Lima

112 9 0
                                    

Matahari terik di atas sana, nyatanya mampu menembus cowok cowok tinggi yang berbaris di depan Atha. Karena sekarang, keringat Atha telah menetes dari dahinya. Panas sekali.

Apalagi di depan sana, guru yang berdiri sebagai pembina upacara, tak henti henti memberikan amanat. Atha bahkan tak tahu apa saja yang dibicarakan. Perempuan itu sibuk mengipas wajahnya dengan tangan.

"... Ya pokoknya jangan dicontohlah, murid yang suka terlambat kayak dia. Siapa nama kamu?" Guru bertubuh gemuk dengan rambut keriting sebahu itu menciptakan aura mencekam.

"..."

"Hah? Bata?"

"..."

"Oh... Bara. Kebiasaan kamu ini..." Sang pembina upacara melanjutkan pidatonya yang sempat terjeda iklan.

Matilah Atha! Dia kan sudah ditugaskan Bara untuk mengizinkan ke guru piket kalau Bara bakalan agak terlambat. Bagaimana dia bisa lupa!

Atha menjenjangkan lehernya. Melihat ke depan sana dengan susah payah. Ia merutuki pilihannya untuk berbaris dibelakang cowok tinggi.

"Lo ngapain?" Tanya seorang lelaki yang melihat gelagat aneh Athari sejak tadi.

"Liatin dong tolong! Itu siapa yang di hukum sama pembina?" Ujar Atha ke cowok tak dikenal di depannya.

"Oh... Itu Barasthia. Anak kelas 11 IPA 2. Lo sekelas sama dia? Kok gue nggak pernah tau lo ya"

Atha menggeleng pelan.

"HEH KALIAN!"

Aduuuuh apalagi ini. Atha menggerutu terus menerus. Menatap malas guru lelaki yang sempat memarahinya di depan ruang guru tadi, seketika menarik lengannya ke belakang. "KAMU NIAT UPACARA ATAU MALAH PACARAN?"

Atha tak menjawab. Bahkan pasrah saat guru itu menarik Atha untuk ke depan. Menemani lelaki yang juga berdiri di samping pembina.

Atha menatap Bara merasa bersalah. Tapi mau minta maaf kan jaga image juga. Jadi yang ia lakukan hanya menundukkan kepala. Tak berani menatap Bara.

Gadis itu berbaris disamping kiri Bara menghadap selatan. Saling berhadapan dengan barisan murid murid lain.

Untung saja, amanat pembina upacara sudah selesai. Jadi Atha tidak dinasehati secara terang terangan melalui microfon seperti Bara tadi.

Tak ada yang berbicara antara Atha dan Bara. Lagipula disamping mereka pembina upacara, mereka tidak mau memperkeruh keadaan.

Bara meraih pundak Atha. Membalikkan posisi mereka. Membuat Atha mengernyit bertanya tanya. Namun kernyitan itu hilang saat wajah memerah gara sinar matahari pagi, mulai terhalangi dengan tubuh tinggi Bara.

Atha tersenyum kecil. "Kata Tony Stark... I am Iron Man" Bisik Atha menggoda Bara sambil sedikit mendongakkan kepalanya.

Sedikit memelencengkan ekspektasi Bara jika gadis itu akan berkata I Love You 3000.

Bara mendengus geli. Menggigit bibir bagian dalamnya untuk menahan senyum yang kian ingin melebar.

***

Bara dan Atha berjalan beriringan di koridor sekolah setelah mereka ke kantin sebentar untuk membeli air mineral.

Bara sudah memaafkan kecerobohan Atha yang tidak mengizinkan dia ke guru piket hingga lelaki itu di hukum saat upacara. Lagipula, Atha langsung dapat karmanya. Hingga keduanya dihukum bersamaan tadi.

"Gue kok merasa dari tadi diliatin orang orang ya?" Atha menatap sekitarnya. Terlebih perempuan perempuan yang melewati mereka. Menatap mereka berdua dengan tatapan yang amat sulit diartikan.

Bagaimana tidak. Bara loh ini! Cowok yang masuk ke deretan cowok ganteng yang kalo dimodusin sama cewek cewek walaupun ceweknya cantik untuk pulang bareng selalu menolak, malah jalan dengan santainya dengan anak baru.

Cowok ganteng yang kalo disapa cuma mengangkat kedua alis tapi udah bikin meleleh, malah dengan santainya ngobrol dan beli air mineral bareng sama cewek yang mereka anggap asing.

Sepatunya couplean pula!

Apa Bara emang sebucin itu? Pikir mereka.

Bara itu sering diberi para cewek oleh oleh gelang yang serupa dengan milik mereka, gelang mahal bahkan, niatnya biar samaan, tapi gelang itu malah bernasib paling mentok jadi kalung kucing. Eh... Sekarang malah...

"Gue emang famous disini" Bara meneguk air mineral dingin di tangannya. "Mereka itu nggak ngeliatin lo. Tapi gue."

Atha berdecih tak terima.

"Tuh kelas lo" Bara menunjuk ke arah kelas yang berada di salah satu pertigaan koridor. Jika lurus ke arah kamar mandi murid. Letak kelasnya tepat dibawah tangga menuju ke kelas 10.

Atha mengangguk cepat. "Thank you bos"

Bara mengangkat kedua alisnya, lalu melangkah menjauhi Atha. Tapi... Tunggu sebentar. Bara membalikkan tubuhnya. "Tas lo dimana?"

"Ya ampun" Atha menepuk dahinya cukup keras. "Gue titipin di UKS"

Perempuan itu berlari kecil meninggalkan Bara yang menggeleng tak percaya dengan tingkah sahabatnya. Tidak pernah normal.

Atha masih ingat kok letak UKS. Lagipula, sekolahan ini tidak terlalu luas karena banyak bangunan, jadi mudah menghafalnya.

"Permisi" Atha mengetuk pintu UKS.

Seorang perempuan tinggi, dengan kulit kuning langsat, dan body goals banget keluar dari dalam UKS. Lengkap dengan seragam PMR dan topi berlogo PMR.

'Cantik ya. Tadi kan gue titip ke yang ganteng' Batin Atha tidak terima.

"Nyari temennya ya?" Tanya petugas PMR tersebut.

Atha menggeleng pelan. "Ambil tas"

"Tas?"

"Nih" Seorang lelaki yang Atha anggap tertampan dibanding petugas PMR lain keluar dari dalam UKS sambil meyodorkan tas hijau muda dengan tangan kanannya.

Atha menerima dengan ragu. "Makasih" Ujarnya sebelum kembali menuju kelas baru yang akan ia tempati. Hem... Atha tidak sabar rasanya.

Kelas 11 IPA 4 terbuka dengan lebar. Pintunya. Atha melangkah dengan mantap ke dalam kelas setelah mengetuk 3 kali dan mengucapkan salam.

"Hei..." Semua aktivitas terhenti. Menatap ke 1 titik. "Gue Atha, anak baru di kelas ini" Atha tersenyum kikuk, menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Dia cewek yang ada di foto grup sekolah 'Angkatan 54 Brawijaya' " Teriak salah satu murid perempuan yang duduk di dekat meja guru sambil menunjukkan ponselnya ke teman sekelas.

Semua murid ricuh kembali. Bahkan beberapa malah menatap Atha tidak suka. Yang menjadi pusat perhatian malah terdiam tidak mengerti.

"Kalian apa apaan sih! Ada temen baru malah digosipin" Sebuah suara mengintrupsi. Keadaan hening kembali. Hanya ada beberapa yang saling berbisik.

"Nama lo Atha kan? Gue Okta" Perempuan dengan jilbab putih untuk hari senin, menghampiri Atha sambil menyodorkan tangannya berniat menyalimi.

"Gue Athari" Atha menyambut tangan Okta dengan senang hati.

"Lo bisa duduk sama gue. 2 tempat duduk untuk 3 orang sementara. Biar nanti ketua kelas minta 1 bangku lagi buat lo" Okta menarik pelan pergelangan tangan Atha untuk mengikutinya menuju bangku yang berada agak tengah.

"Itu Windu" Perempuan yang merasa dipanggil namanya mendongak.

Sedikit mengumpat mengetahui fakta bahwa cewek cantik tapi aneh yang ia temui di ruang guru tadi pagi malah menjadi teman sebangkunya dengan Okta untuk sementara waktu.

AthariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang