10. Perjodohan

74 5 6
                                    

"Mama sama Papa belum pulang, Mbok?" tanya Nafata sembari menyiapkan makan malam di meja makan.

"Belum, Non, tapi  tadi Nyonya telfon, katanya Non Nafa jangan pergi ngaji dulu, tunggu Nyonya pulang karena hari ini tugas Nyonya selesai, jadi Nyonya nggak nginep di apartemen lagi, dan sekitar habis isya Nyonya sampai, katanya si ada hal penting yang mau Nyonya omongin sama Non," jelas mbok Mirsa panjang lebar.

"Hal apa yang mau Mama omongin, tumben banget," tanya Nafata pada dirinya sendiri karena mbok Mirsa sudah terburu pergi ke belakang menuju westafel untuk mencuci piring.

Nafata duduk sendiri di meja makan setelah makan malam siap. Sembari menunggu mbok Mirsa yang hampir selesai mencuci piring, Nafata mencoba memejamkan mata, lalu memuraja'ah hafalannya. Tak lama kemudian, akhirnya mbok Mirsa menghampiri Nafata, "Lhoo, kok belum makan, Non?"

"Eh, Mbok, sudah selesai, sini makan bareng sama Nafa," ajak Nafata setelah melihat mbok Mirsa yang berdiri di sampingnya.

"Tapi, Non,---"

"Sudah, nggak papa Mbok, lagian akhir-akhir ini kan Nafa makan malam sendirian terus, apa Mbok nggak kasihan?" keluh Nafata sedikit manja. Mbok Mirsa hanya tersenyum seraya mengiyakan ajakan Nafata.

Mereka berdua makan malam bersama dengan ceria. Sesekali Nafata menyuapi mbok Mirsa, begitupun sebaliknya. Hingga tak terasa jam dinding di sudut rumah Nafata sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Suara adzan terdengar nyaring dari kejauhan. Nafata segera membereskan meja makan setelah selesai makan malam. Sedangkan mbok Mirsa mencuci piring dan peralatan makan yang kotor.

Nafata segera menuju kamarnya setelah dirasa meja sudah beres. Ia memasuki kamar mandi sesampainya di dalam kamar untuk berwudhu. Tak menunggu lama, Nafata segera mengenakan mukena sesudah berwudhu dari kamar mandi. Ia pun segera melaksanakan sholat isya dengan kusyu'.

***

Malam semakin larut. Langit sunyi tanpa adanya bintang yang menemani bulan. Bulan sabit yang buram itu mulai sedikit tertutup awan mendung, sehingga sunyi senyap makin terasa. Dari kejauhan terlihat pintu gerbang rumah megah bak istana itu terbuka setelah seorang satpam menyuruh dua pria penjaga membukanya. Dua penjaga dan satu satpam berdiri menunduk di luar gerbang setelah mempersilahkan seorang laki-laki dengan motor ninja hijaunya memasuki halaman rumah.

Setelah dirasa putra tunggal atasannya itu sudah memasuki halaman rumah dengan aman, satpam tersebut menyuruh kedua penjaga itu menutup kembali gerbang tinggi yang bercat hitam legam. Di sisi lain, seorang laki-laki dengan motor ninja hijaunya itu terdiam bingung di tempat parkir.

'Mobil siapa ini?'

Laki-laki itu terus saja memandang bingung mobil silver bergradasi emas yang terparkir di samping motornya. Tak menunggu lama lagi ia segera turun dari motor, melepas helm, dan mengambil kontak motornya lalu pergi berjalan melewati taman di samping kolam air mancur besar. Setelah sampai di depan pintu besar yang terukir bunga membentuk huruf "B", dua penjaga berseragam hitam membukakan pintu untuk laki-laki itu.

Dengan terburu-buru, laki-laki itu menaiki tangga setelah melewati ruang tamu. Ia hendak menghampiri kamar ibunya, namun langkahnya terhenti di ruang keluarga. Laki-laki itu terdiam ketika melihat dua orang duduk di sofa keluarga membelakangi dirinya. Tampak seorang wanita paruh baya berbaju biru panjang dengan kalung emas dan rambut yang digelungnya sedang berbicara serius dengan seorang pria yang lebih muda darinya.

"Mama...," panggil laki-laki itu membuat mereka berdua memutar kepala menatap dirinya.

"Hai, Alex, kebetulan, dari mana saja kamu, Mama udah nunggu kamu dari tadi," wanita paruh baya itu menghampiri Alex lalu menarik tangannya. Sedangkan Alex hanya bisa pasrah menuruti ibunya.

Hafidzah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang