Is He A Phsyco? #1

544 43 4
                                    

Selepas Emi dan Dokter Kahfi pergi, Diana bukannya menyiapkan paket tindakan, dia malah penasaran siapa sebenarnya Dokter Kahfi itu.

“Kahfi, ya .... Mbak Emi ngomong, seolah-olah Dokter Kahfi itu orang penting. Memang dia pikir dia itu siapa? Dokter Aditya Pratama, host Dr. OZ Indonesia itu? Dokter Anton Tanjung? Coba kita cari tahu, siapa sih dia?” Diana mencari di google, mengetikkan kata kunci: Kahfi dokter spesialis jantung dan pembuluh darah.

“Wah, namanya pasaran. Satu profesi saja banyak yang sama. Hmh ....” Diana menggulir layar mncari foto orang yang dimaksud. “Jangan-jangan dia memang Dokter Psikopat. Hi ... hh.”

Tapi tiba-tiba Diana melotot melihat benar ada foto Dokter Kahfi yang dia cari bertuliskan: Dr. Muhammad Kahfi Al-Fatih, Sp. JP (K), FIHA, M.Sc.

“Kasus penanganan intervensi jantung darurat tokoh penting Negara Singapura berhasil ditangani oleh dokter muda dan jenius asal Indonesia.” Diana semakin melotot membaca judul berita yang menampilkan wajah Dokter Kahfi. “Enggak mungkin. Berlebihan ini judulnya. Tapi nama dan gelarnya menyeramkan.”

Ahk, semakin dicari justru semakin hal-hal menakjubkan yang terlihat. Dokter Kahfi adalah dokter spesialis jantung dan pembuluh darah berusia 34 tahun, tapi sudah bergelar M. Sc . Lulusan Lee Kong Chian School of Medicine di bawah payung universitas terkenal Nanyang Technological University. Lulus menjadi dokter selama 5 tahun dan 2 tahun kemudian lanjut pendidikan spesialis selama 4 tahun. Setelah menjadi dokter spesialis di usia 28 tahun, bahkan dia melanjutkan pendidikan S2 science di universitas Nanyang Technological selama 2 tahun. Dia membiayai pendidikannya sendiri dengan uang hasil kerja sebagai dokter di rumah sakit Mount Elizabeth, Singapura.

“Ck, argh … mengerikan sekali riwayat pendidikannya. Jangan-jangan sudah banyak sel otaknya yang menyusut karena terlalu lama berkutat dengan buku dan penelitian. Mabuk ilmu eksak.” Diana kembali mencari berdasarkan foto. “Owh, pernah jadi pemateri di berbagai seminar kesehatan juga ternyata. Padahal baru enam tahun jadi dokter spesialis, cepat tenar juga dia. Jadi … bintang tamu di acara TV, pembicara di radio, aktivis kemanusiaan dan relawan juga. Oh! Ada IG dan twitternya!”

Diana semakin penasaran dengan sosok Dokter Kahfi. Bahkan dia membuka akun instagram dan twitter Dokter Kahfi: @muhkahfialf.

“Hmh, lumayan followersnya sampai 1,2 juta. Tapi dia cuma follow 500 orang. Dasar sombong. Ng?” Diana melihat salah satu postingan Dokter Kahfi. “Endorse?”

Diana tertawa cekikikan. Semakin lupa waktu menggulir setiap postingan di akun @muhkahfialf.

“Terima endorse juga. Haduh, produk herbal, fashion. Aduh … hah, mata duitan juga dia. Wah, memanfaatkan followers di IG-nya yang jutaan, twitter pula. Hah, dasar psikopat. Memang biasanya terlalu sempurna. Halah, produk endorsenya juga enggak berkelas. Hmh ... followersnya kebanyakan perempuan. Wah, ada akun haternya juga, komen malah.” Diana tertawa. “Hmh, haternya juga banyak followersnya, sampai dua ribuan. Lumayan. Ihk, jarang selfi tapi pamer aktivitas. Di seminar lah, jadi pembicara lah, bintang tamu di TV lah, apa bedanya? Sakit nih orang!”

Brak! Diana terkejut. Suara pintu dibuka paksa. Seketika Diana berdiri.

“Mana paket tindakan saya?” Dokter Kahfi tampak bertaring di mata Diana.

“Mm ... maaf, saya ....” Diana bergegas menyiapkan.

“Maaf? Dari tadi ngapain?”

Diana panik.  “Satu lagi, Dok. Maaf. Sebentar.”

Dokter Kahfi yang sudah ganti berseragam operasi lengkap dengan masker, topi operasi dan sarung tangan karet mulai kesal dan bertolak pinggang. Ia melirik ke meja kerja Diana. Sebelah alisnya meninggi melihat di layar monitor, ternyata Diana sedang stalking akun instagram dirinya. Dokter Kahfi mengernyitkan dahinya melirik Diana.

“I-ini, sudah Dok!”

“Kamu suruh saya yang bawa? Lantas kerja kamu apa? Stalking IG orang?”

Diana terkejut tidak bisa berkata apa-apa.

“Bawa sekarang!” Dokter Kahfi pergi.

Diana menepuk jidatnya. Dia baru saja meletakan tiga kotak paket tindakan dan akan mematikan komputernya, tapi …

“Woi, cepat!”

“I-iya, Dok. Iya!”

Bersambung ...

Hater, I Love You! (#watty2019)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang