08; Kedewasaan

269 36 0
                                    

"Aliiiggg!!! Sekarang nempel mulu. Speechless gue liatnya."

"Cocok deh, sama-sama aneh."

Kira-kira seperti itu yang aku dengar selama perjalananku menuju parkiran sepeda bersama Juna. Juna sih ayem-ayem saja di ledekin begitu. Masalahnya disini adalah telingaku yang panas dan bibirku yang sudah gatel ingin menyinyiri mereka.

Asal kalian tau jika saja mereka bukan Dirga dan komplotannya bakalan aku tusuk hati mereka dengan kata-kata tajam yang siap aku semburkan andai saja itu bukan Dirga and the geng.

Masalahnya ini adalah Dirga Prasetya, cowok brengsek yang kerap kali kurang ajar kepada perempuan. Jangan heran kenapa dia tidak didepak dari sekolah. Ya karena setiap ada event sekolah sponsor terbesar adalah dari perusahaan orang tua Dirga. Dasar, dijaman semodern dan secanggih ini masih saja bisa diperbudak lembaran rupiah.

"Woi Juna?! Tanggepin dong congek! Lo gagu?" teriak Dirga membuat Juna menghentikan langkahnya.

Juna membalikkan tubuhnya lalu menatap Dirga dengan dahi berkerut, "Lo ngomong sama gue?" tanya Juna sambil menunjuk dirinya sendiri.

Dirga tertawa remeh, "Ya iyalah idiot. Makanya besok kuping lo dibersihin biar nggak bolot!"

Giliran Juna yang menatap Dirga remeh lalu menatap aku yang berada disampingnya, "Gue nggak ngerasa lagi diajak ngomong sama manusia tuh. Lo juga nggak, Nat?"

"Iya bener! Udah ah balik yuk. Serem disini hawanya. Banyak energi negative ntar takutnya jadi 'aing maung' gitu hahaha.."

Selepas itu aku dan Juna memilih melanjutkan perjalanan menuju parkiran dengan haha hihi yang pastinya masih bisa di dengar Dirga sampai-sampai dengan samar aku mendengarkan dia mengatakan, "Brengsek."

〰️〰️

"Jun, lo nggak emosi gitu kalo ada yang ngeledekin lo?" tanyaku kepada Juna yang kini sedang meminum es teh manisnya.

Sebenarnya ditengah perjalanan tadi aku haus jadinya aku dan Juna mampir ke Warung Tegal atau yang biasa disebut Warteg di pinggir jalan. Jadilah sekarang aku dan Juna sedang menyedot segarnya es teh di sore hari tepatnya di Warung Tegal sederhana.

"Ya emosi tapi mau gimana lagi. Kalo ditanggapin nanti jadi masalah. Kalo sampe kedengaran BK terus kena point bisa-bisa gue di depak. Mana gue sekolah disana cuma gara-gara beasiswa." ucapnya dengan nada yang terkesan kesal namun ditahan.

Aku terhenyak beberapa saat mendengar tuturan Juna. Seterbatas itukah dirinya untuk membela diri sendiri? Aku yakin jika aku jadi Juna bisa saja aku sudah pindah sekolah.

"Ya 'kan lo punya hak buat ngelawan kalo mereka yang mulai duluan." saranku yang mendapat kekehan remeh dari mulutnya.

"Hak gue udah dibeli orang kaya. Susah jadinya. Mau bener kayak apa juga kalo ada yang lebih berduit dari gue pasti gue yang salah." tuturnya sendu.

Aku menganggukan kepala menyetujui ucapannya. "Sabar ya, Jun. Roda hidup itu muter kok. Suatu saat lo pasti juga ada diposisi lebih baik dan mereka diposisi susah."

"Jangan bilang gitu dong. Hati-hati ucapan adalah doa," ia mengaduk es tehnya dengan sedotan, "Cukup doain gue lebih sukses dari mereka aja. Jangan doain mereka diposisi susah. Nggak enak tau."

Aku mematung dengan hati dan pikiran yang membenarkan kata-kata Juna. Sedewasa itu pikirannya. Aku salut.



















lagi kesel sm wattpad:( yg vote udh 50an readersnya masi aja 0:(

ReasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang