(05) Versace vs Gucci

330 67 44
                                    

Sesuai permintaan Zayn, hari ini aku menemaninya jalan-jalan. Kupikir jalan-jalan yang ia maksud dia akan membawaku pergi bersenang-senang. Mungkin bagi perempuan yang mengejar-ngejar Harry dan Zayn kalau mereka dibawa ke tempat yang tidak menyenangkan sekalipun mereka akan mau asalkan bersama Harry atau Zayn. Mau siapa juga, aku tidak mau seandainya aku tahu akan begini jadinya.

Jadi, jalan jalan yang dimaksud oleh Zayn adalah belanja bersamanya. Aku sedang belanja dengan Zayn. Itu berarti memakan waktu yang sangat lama. Aku habis hari ini. Ini bukan pertama kalinya aku menemaninya berbelanja. Aku sudah pernah menemaninya belanja dan kupikir itu adalah untuk pertama dan terakhir kalinya aku menemani dia. Setelah kejadian itu aku berjanji pada diriku sendiri tidak akan mau menemaninya lagi. Oh Tuhan belum lagi Harry. Ini namanya aku disiksa dua kali. Kalau saja Zayn tidak membawa mobil, kemungkinan tanganku dan tangan Harry sudah penuh dengan barang belanjaan. Sebenarnya bukan Zayn saja yang belanja, tapi Harry juga. Aku diajak hanya untuk disiksa mereka.

Kami sedang jalan di Avenue Montaigne. Ini adalah pusat mode Paris dan terdapat banyak toko merek paling mewah. Mana mungkin aku menapakkan kakiku di tempat ini kalau bukan karena Zayn dan Harry.

"Kenapa kita membawa Mauve. Bikin susah saja." ucap Harry yang berada disamping kananku kepada Zayn. Aku ulangi, manusia sialan yang tidak pernah puas menistakan aku baru saja berkata pada Zayn kalau aku akan menyusahkannya? "Kau sudah membawa kebutuhan Mauve? Popok, susu, kenapa kau tidak membawa kereta. Kasihan Mauve, Zayn. Dia masih kecil nanti dia kelelahan bagaimana."

"Apasih Harry." kataku dengan melayangkan tinjuku pada perut Harry, meskipun aku tahu kalau itu tidak ada rasanya sama sekali. Setelah aku melakukan itu tangannya yang selebar tembok cina memukul jidatku. Aku tahu niatnya hanya bercanda, tapi itu berhasil membuat aku sedikit terdorong ke belakang.

"Ayo lawan aku. Kau berdua dengan pacarmu juga, aku masih menang," ucap Harry. Masih untung Zayn masih waras jadi dia tidak mau menanggapi perkataan Harry. "Eh. Maksudku pacar palsu. Hehehe."

Harusnya aku yang bertanya kepada Zayn kenapa dia membawa Harry.  Ini 'kan kencan pertamaku dengan dia. Eh, oh ya hubungan kami 'kan hanya pura-pura. Aku harus tetap sadar diri seperti kata Harry kalau ini hanya hubungan palsu. Aku tidak boleh larut di dalamnya. Di kontraknya juga tertulis kalau aku tidak boleh sampai jatuh hati pada Zayn. Lalu,

Bagaimana kalau justru Zayn yang jatuh hati padaku?

Yang benar saja duh. Itu tidak mungkin terjadi. Siapa aku? Mana mungkin Zayn sampai jatuh hati padaku.

"Zayn, kau yakin mau jalan dengan Mauve?" Dia tidak salah bertanya. Harusnya aku yang bertanya seperti itu pada Zayn. "Nanti orang-orang berpikir kita sedang menculik anak kecil."

"Oh. Kau sadar ya, kalau wajahmu memang seperti seorang penjahat."

"Mauve, aku mau meminjam ponselmu sebentar, boleh." ujar Harry. Ada apa dengannya, kenapa dia tidak membalas cemoohanku barusan. Aku membuka ponselku lalu memberinya pada Harry. Aku terus memperhatikan gerak geriknya sampai ia mengembalikan ponselku. "Terima kasih. Oh ya, kau semakin seperti anak kecil dengan pakaian seperti itu."

"Terus maumu aku memakai pakaian seperti apa agar aku terliat TUA sepertimu!" sungutku dengan menekan kata tua. "Jujur saja kalau aku terlihat menggemaskan."

"Kau tahu? Aku sedih karena kau. Bajumu mengingatkanku dengan tembok cat rumah dari nenekku."

"Kau pikir kau lucu. Aku lebih sedih melihat wajahmu. Wajahmu mengingatkanku dengan wajah tua dari kakekku."

"Oh cucuku sayang, ayo cium kakek," ujar Harry seraya mendekatkan pipinya pada bibirku. Yang ada aku hanya memukul pipinya. Setelahnya aku mengabaikan Harry yang terus menggoda aku.

ChamomileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang