“Silakan, Dok. Tehnya tanpa gula.” Bu Sumi menyiapkan teh hangat di meja.
“Terima kasih.” Dokter Hasan tersenyum. “Kalau kamu punya istri, kamu tidak perlu khawatir tentang mamamu. Dia pasti bisa mengurus mamamu. Jadi kamu tidak perlu repot menyewa perawat pribadi bahkan pembantu terus menerus. Dewi itu masih muda, dia juga harus tahu dunia luar. Bu Sumi juga sudah tua, dia harusnya sudah pensiun. Kamu tidak bisa egois begitu juga.”
Bel pintu berbunyi lagi.
Kali ini Bu Sumi yang membukakan karena Dewi sedang salat isya di kamarnya.“Kahfi masih ingin merawat mama sendiri, Kek.”
“Iya, tapi kamu kan juga harus bekerja.”
“Assalamu’alaikum,” Dokter Nina muncul lalu mencium tangan Kakek.
“Wa’alaikumussalam,” jawab Kakek dan Dokter Kahfi.
Dokter Nina langsung mengambil alih makanan ibu Dokter Kahfi. “Biar aku saja, mandi sana. Bau!”
Kahfi menyerahkannya dan duduk sejenak di sofa yang lain. Kakek memperhatikan Dokter Nina yang telaten menyuapi Mama, ibu Dokter Kahfi. Bahkan ketika Mama batuk dan menumpahkan sedikit makanan ke bajunya, Nina dengan sabar membersihkan dan kembali menyuapi.
Ponsel Dokter Hasan berdering, tanda sebuah pesan masuk. Dia langsung berdiri. “Kakek harus pulang. Nenekmu minta jemput. Lebih cepat dari yang Kakek duga.”
Dokter Kahfi ikut berdiri dan mengiringi kakeknya berjalan meninggalkan ruang tamu. Dokter Hasan berhenti selangkah sebelum sampai ke pintu.
“Kamu benar-benar butuh seorang istri untuk mengurus hidupmu, juga mamammu,” kata Dokter Hasan sambil melirik Dokter Nina yang membersihkan mulut Mama dan menyuapinya lagi.
Kahfi melirik sekali lalu buang muka sambil mengusap kepala.
“Oh! Sejak kapan kalian seakrab ini? Apa Kakek ketinggalan sesuatu?”
“Kakek … Nina sejak kecil memang akrab sama Kahfi. Kami seusia, sekelas dan selalu bersama sebagai saudara sepupu sejak dia datang ke rumah sebagai anak dari almarhum Om Fatir.”
Kakek tersenyum. “Yah, kalian memang tidak ada hubungan darah.”
Dokter Kahfi mengernyitkan dahi melihat kakeknya.
“Sekali pun ada, menikahi sepupu juga tidak dilarang bukan?”
Tiba-tiba ponsel Dokter Kahfi berbunyi, pemberitahuan IG. Ada yang mention akun pribadinya. Dokter Kahfi membukanya dan terkejut, sedetik kemudian ia tertawa tanpa suara.
“Ada apa? Kenapa tertawa?” Dokter Hasan merasa diacuhkan. “Apa yang lucu? Pesan dari siapa?”
“Heu? Enggak ada. Sudahlah, Kek. Nenek menunggu. Nanti kelamaan. Kahfi mau mandi, gerah.” Dokter Kahfi meninggalkan kakeknya dengan ekspresi wajah yang tidak biasa.
Dokter Hasan menghela napas sebelum akhirnya pergi juga.
Di kamar, Dokter Kahfi tidak langsung mandi seperti katanya. Dia duduk di tepi kasur sambil membaca sebuah komentar di IG tentang dirinya.
Siapa yang edit foto ini? Captionnya parah – komentar akun @antismile89.
Kahfi ditandai dalam sebuah postingan di akun @dokterkahfihater. Sebuah foto dirinya memakai pakaian operasi lengkap serba hijau, memakai sarung tangan karet yang diedit menjadi berlumuran darah. Bahkan wajahnya sedikit terpercik noda darah. Captionnya: akhirnya sisi psikopat @muhkahfialf muncul. Seorang pasien meninggal, menjadi korbannya beberapa waktu lalu, tapi tidak diekspos. Mau tahu siapa korbannya? #fakta.
Bukannya marah, Dokter Kahfi justru tertawa kali ini. Karena ini pertama kalinya dia dikomentari oleh user yang dia kenal: @antismile89. Dokter Kahfi ingat betul siapa pengguna dengan nama itu.
Bersambung ...

KAMU SEDANG MEMBACA
Hater, I Love You! (#watty2019)
DragosteDiana adalah petugas farmasi di sebuah rumah sakit swasta yang dimutasi ke Unit Cathlab seorang diri. Tidak ada yang mau berpartner dengannya karena Diana terkenal judes. Di hari pertamanya bertugas, Diana menemui kenyataan bahwa dirinya telah diman...