Malam bermain bersama hujan dan awan. Bintang dan bulan bersembunyi di balik kebahagiaan mereka, mungkin bintang dan bulan merasa sedih, sama dengan gadis itu. Gadis yang menyelinap dalam malam untuk mencurahkan sedih dan takut yang dirasa kepada Sang Robbi.
"Ya Allah, bagaimanapun juga, hamba hanya manusia biasa, yang berlumuran dosa, sungguh hamba yakin Engkau Maha Pemberi Taubat dan Maha Pengampun, Engkau Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, sepandai-pandainya hamba berkata-kata kepada-Mu, tapi sungguh Engkau lebih pandai memahami setiap kata yang hamba ucapkan, Ya Allah," Nafata tertunduk dalam duduknya, tetes demi tetes air mata mulai membasahi pipinya, hatinya berdetak kancang, terisak-isak terus berdoa.
"Ya Allah, hiks...hiks..., Ya Allah, jika memang laki-laki yang akan dijodohkan dengan hamba adalah laki-laki yang baik maka hamba mohon lindungilah kebaikannya dalam ridha-Mu, dan jika laki-laki itu tercatat orang yang lalai, maka hamba mohon, hiks..., berilah petunjuk-Mu kepadanya hingga kelalaiannya berubah menjadi ketakwaan dan keimanan di dalam ridha-Mu, Ya Allah, sesungguhnya Engkau lebih mengetahui apa yang tidak hamba ketahui," mohon Nafata lalu bersujud.
Setelah selesai melaksanakan sholat tahajud, Nafata segera menenangkan diri, lalu memgambil Al-Qur'an merah di atas meja yang berada di belakanngnya. Ia segera membaca doa sebelum membuka Al-Qur'an dan menambah hafalannya. Tak lama kemudian, ia segera membuka juz 28 Q.S Al-Mujadila ayat 10.
"Bismillaahirrahmaanirrahiim, innamannajwa...."
***
"Nafata!!!" teriak seorang laki-laki di sebuah rungan yang gelap. Seketika laki-laki itu terbangun dan segera menunduk dalam duduknya. Ia memegangi kepala berambut hitam legam dengan potongan stik itu, seakan pusing memikirkan sesuatu. Laki-laki itu kemudian menengadahkan pandangannya, melihat jam dinding di sudut kamarnya yang sedikit buram dalam gelap.
"Ck, baru jam tiga lebih sepuluh," keluh laki-laki itu. Ia segera berbaring lagi di atas tempat tidur meski tidak bisa menutup mata lagi.
"Aw...," laki-laki itu mendadak merasakan sakit pada punggungnya. Ia baru saja menyadari sesuatu, bahwa punggungnya sakit karena menolong gadis itu. Sesaat pikirannya melayang, mengingat gadis itu saat mengompres luka pada punggungnya.
"Kenapa si, kok gue bisa tiba-tiba mimpiin cewek yang baru aja gue kenal selama satu hari---," laki-laki itu terdiam sejenak, "apa iya gue kangen ya sama dia? atau mungkin---, dia kangen sama gue?"
Seketika wajah laki-laki itu berbinar dalam gelap. Senyum pada bibir merahnya begitu menawan. Alis tebalnya turut berbahagia mendampingi mata sipit dengan bola mata hitam sedikit biru di tengahnya. Laki-laki itu tak henti-hentinya mengingat-ingat gadis yang baru saja menjadi bunga tidurnya.
Dert....Dert....Dert....
"Iya, halo?" tanya laki-laki itu pada seseorang di seberang sana setelah mengangkat telfon yang ada di bawah bantalnya.
"Lex, lho nggak dateng ke markas hari ini? Dari semaleman kita nungguin lho tau!"
Alex hanya berdecak malas mendengarkan ocehan temannya tanpa menjawab sepatah katapun.
"Lex, lho kenapa si? Lagi ngigo ya?"
"Enak aja, nggak ya, eh gue ngantuk, mau tidur, bay," ucap Alex singkat lalu menutup telfonnya. Tanpa berfikir panjang, Alex melempar handphonenya ke atas almari yang berada di hadapan tempat tidurnya.
"Ganggu aja, nggak tau orang lagi seneng apa?" kesal Alex. Tiba-tiba saja pandangannya terarah pada kaca besar di samping almari yang dibiarkan telanjang tanpa ditutup korden. Ia baru menyadari bahwa sedari tadi hujan telah turun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hafidzah
General FictionLembaran baru gadis yang baru saja lulus sekolah SMA itu kini telah terbuka lebar. Gadis jelita penghafal Al-Qur'an, yang selalu menjaga dan menutupi auratnya. Teka-teki, misteri, dan berbagai ujian tak hentinya selalu mengiringi setiap hembusan...