat ini.
"Ya, she is." jawab Ansel tanpa ada keraguan.
"Bibi Renne membicarakan hal ini dengan heboh dan tanpa henti pada semua orang yang hadir di pertemuan keluarga tempo hari." kekeh Jansen saat ia mengingat lagi betapa excited-nya Mommy Ansel menceritakan bahwa putra tunggalnya itu akhirnya telah bertemu dengan mate-nya.
"Mommy astaga..." Ansel meringis sembari menutup wajahnya dengan telapak tangan. "Meskipun aku sudah menduganya, namun tetap saja aku merasa malu."
"Untuk apa malu. Justru bagus Bibi bersikap seperti itu, biar semua orang tahu jika putra tunggalnya yang katanya tampan bak pangeran ini sudah menemukan tujuan hidup yang pasti." komentar Jansen sembari mengerling mengejek Ansel pada kata tampan.
Ansel memutar bola matanya malas, agaknya ia muak ketika Jansen meledeknya dengan kata itu. Iya sih faktanya ia memang tampan, Ansel selalu suka jika dirinya dipuji tampan, tapi jika kata itu keluar dari mulut Jansen maka akan terasa seperti ejekan. "Jadi kau iri?" balas Ansel sekenanya.
"Iri? For what, dude?" Jansen mengernyit sebelum memakan puding vanila dengan topping buah peach yang disediakan oleh Renne tadinya. "Ini terlalu manis."