4. Fakta Baru Tentangnya

17.6K 1.1K 22
                                    

hai... lama tydak menyapa.. 

semlamat membaca

Instagram: gorjesso


Naya merebahkan tubuhnya di atas sofa setelah menebar dengan asal tas dan blazer yang tadi kenakannya selama di kantor. Kepalanya mendadak pusing setelah menetahui fakta bahwa Fazran kemungkinan besar sudah tidak mengingatnya. Masih segar di ingatannya bahwa tadi saat makan siang bersama direktur utama barunya itu, dia harus memperkenalkan dirinya lagi.

Dia tidak mungkin 'kan salah mengenali orang? Jelas-jelas wajah dan namanya sama dengan sosok yang ia kenal 5 tahun yang lalu, jadi Naya percaya diri dengan ingatannya. Namun melihat semua sikap pria itu membuat Naya yakin bahwa mungkin Fazran masih mengenalnya, tapi sepertinya enggan untuk terlibat dengannya lagi. Karena lagipula dia bukan siapa-siapa lagi bagi pria itu, dan sudah meraih kebahagiaanya sendiri, dan mungkin dirinya saja yang masih belum bisa move on dari semua yang terjadi di masalalu antara dirinya dan pria itu sehingga mudah membuatnya merasa seperti dicampakan walau kenyataannya Fazran sah-sah saja melakukan itu karena tidak adalagi hubungan yang menyatakan pria itu peduli padanya.

Miris.

Naya tersenyum kecut usai menarik kesimpulan itu di otaknya. Dia merasa bodoh untuk tetap menjadi prioritas pria itu dengan alasan bahwa direktur utama nya itu adalah mantan kekasih—ah tidak.. mungkin lebih tepatnya mantan calon tunangannya. Sebelum kemudian pria itu meninggalkannya tepat sebelum acara pertunangannya dengan pria itu diselenggarakan dan dia ditinggalkan seperti sehelai pakaian yang sudah koyak dan ditinggalkan oleh sang pemilik yang kemudian beralih untuk mencari pakaian yang lain yang dari segi bahan, kualitas, dan harga bisa menjamin keutuhan kain itu untuk jangka waktu yang lama.

Sebenarnya Naya tidak ingin menangis, namun airmata itu tidak mau berhenti meskipun sudah sekotak tisu habis diulurinya sejak tadi dan jadilah dia semalaman menangisi kenangan pahit yang kembali menyerbu pikirannya. Dia tertidur usai menangis dan kelelahan amsih dengan bekas airmata yang belum mengering di wajahnya dan lelah yang belum bisa hilang dari tubuhnya.

///

"Nay, tolong mintakan tandatangan laporan ini kepada direktur utama." Manajer HRD yang bernama Pak Prabu mendekati kubikel Naya dan memerintahkan hal yang menurut jalur penyerahan laloran bukanlah demikian yang disampaikan oleh sang manajernya barusan.

"Bukankah seharusnya sekretaris bapak yang harus memintakan tanda tangan tersebut?" Tanya Naya meminta klarifikasi.

Karena sebelum-sebelum ini dia tidak pernah secara langsung meminta tanda tangan para petinggi perusahaan ini, dia hanyalah karyawan biasa dan bukan wewenangnya mengurusi hal demikian. Dia hanya harus membuat laporan dan meminta manajer yang menkoreksi, untuk urusan lembar pengesahan itu urusan manajer dan sekretarisnya.

"Iya saya tahu, tapi saya dan sekretaris saya sedang berdiskusi penting soal beberapa peraturan perusahaan yang akan digodok lagi karena pergantian pemimpin. Jadi karena laporan ini kamu yang buat, aku minta kamu temui direktur utama kita dan mintakan tanda tangannya." Jelas Pak Prabu.

"Tapi—"

"Apa kamu keberatan, Naya Iva Pratista?" Pak Prabu memotong kalimat Naya.

"Iya, pak.. saya akan meminta tanda tangan tersebut." Kata Naya menyerah, dan kemudian mengulurkan tangan meminta dokumen laporan yang tertata dalam amplop berwarna kuning.

Setelah sang manajer pergi dari hadapannya, dia lantas beranjak dari kubikelnya dan dengan berat hati melangkahkan kakinya menuju lantai 10 tempat dimana ruangan direktur utama berada.

Setibanya di lantai 10, suasana nampak sepi bahkan dia bisa mendenar jelas langkah kakinya yang terbalut high heels di telinganya. Naya berjalan melewati lorong setelah keluar dari lift, lantai ini memang hanya diisi oleh 3 ruangan yang pertama ruangan direktur utama dan yang kedua ruangan yang isinya kebutuhan sang direktur utama, kemudian yang ketiga ruangan sang asisten di depan ruangan direktur utama yang kemarin makan bersama di satu meja bersamanya itu terlihat serius di meja depan ruangannya, dimana asisten itu biasa menerima tamu dari sang direktur utama.

My Boss And His PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang