9

28.8K 1.5K 9
                                    

9

“Maaf untuk kejadian tadi, Bella. Aku akan menjelaskan keadaan sebenarnya pada ibuku besok,” kata Alven saat mengantar Fabella hingga ke depan pintu apartemen wanita itu.

Fabella hanya tersenyum. Tentu saja ia tidak ke-beratan jika menikah dengan Alven. Ia mencintai pria itu. Mungkin jika nanti mereka sudah menikah dan memiliki anak, perlahan-lahan Alven akan membalas perasaannya, belajar mencintainya. Fabella tidak tahu apa yang mem-buat Alven menjadi pria pemuram nan dingin, tapi ia ingin melihat Alven menjalani hidup yang bahagia dengan banyak senyum di wajah muram itu.

“Tidak apa-apa. Aku mengerti,” balas Fabella dengan senyum manis. “Apakah kau mau mampir dulu? Aku bisa membuatkanmu segelas kopi.”

Alven menatap Fabella, lalu menggeleng pelan. “Tidak, terima kasih. Maaf sekali lagi untuk kekacauan tadi.”

Fabella mengangguk dengan senyum tipis. Ia merasa ini bukan kekacauan. Bisa jadi ini adalah jalan untuknya mendapatkan pria yang diam-diam ia cintai ini, yang diam-diam ia idamkan.

“Aku pulang dulu,” pamit Alven sambil mengangguk samar.

“Hati-hati di jalan.”

Alven mengangguk.

“Hmm... Alven... bisakah kau mengabariku jika sudah tiba di rumah?” setiap kali Alven mengantarnya pulang, Fabella selalu meminta pria itu untuk mengi-riminya pesan jika sudah tiba di rumah. Fabella hanya ingin memastikan Alven tiba di rumah dengan selamat.

Sinar aneh tampak berpijar di mata Alven. Hanya sedetik. Tapi Fabella bersumpah melihatnya. Apa arti sinar itu?

“Baiklah. Sampai jumpa, Fabella.”

“Sampai jumpa besok pagi, Alven Manford.”

Fabella dapat melihat senyum samar menghiasi wajah tampan yang dingin itu sebelum pria itu berbalik dan berlalu pergi.

Bunga setaman memenuhi dada Fabella. Ia sangat senang malam ini. Senang akan kekacauan—menurut Alven—yang terjadi.

Orangtua Alven menganggapnya calon istri Alven dan bersiap segera menikahkan mereka.

Awalnya Fabella terkejut, namun kemudian me-ngerti. Mungkin Alven sudah terlalu lama sendiri, dan begitu melihatnya bersama seorang wanita—apalagi membawa pulang ke rumah orangtuanya untuk makan malam—kedua orangtua Alven langsung berpikir Alven menjalin hubungan serius dengannya.

Fabella menutup pintu dan melangkah masuk ke dalam apartemen dengan senyum masih menghias bibir.

Kedua adiknya tampak berada di depan televisi. Fabella lega adiknya tidak senakal remaja pada umumnya.

Sambil bersenandung kecil, ia melangkah ke ruang tamu untuk bergabung dengan kedua saudaranya itu.

***
Bersambung...

Evathink

Memikat CEO yang Terluka [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang