BAB 29: Sempena

12.9K 626 46
                                    

Selamat membaca :)

***

Moira berjalan gontai menyusuri koridor rumah sakit dengan tatapan kosong, pun dengan isi kepalanya. Otaknya terlalu ringkih untuk memuat kejadian-kejadian hari ini yang mampu memacu jantungnya sekuat tenaga kuda.

Selepas mengakhiri percakapan dengan Anindira di parkiran tadi agaknya tak membuatnya lebih baik, terlebih keputusan yang telah diambilnya. Mungkinkah ia salah langkah?

"Astaghfirullah!"

Tubuh Moira terhuyung bersamaan dengan teriakan seorang wanita yang tak sengaja ditabraknya. Kejadian tersebut memaksa Moira untuk mengembalikan kesadarannya.

"Allahu! Maaf! Maaf, Moira gak sengaja!"

Moira buru-buru memungut sebuah tas kecil yang Moira yakini adalah tas mukena yang tentunya berisi mukena. Sejurus kemudian Moira meminta ampun dalam hati karena hampir lupa tunaikan shalat dzuhur.

"Gapapa, lagian aku juga enggak liat-liat," ucap seorang perawat yang tak sengaja Moira tabrak.

Moira menyerahkan mukena tersebut dengan tersenyum penuh penyesalan dan diterima dengan keramahan oleh perawat tersebut. Setelah perawat tadi jalan lebih dulu, Moira kemudian langkahkan kakinya untuk ke tempat tujuan yang sama.

Masjid tampak sedikit sepi mengingat ini adalah satu jam setelah azan dzuhur berkumandang. Moira mengambil tempat di sudut kanan dekat dengan rak yang berisi kitab suci. Selepas shalat, Moira sambung membaca ayat suci mencari ketenangan.

Kala Moira membuka mushaf tak sengaja ia membuka surah Al-An'am dan matanya langsung tertuju pada terjemahan ayat 17.

"Dan jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu."

Mata Moira tidak bisa untuk tidak menangis. Detik itu juga ia menangis tergugu. Apa masih pantas ini disebut tak sengaja dan kebetulan? Tentu tidak. Allah sedang menegur Moira dengan ayat ini meski dibukanya dengan tidak sengaja.

Apa yang ingin Allah sampaikan? Tentu ayat tersebut ingin sampaikan pada Moira bahwasanya segala sesuatu atas kehendak-Nya dan hanya Dia-lah Dzat yang Maha Kuasa yang dapat dimintai pertolongan.

Apa yang telah Moira lakukan tadi? Seketika penyesalan menyergapnya. Betapa bodohnya ia yang nyatakan beriman kepada Sang Pencipta tetapi malah menggantungkan harapannya pada ciptaan-Nya. Meski tak sepenuhnya ia menyesali keputusan yang diambilnya. Malah, pada akhirnya Moira mensyukuri atas keputusannya. Ketika harapan digantungkan ke tempat yang semestinya yakni pemiliki semesta, maka tak akan berakhir kecewa.

"Aku jamin Ibram akan selamat ditanganku jika kamu mau berjanji untuk tinggalkan Ibram," ucap Anindira penuh percaya diri, yang mulanya membuai Moira untuk mengangguk dan ikrarkan janji.

"Aku lupa kepada siapa seharusnya aku jaminkan keselamatan Mas Ibram."

Mendengar penuturan Moira, tentu membuat Anindira mengernyitkan dahi. "Maksudmu?"

"Pendidikan tinggi, profesi bergengsi, dan wajah rupawan tak menjamin memikili attitude yang baik." Moira sedikit meringis mengingat ucapannya tadi. "Aku kasihan padamu, hatimu tak semulia profesimu."

Masih tercetak jelas wajah marah Anindira dengan matanya yang sempurna melotot. Selepas mengucapkan itu Moira melengos dan meninggalkan Anindira. Mengenai kondisi Ibram, Moira kemudian meyakinkan hatinya bahwa rumah sakit akan melakukan pelayanan prima, mengerahkan tenaganya untuk selamatkan Ibram.

IKRARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang