BAB 21: Pernikahan yang Sesungguhnya

19.5K 771 19
                                    

"Nikah muda itu tak seindah yang kita lihat di social media."

Moira membenarkan dalam hati, sebagaimana dirinya yang menikah diusia awal 20an yang bisa dibilang muda untuk ukuran perempuan di zaman ini. Pernikahannya yang berjalan hampir 3 bulan ini tidaklah mudah ia jalani.

Setiap hari Jum'at, ketika para lelaki melakukan shalat Jum'at maka para perempuan yang tergabung dalam FKDK kampus akan berkumpul untuk melakukan kajian. Biasanya kajian dibuka dengan menceritakan proses hijrah salah satu jamaah yang berkenan untuk bercerita, seperti yang tengah dilakukan kakak tingkat Moira sekarang.

"Saya memutuskan menikah kala usia saya belum genap 20 tahun. Apa motivasi saya?" Kakak tingkat itu mengedarkan pandangannya pada jamaah yang duduk dengan membuat lingkaran kecil. "Slogan nikah muda yang saya dapati pada social media. Pikir saya waktu itu enak ya pacaran tapi dapat pahala."

Moira tersenyum, dalam hati ia berkata bahwasanya tak demikian. Setidaknya sebelum Ibram menentukan pilihannya.

"Lalu, demi wujudkan nikah muda yang diberkahi Allah seperti yang ada di social media, saya putuskan untuk memperbaiki diri, istilahnya sekarang adalah hijrah. Saya mulai pakai kerudung, pakai gamis, shalat tepat waktu, perbanyak hafalan Qur'an, dan sebagainya. Kemudian, saya mulai rajin posting tentang kebaikan, tentang ibadah, tentang larangan pacaran, pokoknya tentang jomblo fisabilillah."

Kemudian terdengar suara tawa dari para jamaah yang tengah menyimak. Memang sebutan itu tidak salah, islam memang agama dinamis yang mana dapat menyesuaikan dengan zaman. Seperti sebutan jomblo fisabilillah itu contohnya.

"Lalu, pada suatu sore saya ingat betul, ada seorang akhi yang DM saya mengajak kenalan. Panggilan kami akhi dan ukhti waktu itu."

"Ciee," koor semua jamaah yang menangkap bahwa ada sesuatu di sana.

Kakak tingkat itu terlihat tersenyum malu. "Setelah kurang lebih 1 bulan berkenalan di social media akhirnya kami putuskan untuk bertemu. Kami bertemu di rumah saya tentunya. Setelah itu dia merasa condong kepada saya, begitupun dengan saya ke dia. Akhirnya kami putuskan untuk ta'aruf selama 3 bulan, dan hanya bertemu 3 kali. Percaya tidak?" tanyanya kepada jamaah.

Moira satu-satunya yang mengangguk. Tentu saja, sebab dirinya dan Ibram pun demikian. Sedang sisanya merasa tidak percaya, bagaimana bisa hubungan yang berawal dari social media dan hanya bertemu 3 kali dapat memantapkan hati.

"Sama saya juga tidak percaya," katanya. "Tetapi pada saat itu saya sangat yakin bahwasanya saya tengah menjemput jodoh saya dengan cara baik. Maka saya bukan sedang membeli kucing dalam karung." Kakak tingkat Moira meyakinan bahwa ta'aruf bukanlah sesuatu hal yang seperti orang kebanyakan pikirkan.

"Pernikahan pun terjadi. Betapa hati bahagia Allah telah wujudkan apa yang saya bisikan pada bumi ketika sujud. Selama 1 bulan saya rasakan indahnya pernikahan. Namun, setelah itu...." Kakak tingkat itu menjeda ucapannya seperti ada yang mengganjal dalam tenggorokannya. "Pernikahan yang mulanya baik-baik saja tiba-tiba berubah 360 derajat. Orang yang mengikat saya dulu yang mulanya terbangkan saya ke langit ke tujuh, tiba-tiba jatuhkan saya ke jurang paling dalam.

"Dia berubah, jadi kasar," ujarnya dengan kepedihan yang tak dapat disembunyikan. "Dia sering marah-marah, tak sabaran, dan ibadah pun sesuka dia. Mulanya saya bersabar, berpikir mungkin ini cobaan pernikahan. Tetapi, kok lama kelamaan makin parah. Saya jadi tidak kuat, dan putuskan untuk mengakhiri pernikahan ini. Ada hal yang sangat fatal yang dia perbuat ke saya, tapi takkan saya ceritakan bagian itu.

"Saat itu saya merasa seperti 'kok begini ya Allah' tak terima apa yang ditakdirkan ke saya. Saya sampai bilang salah saya apa hingga Allah uji saya dengan cara demikian."

IKRARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang