Aleksia memeluk lututnya sambil memandangi kendaraan lalu lalang dari atas. Air matanya tidak ada habis-habisnya mengalir. "Harris. Andai aja kamu disini. Tahu semuanya. Apa kamu mau jadi teman aku? Rasanya itu sangat mustahil Harris. Kenapa kamu ditakdirkan tidak lahir disini? Di Indonesia? Mungkin kita bisa sering bertemu. Hiks. Hiks. Hiks."
Isakan Aleksia begitu dalam sampai dadanya terasa sesak. Tubuhnya yang mungil mulai melemah. Angin berhembus begitu deras sampai menghempas rambut hitamnya ke sembarang arah.
Pilihan menguncir rambut dengan karet jepang bukanlah hal yang tepat. Karet itu putus dan membiarkan rambut mulus Aleksia terurai.
Suara bisikan-bisikan dari kendaraan dibawah sudah tidak lagi terdengar ditelinganya. Semua terasa lenyap seketika, pandangannya gelap karena memang dia memejamkan matanya.
Aleksia membiarkan rok seragam sekolahnya basah oleh buliran air mata yang menetes. "Tuhaann... Hiks. Hiks. Kenapa ra rasanya sa sakit sekalii..." Aleksia mengadu sambil meremas ujung roknya sampai kusut.
Harris. Aleksia sangat ingin Harris disini. Menemaninya dan menjadi tempat pertama berteduh saat Aleksia mulai lengah bertahan hidup.
Kenapa dia harus memiliki mimpi se aneh ini? Mimpi yang sangat sulit ia dapatkan. Mimpi yang rasanya sangat mustahil meski berkali-kali dia mendengar 'tidak ada yang mustahil di dunia ini selagi Allah berkehendak' tetapi tetap saja Aleksia merasa itu tidak mungkin terjadi pada dirinya.
Aleksia semakin erat meremas-remas roknya, hingga telapak tangannya berwarna merah.
Tiba-tiba ada sesuatu yang menusuk-nusuk lengannya dengan benda pipih yang keras.
Aleksia mendongak, dan yang ia dapati adalah sorot mata elang dan senyum menyeringai kearahnya.
Aleksia menyipitkan matanya karena terik matahari yang memberikan efek silau meski sedikit tertutupi oleh bayangan Galaksi yang bertubuh tinggi kekar.
Kemudian Aleksia beralih menatap benda pipih yang sempat menusuk lengannya. Aleksia mengerutkan keningnya, bingung.
Galaksi tersenyum, kemudian duduk menyila persis di hadapan Aleksia. "Nih!" ucap Galaksi sambil menyodorkan handphonenya.
Lagi-lagi Aleksia mengerutkan keningnya. "Untuk apa?" tanyanya dengan nada berat. Karena efek isakan barusan.
Angin berhembus dengan cepat. Daun-daun kering mulai menari bersamaan dengan laju angin. Menyapu rambut keduanya hingga berantakan.
Galaksi merasa risih melihat wajah Aleksia yang terselimuti rambut hitam legamnya itu. Aleksia sendiri juga merasakan bagaimana beberapa helai rambutnya menempel diwajahnya. Apalagi wajahnya yang sempat basah oleh air mata.
Galaksi menggunakan tangan yang satunya untuk menyibak beberapa helai rambut yang menutupi wajah manis itu. Aleksia mulai merasakan deru jantungnya yang berdebar semakin cepat kala tangan besar itu menyentuh pipinya dengan lembut.
Bersamaan dengan Aleksia, Galaksi juga merasakan hal yang sama. Setelah Galaksi berhasil menyelipkan rambut itu dibelakang telinga, mata mereka kembali bertemu.
Galaksi tak pernah bosan melihat bola mata hitam dengan iris coklat yang memberikan sensasi berbeda dari cewek manapun. Yang hanya dimiliki oleh Aleksia.
Oh, apa yang terjadi pada dirinya? Kenapa Galaksi baru pernah merasakannya? Merasakan getaran yang merambat hingga uluk hatinya.
Aleksia memutus pandangan itu dengan melihat kesembarang arah. Dia tidak mau terjebak dalam situasi dimana dirinya benar-benar tidak ingin pergi. Itu sangat berbahaya bagi kesehatan jantungnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aleksia
Teen FictionTuhan, aku tak pernah menyesal dengan apa yang telah Engkau berikan, tapi tolong beri aku kekuatan untuk menghadapinya. Untukmu Harris, Apakah aku pantas menginginkan kau ada disampingku? Mengajarkan saya arti diksi yang sering kau berikan untukku...