9. Festival Preparations 1

13 4 0
                                    

   Jam pelajaran hari ini kosong dikarenakan warga sekolah sibuk mempersiapkan acara festival musik sekolah. Ya, besok adalah hari yang ditunggu-tunggu banyak murid baik di sekolah sendiri maupun sekolah lain karena festival ini diadakan untuk umum.

Aleksia yang tidak diberikan tugas apa-apa memilih untuk mendekam di perpustakaan dengan laptopnya yang berwarna putih. Ia meminjam beberapa buku antalogi puisi dan juga cerpen yang sudah tersebar rapih disamping laptopnya.

Yang harus Aleksia pikirkan sekarang adalah siapa yang akan membantunya membacakan semua buku yang ia pinjam? Sedangkan Yona sebagai anak kepsek sedang sibuk mengurus berkas-berkas acara besok. Matanya yang jeli mengamati sekitar siapa tahu aja menemukan sosok yang tepat untuk dimintai pertolongan.

Aleksia tidak menemukan satu orangpun yang ia kenal didalam perpustakaan ini kecuali Kak Rizky - petugas perpustakaan. Sebenarnya Aleksia tidak memiliki cukup banyak keberanian untuk meminta bantuan Kak Rizky. Terlebih Kak Rizky adalah mahasiswa yang sedang melakukan KKN dibidang perpustakaan karena memang jurusannya perpustakaan.

Aleksia berpikir sejenak dan mempertimbangkan hal ini. Disisi yang pertama dia harus melanjutkan puisinya untuk Harris J yang sempat terhenti beberapa hari terakhir ini dan disisi lain dia takut mengganggu Kak Rizky. Aleksia menggigit bibir bawahnya hingga berwarna merah. Dia memainkan jari-jarinya diatas meja dengan gusar.

Setelah beberapa menit Aleksia bangkit dari duduknya dan menghampiri Kak Rizky dengan langkah malu-malu. "Selamat siang, Kak?" sapa Aleksia sedikit ragu.

"Siang, ada yang bisa saya bantu?" Rizky menatap lekat Aleksia dengan jawaban to the point.

Aleksia menelan salivanyi, kemudian mencoba menenangkan dirinya. "Umm, anu i-itu Kak, bisa gak Kakak meluangkan sedikit waktu untuk membantuku?"

Rizky menautkan satu alisnya, "bantu apa?" sambil mengambil beberapa kartu perpus dan merapikannya.

"Bantu aku-" kalimatnya terpotong karena tiba-tiba ada yang menariknya secara paksa. Aleksia mengerang kesakitan.

Rizky meletakkan kartu perpus itu dan langsung membuntuti mereka.

Mereka berhenti didepan perpuastakaan namun agak sedikit lebih jauh. Alluna melepaskan cengkeraman tangannya itu dengan kasar. Aleksia meringis dan mengusap tangannya perlahan. Tidak berdarah namun cukup memberikan efek bercak merah.

"Denger baik-baik ya anak pungut! Lo disini tuh cuma SAMPAH!" cerca Alluna menunjukkan jari telunjuknya tepat didepan wajah Aleksia.

Deg.

Sampah? Kata itu berhasil membuat Aleksia lemas, bibirnya membeku, dan hatinya terasa sakit sekali. Apa dia seburuk itu sampai disamakan dengan sampah? Bahkan makanan busukpun tidak sembarangan bisa dikatakan sebagai sampah.

Aleksia tahu kalau dia memang tidak mempunyai kelibihan apa-apa selain membuat orang susah. Tapi apa tidak cukup penderitaan yang selama ini ia rasakan? Kenapa harus dia yang menerima semua ini? Kenapa Tuhan tidak berpihak padaku sekarang? Kenapa Tuhan memberikan semua ini padaku? Kenapa?

Aleksia terisak. Ia tak bisa membendung lagi segala unek-unek yang ada dalam hatinya. Semua terasa menyakitkan jika terus ia pendam.

"Kok malah nangis si?! Cengeng banget lo jadi orang! Gini ya, berhubung gue lagi baik jadi gue gak akan kasih hukuman ke lo. Tapi kalau nanti lo cari gara-gara sama gue, lo bakalan terima akibatnya!" ucap Alluna memberi peringatan.

Tak hanya tinggal diam Rizky lansung menangkis tangan Alluna dari hadapan Aleksia. "Siapa lo? Berani ngancem-ngancem gitu?" Rizky menatap manik mata Alluna tajam-tajam.

AleksiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang