23; Prepare

197 41 3
                                    

Hari super deg-degan telah datang. Deg-degan karena takut ada barang penting yang ketinggalan. Yaps, aku mau study tour dan tujuan study tour sekolahku kali ini adalah Jogja. Kota gudeg itu adalah tujuan keluarga sekolah mengadakan pelajaran diluar kelas.

Sekarang ini aku sedang meneliti ulang list barang yang harus dibawa saat study tour besok. Ceroboh memang, H-1 baru persiapan, duh. Jangan ditiru yaa. Asli, bikin puyeng kalau ribet.

Pulpen yang aku pegang aku gunakan untuk mencentang barang yang sudah aku masukan ke dalam koper. Tidak hanya bawa koper, aku juga bawa ransel untuk isi makanan serta mini ransel untuk wadah yang akan aku bawa dan isinya adalah kebutuhan yang aku butuhkan saat berkunjung ke tempat dimana sekolahku akan melaksanakan kegiatan study tour.

"Perasaan udah semua deh." monologku saat aku sudah selesai meneliti ulang list barang yang akan aku bawa.

Kembali lagi aku cek listku karena ragu kembali menyerang perasaanku. "Apa sih yang kurang?!"

"Telfon Dirga aja kali ya? Daripada tanya Bang Jefri nggak ada warasnya segenggam 'pun."

Aku mencabut ponselku yang baterainya sudah hampir penuh. Terasa cepat juga kalau mencharge baterai sambil mengerjakan sesuatu daripada menunggu sambil rebahan. Manusia letoy, dasar aku!

"Kenapa, Nat?"

"Rindu."

"Jangan rindu, rindu itu berat. Kamu nggak akan kuat. Biar aku saja."

"Hilih, preeeeet.."

"Hahaha.. Nggak-nggak. Kenapa deh telfon? Nggak nyamper ke rumah aja. Kan cuma sebrangan doang."

"Baru sibuk nih prepare buat study tour besok. Lo udah bawa apa aja?"

"Hmm, ya yang penting aja sih."

"Monmaap kalo itu mah nggak nanya."

"Lah tadi apaan?"

"Gue matiin ya. Nggak guna soalnya."

"Eettt! jangan marah dong nyai.. Send list lo aja ntar kalo ada yang kurang gue bilangin."

"Dirga?"

"Kenapa? Kurang jelas?"

"Laf u."

Jariku memencet tombol matikan panggilan lalu memfoto list yang aku buat untuk aku kirim ke Dirga. Masalah aku bilang 'Laf u' atau semacamnya itu sudah biasa karena Dirga juga menganggapku saudaranya. Kata Dirga sifatku mirip almarhumah Kakaknya, Kak Sarah.

Dirga Buluq
Online

Udah lengkap kok
Lengkap bgt malah.

Lah? Serius?

Iya. Gue aja
ga segitunya bawa.

Wkwk, yaudah deh
makasi

Urwell and Love you
more.

Unchhhh
Read.

Ada gunanya juga Dirga hehehe. Nggak loh ya, bercanda doang. Dirga itu berguna banget. Eh, apa sih bahasanya? Pokoknya dia tuh membantu banget.

Kayak misal, waktu di cafe waktu aku tiba-tiba minta pulang waktu aku down gara-gara ada Juna apalagi saat itu ada Tania juga yang menemani Juna manggung.

Dirga paham, dia mengajakku pergi dari cafe itu. Namun Dirga tidak langsung membawaku ke rumahku. Dia membawaku membelah jalanan ibu kota dengan motornya yang melaju pelan serta aku yang berpegangan erat di jaket Dirga sambil sesekali memukul pelan punggung Dirga dan mengusap air mata yang jatuh tanpa disuruh.

Saat itu Dirga diam. Membiarkan aku melampiaskan emosiku terhadapnya. Membiarkan aku menangis sampai puas baru aku dan Dirga berhenti di taman lalu duduk disana.

Ternyata dia menungguku berhenti menangis barulah dia bicara denganku. Memberiku wejangan agar aku tidak terus galau karena jatuh cinta kepada orang yang sudah mempunyai kekasih.  Dia bilang, "Lo juga butuh bahagia. Sumber bahagia lo nggak cuma dengan perasaan lo ke Juna terbalaskan. Masih ada kebahagiaan lain yang bisa lo dapet. Dan kebahagiaan itu kadang udah lo dapatkan secara nggak sadar makanya lo jadi kurang bersyukur."

Aku menjawabnya dengan masih terisak pelan. "Mana ada. Gue sengsara terus. Hidup gue nggak ada bahagia-bahagianya."

"Yakin lo nggak bahagia?" tanya Dirga yang aku balas dengan anggukan.

"Lo lihat disana," kata Dirga sambil menunjuk ke arah bocah yang sedang menangis serta memukul bahu ibunya pelan. Sesekali bocah itu menunjuk gerobak es krim sambil menangis. "Es krim itu kelihatannya sepele. Tapi ada orang yang pengen banget beli es krim itu sampai nangis tapi kayaknya uang mereka cuma cukup buat makan bukan buat jajan. Lihat yuk, dia bahagia nggak setelah beli es krim."

Tanganku diraih Dirga untuk digenggam. Diajaknya aku menuju gerobak es krim lalu membeli dua bungkus es krim. Setelah itu Dirga mengajakku untuk mendekati anak kecil yang sedang menangis digendongan ibunya.

"Hai, dek!" sapa Dirga ramah. "Kakak punya es krim loh, kamu mau?" tawaran Dirga rupanya diangguki oleh anak kecil tersebut.

"Namanya siapa sih si ganteng ini?" tanyaku sambil mengelus pipi anak kecil yang umurnya sekitar empat tahunan itu.

"Aldi, kak." jawab anak kecil itu dengan suara yang imut khas anak-anak. Aku mengangguk lalu pandanganku beralih kepada Dirga yang sedang mengelap es krim yang ada di pipi Aldi.

"Hayoo, Aldi kok cemong makan es krimnya?" pertanyaan Juna tidak dibalas oleh Aldi karena dia sibuk makan es krim. "Mohon maaf Bu sebelumnya. Ini tadi Aldi kenapa nggak dibeliin es krim? Kasian tadi nangisnya kenceng, Bu. Takutnya nanti tenggorokan dia sakit kalo nangisnya kenceng kayak tadi."

Ibu Aldi tersenyum, "Saya juga pengennya beliin Aldi es krim, Mas. Tapi uangnya cukup buat makan nanti."

Dirga mengangguk lalu merogoh kantongnya kemudian menyelipkan sejumlah uang di tangan Ibu Aldi. "Disimpen ya, Bu. Insya Allah cukup buat jajan Aldi sama buat makan nanti. Ibu jangan tersinggung ya, Bu. Maksut saya cuma mau bantuin kok. Anggap aja buat menjalin silaturahmi."

"Makasih. Makasih banget ya, Masnya." kata Ibu Aldi sambil menjabat tangan Dirga.

Dirga mengangguk, "Iya, Bu. Sama-sama. Saya pamit dulu ya, Bu."

Tangan Dirga meraih tangan Ibu Aldi lalu menyalami tangan Ibu Aldi. Aku juga melakukan itu setelah Dirga selesai menyalami Ibu Aldi.

Selepas itu, aku dan Dirga kembali duduk di tempat dimana aku dan Dirga duduk sebelumnya. Dengan tiba-tiba Dirga mengusap kepalaku pelan membuatku menengok ke arahnya setelah lamunanku buyar.

"Ada kebahagiaan yang lain yang kita dapetin tanpa kita sadari 'kan?"

Aku mengangguk. Tanpa sungkan Dirga menarikku untuk mendekat lalu menyuruhku untuk bersandar di bahu lebarnya.

"Nat, jangan berhenti bahagia apapun alasannya. Lo harus bahagia. Air mata lo terlalu berharga bagi orang yang udah mati-matian berusaha bahagian lo."

























kalian baca doang. ga vote ga komen. jahat:(

ReasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang