BAB 3: Pupus

18.7K 964 22
                                    

Selamat membaca 😊

۞۞۞

Geram, ingin berteriak, tapi tak bisa. Mungkin itu yang pas untuk mendeskripsikan perasaan Moira sekarang.

Dilihatnya wanita yang entah siapa itu memeluk suaminya. Walau tanpa balasan pelukan dari Ibram tapi tetap saja... menyakitkan.

Moira memang belum betul-betul tahu bagaimana perasaannya pada Ibram. Maksudnya, perasaan suka atau cinta pada suaminya itu. Tapi hei! Ibram itu suaminya! Tidak pantas wanita lain memeluknya.

Sesuatu mengetuk hati Moira, menggelitik logikanya. Mungkinkah wanita itu kekasihnya? Mantan kekasihnya? Sepertinya mereka punya urusan yang belum selesai.

Mungkinkah Moira gunting yang memutuskan tali antara mereka? Tebakan demi tebakan muncul dalam benaknya.

Moira menggigit bibir dan memejamkan mata sejenak. Menahan tangisnya agar tidak turun. Bukankah wajar untuk menangis? Membayangkan kalau dirinya hadir tak diundang dalam kehidupan mereka, lalu menghancurkannya. Sejahat itukah posisinya sekarang?

Dirinya yang selalu mencibir wanita perusak hubungan orang lain, tetapi kini ialah lakon yang sering ia cibir itu. Apakah saat ini dirinya seorang munafik?

Air matanya lolos tak bisa ia bendung. Kemudian, Moira biarkan matanya terbuka dan tak mendapati wanita tadi Bersama Ibram. Mata coklatnya menangkap sosok Ibram yang berbeda di sana. Pria dingin yang biasa dilihatnya berubah. Saat ini Ibram seperti daun di musim kemarau. Layu.

***

Mata Moira menyipit sambil menatap langit. Ia menghembuskan nafasnya kasar. Betapa egoisnya langit, cerah sendiri, sementara suasana hatinya sedang mendung, gerutunya dalam hati.

Saat ini Moira sedang berada di taman depan Fakultas Ilmu Komputer. Ya, Moira seorang mahasiswi Teknik Informatika.

Sedang asyik menggerutu, tiba-tiba Moira dikagetkan oleh kehadiran seseorang. "Hayo! Jangan bengong, bisa-bisa kesambet setan belang lho!" teriak Fara seraya menepuk pundak Moira.

"Fara!" geram Moira seraya memelototi sahabatnya itu.

"Kenapa sih? Gak biasanya bengong gitu," ucap Fara keheranan. Fara mendaratkan bokongnya di sebelah Moira.

"Gak apa-apa," kilah Moira.

"Setau gue, boong itu dosa." Bersahabat sejak SMA membuat Fara tahu betul sifat Moira. Tidak biasanya Moira akan diam seperti itu, sahabatnya itu tipe orang yang selalu berisik. Saking berisiknya kadang membuat Fara malu sendiri kalau sedang Bersama Moira.

"Iya, Ukhti." Walau Fara sahabatnya tapi rasanya hati Moira tak ingin membagikan ceritanya, biarlah dia selesaikan sendiri. Toh mengubar masalah tidak akan bisa menyelesaikan masalahnya juga.

"Cieee, pengantin baru." Suara seseorang kembali menginterupsi. Secara bersamaan Moira dan Fara menengok ke sumber suara. Dilihatnya seorang pria memakai kaos polo merah dan celana jeans berwarna biru dongker tengah berdiri di belakang mereka.

"Akmal!" seru Moira dan Fara bersamaan. Lalu, Akmal mengitari Moira dan duduk di hadapannya.

"Pengantin baru," ucap Akmal dengan tatapan jenaka pada Moira. "Udah ngerasain ena ena dong, lo?!"

Moira membulatkan matanya, sementara Fara menggeleng-gelengkan kepala merasa tak habis pikir atas pertanyaa Akmal. Memang sih pria itu hanya bercanda, tapi apa tidak bisa lihat situasi?

"Kurang ajar!" hardik Moira. "Pernikahan bukan sekadar menghalalkan yang zina." Moira merajuk, melengos tak mau menatap wajah konyol Akmal.

"Becanda kali," jawab Akmal seraya menautkan alisnya. "Sensi amat lo kayak emak-emak gak punya beras," imbuhnya tanpa ada rasa bersalah sama sekali.

IKRARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang