II. KISAH KUCING DI MASA LALU

994 174 29
                                    

Shin Ryujin, gadis delapan belas tahun, mahasiswi fakultas ilmu budaya, terkenal dengan sifatnya yang random, dan kecintaannya pada kucing.

Awal kecintaannya pada kucing ialah saat ia berumur enam tahun. Saat itu Ryujin merengek pada ayah untuk dibelikan istana barbie setelah ia rampung menonton Mariposa. Sang Ayah menolak karena Ryujin memiliki sifat ajaib, ia selalu bisa merusak barang apa saja yang ia mainkan. Ryujin, si magic hands.

Keinginannya yang tak dituruti itu, membuat Ryujin mengurung diri di kamar. Lelah karena menangis, Ryujin jatuh tertidur. Entah kenapa, sejak kecil Ryujin sering mendapat mimpi tentang kucing. Anehnya, dari banyaknya kucing di dunia, Ryujin selalu memimpikan mackerel cat. Sesekali ia juga memimpikan ginger cat.

Tidak banyak orang yang tahu, kecuali ayah, mama, dan Somi bahwa Ryujin memiliki tiga garis memanjang di tengkuknya seperti bekas cakaran. Tanda ini juga didapatkan Ryujin di hari yang sama saat ayah tidak mau membelikan istana barbie.

Setelah Ryujin terbangun dengan mata sembab, kamar Ryujin yang menghadap langsung ke halaman rumah kedatangan tamu kecil. Seekor kucing tengah duduk di kusen jendela.

Mackerel cat.

"Hey, little kitten!"

Ada sebab mengapa Ryujin membiarkan kucing itu memasuki kamarnya. Entah semua kucing memang punya binar mata serupa permata, entah hanya kucing ini saja. Karena binar mata itulah Ryujin tak mempermasalahkan kucing itu untuk berada di atas kasurnya.

Jelasnya, sejak saat itu Ryujin menyukai segala jenis kucing.

"Aww kamu lucu banget, sih!" Ryujin tak berhenti memainkan kucing itu.

"Pok ame ame belalang kupu-kupu, siang makan nasi kalo malam minum su..

Eh, kamu enggak punya nenen berarti kamu cowo, ya."

"Kamu laper enggak? Aku laper, nih. Kamu doyan bubur bayi? Soalnya aku cuma bisa bikin itu."

Seperti seorang ibu, Ryujin menggendong sang kucing menuju dapur. Dengan gerakan hati-hati, Ryujin diam-diam membuat bubur bayi yang selalu mama belikan karena Ryujin masih sering memintanya.

"Sini aku suapin, ya."

"Buka mulutnya dong, aaaa."

Tentu saja si kucing tidak mau.

"Yah, buka mulutnya, dong! Aku udah capek ya bikinin kamu bubur!" Dengan paksa, Ryujin membuka mulut si kucing dan menjejalnya dengan bubur bayi.

Tentu saja si kucing meronta. Ryujin tahu kalau kucing itu punya cakar dibalik kaki mereka yang berselimut rambut halus, sehingga ia tak ingin memaksa lebih lagi.

"Ck, dasar kucing nggak tahu terimakasih!"

Ryujin menghela napas, memandang air kolam yang tenang.

"Aku benci ayah. Dia jelek," Ryujin bermonologㅡtidak, ia berbicara pada kucing itu.

"Ayah nggak mau beliin aku istana barbie. Aku tahu ayah punya banyak uang, tapi ayah lebih pelit dari mama. Laki-laki yang paling jelek adalah laki-laki yang pelit."

"Ayah jelek."

Tanpa sadar kucing tersebut sudah berpindah ke pangkuan Ryujin. Menggesek-gesekkan ekornya, seperti mengajak Ryujin bermain agar gadis kecil itu tidak lagi menangis.

Hari itu, Ryujin memang tidak mendapat istana barbie keinginannya, tapi hari itu Ryujin mendapat satu teman baru.

Si kucing bukan lagi hanya si kucing, melainkan Jinnie, kucing pertama Ryujin yang ia temukan sedang duduk di kusen jendela kamarnya saat ia terbangun dari tidur. Mungkin Jinnie juga yang memberi tanda cakaran pada Ryujin saat gadis itu tertidur.

Entahlah, Ryujin tidak peduli.

Sejak saat itu, Ryujin tidak pernah melepas Jinnie. Hari-harinya ia habiskan untuk bermain dengan Jinnie.

"Ryujin, cepet kamu mandiin Jinnie!" teriak mama dari dalam rumah.

"Jinnie, aku males kalo mandiin kamu. Gimana kalo kamu mandi sendiri?"

Kemudian, Ryujin memasukkan Jinne ke dalam bathup penuh dengan busa sabun yang akhirnya Ryujin harus kena omel mama karena hampir membuat Jinnie mati.

Kadangkala, Ryujin yang masih menyukai bubur bayi juga menjejalkannya pada Jinnie.

"Ayo, makan ih! Enak tau!"

"Ryujin kamu engga boleh maksa Jinnie begitu!" omel ayah.

Atau saat Ryujin bermain mandi bola, saat ia menjajal perosotan, Ryujin hampir saja menduduki Jinnie yang berada di bawah.

"Ryujin hati-hati itu ada Jinnie di bawah!"

Kalau tidak diselamatkan mama, mungkin Jinnie sudah jadi kucing penyet.

Ryujin yang merasa bersalah, hampir menangis saat itu. "Maaf, Ma. Ryujin enggak lihat soalnya Jinnie ketutupan banyak bola."

Berapa kali pun kecerobohan Ryujin, Jinnie tidak pernah berhenti mengikutinya. Bahkan ketika gadis itu tertidur, maka Jinnie akan selalu ada di samping gadis itu untuk memberikan usapan lembut dengan ekornya.

Meskipun begitu, ada suatu pagi dimana Ryujin terbangun tanpa ada Jinnie di kamarnya. Hal pertama yang Ryujin temui saat membuka mata harusnya adalah kerlingan Jinnie dengan sorot matanya yang serupa permata, namun pagi itu ia hanya menemukan kamarnya yang kosong.

"Jinnie!"

"Jinnie, sini!"

Ryujin keluar kamar dengan panik. "Ayah! Ayah lihat Jinnie?" tanyanya pada Ayah yang sedang menonton tv kala itu.

"Ayah belum lihat Jinnie hari ini."

Tergesa, Ryujin menghampiri mama yang sedang menyeduh teh. "Mama, liat Jinnie nggak?"

"Enggak, sayang."

Dengan mata berkaca-berkaca, Ryujin berlari ke kamar dengan harapan Jinnie mungkin sedang tidur di kamarnya. Namun nihil, kamarnya masih sama kosong.

Satu hal yang disadari Ryujin adalah saat angin berhembus meniup korden kamarnya. Jendela itu terbuka dan Jinnie tidak ada di rumah.

Mungkin itu adalah pertama kalinya Ryujin kecil merasakan kehilangan. Semenjak Jinnie hilang, Ryujin berubah menjadi anak pemurung. Ia selalu melamun memandang keluar jendela, pun selalu berdoa bila ia terbangun dari tidur, ia akan menemukan seekor mackerel cat sedang duduk di kusen jendelanya.

Namun, semakin Ryujin menghabiskan waktunya duduk di tepian jendela, semakin Ryujin sadar bahwa mungkin saja ia hanya membuang waktu.

Kehilangan kucing kesayangannnya bukan berarti Ryujin tidak lagi menyukai kucing. Bahkan, sejak Ryujin memutuskan untuk mengikhlaskan Jinnie, kebiasaannya yang membawa kucing pungut mulai menjadi.

Ryujin memang tidak lagi bersama Jinnie. Akan tetapi, ketidakberadaan Jinnie tidak membuat Ryujin lupa. Tiga garis serupa cakaran di tengkuknya seolah menjadi pengingat bahwa ia pernah memiliki Jinnie sebagai teman pertamanya.

CAT HWANG;ㅡhwangshinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang