09; Telepon Dari Dia

241 26 1
                                    

Aku merebahkan tubuhku diatas kasur empuk kesayanganku yang gravitasinya melebihi magnet. Kalian boleh bilang aku lebay atau alay tapi memang ini adanya. Jika tidak ada aktivitas 'pun aku lebih memilih goleran diatas kasur ketimbang keluar rumah, panas.

Mataku melirik jam dinding ternyata jam 16.30, sudah lumayan sore rupanya. Eits, menjelang maghrib sih lebih tepatnya.

Tiba-tiba kelopak mataku terasa berat. Seolah ada tarzan yang bergelantungan di bulu mataku. Lama kelamaan akhirnya mataku 'pun terpejam dengan keadaan masih memakai seragam sekolah. Untung saja besok bukan memakai seragam yang aku pakai sekarang.

〰️〰️

Ketukan pintu dari luar serta teriakan dari suara sumbang milik Bang Jefri membangunkan aku dari tidur nyenyakku.

"Buffalo! Bangun woii!!!" teriakannya Bang Jefri begitu terdengar dikamarku.

Dengan malas aku bangun dari tidurku lalu melangkah membukakan pintu untuk abangku terkampret namun aku sayang hehe..

"Apaan sih?" tanyaku sambil mengucek mataku, "Masih ngantuk bang gue tuh!"

Tiba-tiba aku merasakan jari telunjuk Bang Jefri mendorong dahiku, "Liat sekarang jam berapa dodolll."

"Emangnya sekarang jam berapa?"

"JAM DELAPAN MALEM TOLOL! MAKAN SONO TERUS KERJAIN TUGAS KALO ADA TUGAS!"

"GENDOOOONG!" pintaku memaksa.

Aku mengangkat tanganku lalu dapat aku dengar helaan nafas dari Bang Jefri. Kakakku yang baik ini akhirnya jongkok, dengan terpaksa mungkin?

Dengan senang hati aku naik kepunggung Bang Jefri lalu diantarnya aku sampai ke dapur untuk mengambil makan malam.

"Abang udah makan belum?" tanyaku sambil mengambil sayur, "Mau aku ambilin?"

"Gue udah makan. Lo aja gih makan gue tungguin di meja makan ya." ucapnya lalu melenggang pergi ke meja makan dan mendudukkan bokongnya dikursi.

Selesai mengambil makan aku menyusul Bang Jefri ke meja makan. Dia rupanya sedang memainkan ponselnya sambil kadang-kadang tersenyum.

"Gila lo ya?" ledekku kepada Bang Jefri.

Bang Jefri melotot sesaat kepadaku. Kesannya bukan menakutkan tapi malah menggemaskan.

"Eh, Bang." panggilku membuatnya mengalihkan atensinya padaku, "Lo kok tambah chubby sih?"

"Masa?"

Tanganku mengayun menyuruhnya mendekat ke arahku. Dengan patuhnya kakak lelakiku ini 'pun mendekatkan tubuhnya sambil menatapku seolah tatapannya bicara, 'kenapa sih?'

"IIIIH GEMES!!! GEMBROT YA LO SEKARANG!!!"

"WOI GEMBEL LO NATAI."

Setelah puas mencubit pipi Bang Jefri yang soft dan mulus aku segera ngacir ke kamar dengan membawa piring dan minum sebelum dunia api menyerang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah puas mencubit pipi Bang Jefri yang soft dan mulus aku segera ngacir ke kamar dengan membawa piring dan minum sebelum dunia api menyerang.

Sampai di kamar aku melanjutkan makanku. Pintu kamarku sengaja aku kunci karena takut Bang Jefri akan mencak-mencak kepadaku lalu membalaskan dendamnya dengan menggelitikiku sampai aku menangis.

Oke, aku mengakui kelemahanku bukan?

Suasana makan malamku hari ini cenderung hening dikarenakan Bang Jefri mungkin sudah ke kamarnya memilih berbaring daripada marah-marah kepadaku yang jelas-jelas akan aku acuhkan sambil tertawa jahanam.

Sepi mulai ku rasakan ketika suapan terakhir mulai ku masukkan ke dalam mulutku. Kadang aku tersadar begitu pentingnya kehadiran Bang Jefri dalam kehidupanku. Dia adalah pemati sepi saat kadang aku merasa benar-benar sendiri.

Lamunanku terusik saat dering telepon menggema dikamarku. Aku meraih ponselku yang ku biarkan tergeletak diatas kasur.

Nama sang pemanggil mengejutkanku. Juna? Tiba-tiba sekali telepon. Padahalkan jika tidak sesuatu yang penting dia malas mencekal ponselnya. Kalian bingung 'kan kenapa aku bisa tau? Hehehe, ya sudah jelas aku tau. Kan aku teman sekelasnya jadi aku tau bagaimana Juna itu.

"Selamat malam! Luwak white coffe, passwordnya?"

Dapat aku dengar tawa Juna meledak disebrang sana, "Kopi nikmat, nyaman dilambung."

"Ngakak ngahahahahaha.."

"Dasar korban iklan." cibirnya kepadaku.

"Daripada korban perasaan. Kan ribet tuh."

Deheman dari Juna keluar dari loudspeakerku, "Iya-iya terserah lo aja."

"Ada apaan nih tumben nelfon malem-malem."

Dia diam cukup lama dan itu juga membuatku bungkam karena pikiranku blank. Kan sebelumnya aku sudah bilang bahwa aku tidak terlalu dekat dengan cowok. Nah ini aku malah ditelepon oleh cowok. Jelas ketar-ketir aku dibuatnya.

"Gue minta foto lo," ucapnya final. "Yang paling cantik."

Aku mengerutkan keningku heran, "Buat apa coba?"

Juna berdecak, "Ribet lo banyak nanya. Udah kirim aja."

"Yaudah ini teleponnya dimatiin. Gue mau nyari foto yang cakep."

Selanjutnya suara sambungan telepon dimatikan menjadi penutup acara teleponan aku dan Juna malam ini.

Aku mulai mencari fotoku yang menurutku paling bagus. Setelahnya aku mengirim fotoku kepada Juna dengan perasaan penuh tanda tanya.

Juna Arfan
last seen 9.35 pm

Tuh foto gue

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tuh foto gue. Cantiq zekali |


| Hilih

Huft |
read

Dear Juna, lo aneh banget kambing. Untung ganteng dan mirip Jaemin. Jadi termaafkan.













SUSAH TIDORRRRR

ReasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang