BAB 24: Semak Hati

14K 708 32
                                    

Selamat Membaca😊
🍉🍉🍉

Memakan sepiring mie instan dengan segelas susu merupakan kombinasi yang sempurna untuk menaikan asam lambung di pagi hari. Susah payah Moira coba keluarkan isi perutnya di tempat cuci piring. Ada perasaan tidak enak, sebab Ibram sedang menikmati sarapannya di meja makan yang tentu jaraknya tidak jauh dari tempat Moira yang sedang muntah-muntah.

Tiba-tiba tangan Ibram memijat tengkuk Moira, membantu gadis itu untuk keluarkan semua isi perutnya.

"Mas, gak usah ke sini Moira malu," ucap Moira tidak enak sambil mencoba menepis tangan Ibram. "Maafin ya, sarapan Mas Ibram jadi keganggu." Moira masih memuntahkan isi perutnya, matanya kini memerah dan pandangannya sedikit kabur.

Saat cairan kuning yang terasa pahit melewati kerongkongannya dan keluar dari mulutnya, rasa mual itu telah usai. Moira sedikit merasa lega, kemudian ia membalikan tubuhnya dan bersandar pada kitchen set dan berhadapan dengan prianya.

"Sudah kubilang jangan makan mie," ucap Ibram sambil menyentil kening Moira pelan.

Moira mengusap keningnya yang malang. "Iya maaf, abis kayak kepengin banget," akunya dengan nada lemah.

Tangan Ibram terangkat lagi dan diarahkan pada kening Moira, tetapi gadis itu dengan gerakan cepat memundurkan kepalanya, sudah berprasangka buruk Ibram akan menyentilnya kembali. Terdengar Ibram mengembuskan nafasnya pelan.

"Aku hanya ingin mengecek suhu tubuhmu."

"Eh." Moira tersenyum canggung, menyesal sudah berprasangka. Astaghfirullah.

Ibram mengulang niatnya kembali. Tangan besar itu menempel pada kening Moira hingga buat gadis itu merasakan kenyamanan saat telapak tangan Ibram menyentuhnya.

"Kamu hangat," gumam Ibram kemudian menarik kembali tangannya. Pandangannya kini beralih pada mata Moira dengan tatapan yang tak terdefinisikan.

Moira melakukan hal yang tadi Ibram lakukan. Keningnya memang sedikit hangat, tetapi agaknya ia tidak merasakan apapun selain rasa mual yang hebat tadi. Ah, ya! Ia merasakan dingin yang tidak nyaman pada suhu tubuhnya. Apa mungkin dirinya meriang? Mie ternyata bukan penyebabnya.

"Kita ke dokter," putus Ibram setelah beberapa detik berpikir.

Moira menggeleng. "Moira gak apa-apa, kayaknya cuma meriang."

Ibram tak langsung menjawab. Pandangannya dibiarkan tenggelam beberapa detik pada mata gadis bertudung coklat di hadapannya. "Baiklah, kalau begitu kamu jangan berangkat ke kampus dulu hari ini," perintahnya.

Tawa Moira lolos, ia merasa sangat lucu atas sikap Ibram yang berlebihan. Yang benar saja hanya karena meriang sampai tidak masuk kuliah!

"Apanya yang lucu?" Ibram mengangkat sebelah alisnya.

Moira menangkap kedua pipi Ibram dengan paksa hingga membuat pria itu sedikit menunduk. Kini kening Ibram juga berkerut tak mengerti tindakan Moira. Ah, jangan-jangan gadisnya itu ingin memberikan 'kekuatan' di pagi hari. Senyum Ibram seketika mengembang.

Tak seperti yang dibayangkan, Moira malah menggosok kedua pipi Ibram dengan gemas. "Jangan menganggap segala sesuatu terlalu serius, wajah ini nanti tambah tua!"

Mata Ibram membulat berbarengan dengan aksinya yang singkirkan tangan Moira dari wajahnya. Senyum yang tadi mengembang hilang berganti jengkel yang tidak tertolong. "Oh, jadi aku tua," ucap Ibram tersinggung. "Kenapa kamu mau menikahi pria tua ini?!"

Moira menganga, mengapa pembahasannya jadi ke sana?

"Kenapa masih tanya? Kita 'kan dijodohkan." Moira meniru ucapan Ibram dulu dengan sudut bibir yang tertarik sebelah.

IKRARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang