12; Ketiduran

224 24 0
                                    

Sedari tadi aku menahan rasa pusingku yang makin menjadi-jadi. Kepalaku semakin berdenyut seiring bertambahnya jam pelajaran. Tetapi aku memilih diam sambil sesekali memijat pelipisku berharap pusingku semakin berkurang.

Penantianku kepada bel sekolah yang berdering akhirnya kesampaian juga. Aku menghela nafas lega lalu memasukkan buku-buku milikku ke dalam tas.

"Gue duluan ya Nat, Jun," pamit Tania sembari berdiri, "Jun jagain Nata ya. Dia agak pusing kayaknya."

Juna mengacungkan jempol pada Tania lalu tangannya beralih mengambil tas ransel miliknya. Setelah dirasa beres, Juna menggendong tas ranselnya dan menghampiriku.

"Masih pusing, Nat?" tanya Juna.

Aku menggeleng, "Cuma tinggal sedikit kok." jawabku bohong. Ya, jika aku menjawab jujur nanti aku takut merepotkan Juna.

Aku bangkit dari dudukku lalu menggendong tas ranselku. Atensiku berubah melihat kebawah ketika tangan Juna menggenggam tanganku.

"Biar nggak oleng pas jalan." jelasnya.

Aku mengangguk lalu beranjak keluar kelas menuju ke parkiran dengan tanganku yang masih bertautan dengan tangan Juna. Biar nggak oleng pas jalan katanya. Padahal ini malah membuatku semakin oleng, pikirannya sih hehe.

Tautan tangan aku dan Juna terlepas saat Juna mengambil sepedanya diantara jejeran sepeda lainnya.

"Ayo naik," sesuai perintahnya, aku langsung naik keboncengan sepeda.

Tak kurasakan sepeda Juna berjalan. Padahal sudah dua menit aku duduk diboncengan sepedanya. "Kok nggak jalan, Jun?"

Decakan pelan aku dengar dari bibir Juna. "Pegangan biar nggak jatuh. Gue nggak mau ya temen gue lecet."

Aku mengernyitkan keningku bingung, "Pegangan?"

Diraihnya tanganku agar melingkari perutnya, "Tangan lo ngelingkar diperut gue. Peluk maksutnya. Antisipasi aja sih biar nggak lo nyusruk waktu di jalan."

Begitu tanganku sudah melingkar sempurna diperutnya, dapat kurasakan sepeda Juna bergerak pelan menyusuri jalanan ibu kota yang padatnya seperti biasanya.

Sepanjang perjalanan jantungku berdegub tidak karuan. Rasanya seperti mau keluar dari tempatnya. Belum lagi perutku yang rasanya seperti tergelitik.

Sebenarnya aku masih pusing. Tapi tidak separah tadi sih. Mungkin karena kini pikiranku teralihkan kepada hal yang lain. Contohnya, perlakuan manis Juna barusan yang membuatku tersenyum tipis.

"Tidur aja Nat kalo masih pusing. Asal pegangannya jalan sampe lepas." ucapnya tiba-tiba yang membuat perutku mual saking tergelitiknya.

"Lah?" jawabku dengan cengo, "Itu kepala lo disandarin ke punggung gue nggak apa-apa."

Aku menuruti perkataannya. Aku sandarkan kepalaku dipunggungnya. Tapi untuk tidur, apa bisa? Sementara jantungku saja rasanya tidak karuan masa iya bisa tidur. Bisa jantungan iya kali.

Tapi, semilir angin sore yang mengiringi setiap kayuhan Juna membuat aku diserang kantuk secara perlahan. Sepertinya bentar lagi mataku akan terpejam menyusul mimpi yang sedang menungguku.

〰️〰️

Perlahan aku buka kelopak mataku sambil sesekali mengerjap menyesuaikan cahaya yang masuk ke mataku. Dan ternyata aku sudah sampai didepan rumahku. Hah?! Rumahku?!

God, aku masih dalam posisi memeluk Juna dengan kepala yang masih bersandar. Tapi kali ini tangan Juna juga memegangi tanganku agar tidak lepas.

Setelah benar-benar sadar, sontak aku langsung melepaskan tanganku yang melingkari perut Juna.

"Lah udah bangun ternyata," katanya sambil terkekeh, "Betah banget ya lo tidurnya kayak kebo."

Shit. Juna kenapa sih bilang begitu bikin aku tambah malu saja.

"Emang kita udah sampe sini sejak kapan?" tanyaku seraya turun dari boncengan lalu berdiri dihadapan Juna. Sumpah, aku malu banget.

"Ehm sejak.. 30 menit yang lalu mungkin?"

Ku runtuki kebiasaanku yang kalau sudah tidur lupa waktu. Aku benar-benar kesal dengan kebiasaanku itu. Besok lagi aku tidak akan begitu lagi! Bikin malu saja, huh.

"Oh, gi—gitu. Ya udah makasih ya Jun. Hati-hati di jalan."

Juna mengangguk, "Yoi, santai." setelahnya laki-laki itu mengayuh sepedanya, "Gws ya! Dadah!" pesannya sebelum dia mulai mengayuh sepedanya yang kian lama menjauh dan hilang dibelokan.

Selepas Juna pergi, aku langsung masuk kedalam rumah dan menepuk-nepuk pelan pipiku yang terasa panas sebelum aku ganti baju dan tidur agar pusingku sedikit berkurang.

ReasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang