5. Kau Menolongku

118 8 2
                                    

"Hai kalian!!"

Ketiga preman itu tersentak kaget.

"Hai, memang kau siapa, ha?! Cowoknya? Atau calon suaminya?" gertak preman berbaju putih yang mempertaruhkan Nafata.

"Ha? Apa? Apa kalian sudah tidak waras? Ha...ha...ha...Aku sudah dijodohkan. Ha...ha...ha..." jawab lelaki berbaju kuning yang muncul dari lorong sana.  Sepertinya dia memang tidak waras atau,--- terpengaruh minuman beralkohol?

"Sudah biarkan saja, dia sedang mabuk," bisik teman preman berbaju putih itu, "jangan buang-buang waktu hanya untuk meladeni orang tidak jelas ini, bro."

"Baiklah, sekarang lebih baik lho tangkap wanita itu, atau lho bakal kalah taruhan malam ini," perintah bos dari preman itu.

"Hai, tunggu," lagi-lagi pria mabuk itu mencegah preman baju putih menangkap wanita taruhannya, "apakah kalian akan mengeroyok seorang wanita yang lemah? Ha...ha...ha...dia itu sendirian, sedangkan kalian bertiga, apakah kalian tidak malu? Ha...ha...ha..."

Ketiga preman itu sungguh murka setelah mendapat ejekan dari pria mabuk yang benar-benar sudah tidak waras dilihat dari cara berdirinya saja yang sudah sengkoyongan tidak jelas.

Tak menunggu lama, preman baju putih mendekati pria mabuk itu, "Apa maksudmu, ha?!"

Tiba-tiba saja, pria itu menarik kalung yang ada di leher preman baju putih.

"Hei, apa yang lho lakuin, lepasin kalung gue, lho udah nyakitin leher gue, bodoh."

Kedua preman yang sedari tadi hanya diam mematung kini ikut turun tangan. Mereka berdua mendekati kedua laki-laki yang sedang tarik-menarik kalung yang masih ada di leher pemiliknya.

Nafata hanya terdiam kaku, dia takut hendak lari atau melihat laki-laki yang sudah menolongnya dikeroyok.

Ketika kedua preman tadi berhasil menghentikan keributan dua laki-laki konyol itu, tiba-tiba saja,---

"Hai, lihat di belakang, polisi akan menembak kalian," teriak pria mabuk itu.

Seketika ketiga preman itu membalikkan badan dan mengangkat kedua tangan mereka masing-masing. Pria mabuk itu dengan cekatan berlari sengkoyongan menghampiri Nafata dan menarik tangan kirinya. Nafata hendak mengelak, tapi tangannya dipegang sangat kuat, sehingga dia hanya bisa pasrah ikut berlari di belakang pria mabuk itu.

Ketika menyadari bahwa pria mabuk itu telah mengelabuhi mereka, ketiga preman itu tak segan-segan untuk membalaskan dendam kepada pria mabuk yang sudah melarikan diri membawa wanita taruhannya.

Ketiga preman itu segera berlari mengejar mereka berdua. Karena tenaga pria mabuk itu sangat lemah, mudah bagi para preman itu untuk menjangkaunya.

Sadar bahwa jarak mereka sangat dekat, pria mabuk itu menghentikan langkahnya. Nafata semakin takut. Pria itu membalikkan badan, menatap tajam ketiga preman yang sudah berdiri di hadapannya.

"Hai kalian, lawan saja aku sekarang, wanita ini bukan tandingan kalian," ucap pria itu masih memegang tangan Nafata dengan erat.

"Ya, itu pasti, dan kami tidak akan membiarkanmu menikmati hembusan nafas segar besok hari," jelas bos preman sembari melangkahkan kaki mendekati pria mabuk itu. Pria itu melepaskan tangan Nafata pelan-pelan dan melangkahkan kaki ke depan.

"Aa...!!!" teriak pria itu setelah bos preman melayangkan tendangan pertamanya.

Nafata benar-benar takut. Ia tidak mungkin membiarkan orang yang sudah menolongnya kehilangan nyawa. Nafata segera memikirkan sesuatu dalam kepanikan. Dan akhirnya Nafata menemukan ide. Dia segera mengambil kesempatan untuk berlari. Namun dia mungkin kurang teliti dalam memilih waktu sehingga preman baju putih mengejar dirinya.

Hafidzah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang