BAB 28: Pelik

13.1K 624 33
                                    

Pernah merasakan mixed feelings? Kondisi di mana perasaan bercampur aduk antara senang, sedih, bahagia, dan cemas. Perasaan yang sulit digambarkan dengan satu kata.

Itulah yang sedang Moira rasakan saat ini setelah keluar dari ruang pemeriksaan. Lututnya bahkan masih sedikit bergetar dengan jantungnya yang bertalu-talu.

Fara langsung menyambar tak sabaran ketika matanya menangkap Moira. "Gimana? Gimana?"

Moira tak langsung menjawab, agaknya ia masih belum kembali tersadar dari keterkejutannya tadi. Bahkan, ia tak merasakan kakinya berpijak. Rasanya seperti sedang berada di atas wahana roller coaster, merasa tidak sadar padahal sadar, merasa bahagia padahal cemas, merasa ingin menangis padahal gembira.

Tak kunjung mendapatkan jawaban, Fara menarik Moira untuk terduduk di kursi stainless yang tadi ia duduki.

"Gimana?!" Kali ini Fara bertanya dengan nada yang lebih tinggi.

"6 minggu." Akhirnya Moira bisa bersuara.

"Hah? Maksudnya?" Fara menarik lengan Moira gemas, sungguh ia tak mengerti maksud dari perkataan Moira. Saat ini otaknya sedang tidak bersahabat untuk diajak berteka-teki.

"Moira hamil 6 minggu," bisik Moira. kesadaran Moira sudah sepenuhnya kembali.

Fara yang mendengar itu sontak menutup mulut dengan tangannya. Matanya berbinar dan detik berikutnya ia memeluk Moira dengan gerakan cepat hingga kepala mereka berbenturan.

"Sorry! Sorry! Gak sengaja! Gue terlalu seneng dengernya, ya Allah!" ucap Fara setelah melepaskan pelukannya. Senyumnya kini mengembang dengan mata yang mengkristal. "Gak nyangka gue, bocah kayak lo mau punya bocah."

"Anak!" protes Moira ketika calon anaknya dipanggil 'bocah' oleh Fara.

"Eh, iya maaf." Fara buru-buru meminta maaf. "Kok lo kayak biasa aja, sih?!" tanyanya yang tak melihat kegembiraan barang sebentar dari wajah Moira sedari tadi.

"Biasa aja gimana? Ini kaki Moira gemeter kayak kelaparan gini!" terang Moira. "Tangan Moira dingin banget, kan?!" Moira memegang punggung tangan Fara dan langsung mendapatkan anggukan dari sahabatnya itu.

"Lo takut?!" tebak Fara.

Moira menggeleng dengan cepat. "Enggak. Sama sekali Moira enggak takut, cuman masih belum percaya aja."

"Wajar kali kan baru pertama," kata Fara yang langsung diamini Moira dengan anggukannya. "Eh, iya! Kabarin suami lo cepet!"

"Astaghfirullah!" Moira memekik bukan karena ia hampir lupa untuk memberitahu kehamilannya, tetapi mengingat ia masih ada masalah yang belum diselesaikan dengan Ibram.

Moira sontak berdiri menjauhi Fara seraya merogoh ponselnya dalam tas. Sejurus kemudian mata Moira membola, betapa terkejutnya ia saat ponselnya sudah kembali menyala dan mendapati puluhan panggilan whatsapp, puluhan pesan, dan panggilan biasa. Sontak Moira buru-buru menempelkan ponsel pada telinganya untuk menghubungi Ibram.

Hati Moira kian gelisah kala panggilannya tak kunjung tersambung hingga panggilan ketiga membuat matanya membola seketika.

"Halo, Mbak?"

Dahi Moira mengernyit bersamaan dengan ponselnya yang ia jauhkan dari telinga dan memastikan layar ponsel itu menunjukan nama suaminya bukan orang lain, takut-takut ia salah sambung.

"Ini siapa?" tanya Moira setelah kembali menempelkan ponselnya ke telinga.

"Mbak, ini saya Ratih yang nolongin suami Mbak. Suami Mbak kecelakaan dan sekarang lagi diperjalanan ke rumah sakit," terang wanita di seberang sana dengan nada bergetar.

IKRARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang