Wati duduk di depan televisi dengan Tyo, Ayah Atha. Menonton serial TV kesukaan mereka. Sebenarnya kesukaan Tyo, karena saat ini TV mereka menayangkan sepak bola.
Mereka duduk dengan mesra, hingga anak keduanya datang, memeluk mereka dari belakang. Pasti ada maunya. Mengganggu saja!
"Eh, tumben dandan gini. Mau kemana?" Tanya Wati kepada anaknya yang saat ini sudah duduk tengah tengah antara Wati dan Tyo.
Atha memakai atasan sweater merah maroon dan bawahan jeans hitam. Leo nggak bilang mau ngajak Atha kemana. Tapi kalau malam, biasanya Bara menyuruh Atha pakai sweater. Takut dingin.
"Atha mau izin keluar sama Leo ya Mama Papa tercinta" Atha menunjukkan senyum terbaiknya.
Ayah Atha melirik jam dinding "Ini udah jam 7 loh Tha. Leo siapa? Tumben nggak sama Bara" Tyo menatap Atha bertanya.
"Yang jemput kamu tadi pagi ya? Tapi jangan pulang malem malem loh" Kali ini Wati yang berbicara "Mama sih lebih setuju kamu sama Bara Tha. Leo kalo ngajak kamu keluar nggak pernah izin ke orang tua kamu langsung. Mama pokoknya timnya Bara!"
"Kalo Leo lebih tajir, sama Leo aja tapi" Tyo menengahi.
Membuat Atha terkekeh. Tidak ada yang normal dari keluarganya. Tapi itulah yang buat Atha jadi betah di rumah. Sudah mendapat izin, tinggal berdoa saja kalau kencannya kali ini tidak diketahui oleh Bara.
Kadang Atha merasa kalau Bara lebih jahat daripada orang tuanya. Lebih suka mengatur dan marah marah.
Suara motor terdengar dari luar. Membuat Atha buru buru memakai sepatu sportnya, dan membuka pintu depan. Ada Leo yang duduk di atas motor ninja hijau, dengan helm full face hitam. Jangan jangan itu Bara.
Atha berjalan mendekat. Ia menghembuskan nafas lega saat Camaleo membuka kaca helmnya. Mata agak sipit dengan alis tebal dan kulit putih itu langsung membuat Atha yakin bahwa itu benar benar Leo.
"Kita mau kemana sih?" Tanya Atha setelah perempuan itu duduk di jok belakang motor Leo, dan memasukkan tangannya ke saku jaket lelaki itu. Perintah Leo sendiri.
Leo tak menjawab. Hanya langsung menderukan motornya meninggalkan gang rumah Atha.
Motor Leo berjalan berdampingan dengan motor motor lainnya.
Rambut Atha terbang tertiup angin. Membuatnya merutuki diri sendiri mengapa tidak mengikat rambutnya.
Mereka berdua benar benar seperti pasangan yang sedang berkencan. Yang lelaki tampan, yang perempuan juga cantik. Pasangan yang klop banget dimata orang orang yang melihat.
Motor Leo memelan di sekitar warung warung lesehan di pinggir jalan. "Kita makan dulu disini nggak papa kan Tha? Atau lo mau makan di resto aja?"
Atha membuka kaca helmnya. "Disini aja". Pokoknya sama Leo mah, yang sederhana jadi luar biasa.
Warung lesehan yang menjual macam macam lalapan dan penyetan itu lumayan ramai pengunjung.
Kalo sama Bara, Atha pasti memesan kepala bebek. Tapi kan makannya harus krokot krokot. Nggak bisa kalem. Jadi kali ini, dengan sangat berat hati, Atha memesan paha ayam. Walaupun kepala bebek tetap nomer 1.
"Rumah lo dimana sih?" Tanya Atha disela sela makan mereka.
Leo menerawang, lalu bergidik.
"Nyokap gue pergi ninggalin gue waktu gue kelas 1 SMP. Kalo bokap, sekarang dia nerusin usaha kakek gue gitu. Jarang pulang. Jadi gue bisa free kemana aja gue mau. Ngabisin uang yang selalu ditransfer ke rekening gue. Tapi sekarang gue tinggal di apartemen deket sini sih" Leo tersenyum lebar.
Bukannya Atha peramal, tapi siapapun tau bahwa senyum Leo tidak sepenuhnya menampilkan kebahagiaan atas kebebasan yang ia punya, bahkan tidak sama sekali. Atha juga tahu alur yang diceritakan Leo belum sepenuhnya lengkap.
Atha manggut manggut, lalu setelahnya menghabiskan makanan yang sempat ia anggurkan.
"Lo mau gue kenalin temen temen gue?" Tanya Leo tiba tiba sambil menyelipkan anak rambut Atha ke belakang telinga.
Atha takut wajahnya memerah. Cewek itu pernah baca di sebuah blog, kalau cowok sudah mulai mengenalkannya dengan keluarga atau teman dekat, itu tandanya hubungannya sudah serius.
Eh! Tapi kan... Atha memukul kepala yang berpikiran aneh itu pelan. Dia bahkan baru kenal sama Leo. PDKT juga baru hari ini. Jangan terlalu berharap Tha!
"Tha"
"Eh iya?" Atha jadi gelagapan kan gara gara bertengkar sama pemikirannya sendiri.
"Mau?" Kali ini Leo menggenggam tangan Atha dengan tangan kirinya yang bersih, tidak ada bekas sambal lalapannya.
Aduh... Rasanya Atha ingin sekali berlari ke Bara, dan menceritakan betapa menyenangkannya jatuh cinta. Sayangnya, lelaki itu jauh sekarang.
Atha dengan segala kepasrahannya setelah mendapat rayuan Leo, akhirnya setuju untuk dikenalkan ke teman teman cowok itu. Atha kira ia akan dikenalkan di cafe atau tempat makan lain, eh... Ternyata...
"Ini tempat apaan?" Tanya Atha menatap tempat remang bertuliskan Oreo Disc didepannya setelah Leo memarkir motor. Dentuman musik terdengar seperti teredam dari dalam.
"Ini club yang biasanya gue buat kumpul"
Keringat dingin memenuhi tangan Atha. Gadis itu bahkan baru berumur 17 tahun bulan Mei kemarin. Ia tak yakin bakal diizinkan orang tuanya dan Bara kalau tempat ini yang ia kunjungi.
"Nggak usah takut. Ada gue" Leo menggenggam tangan Atha. Berusaha meredam ketakutan perempuan itu akan tempat asing.
Mereka berdua memasuki Oreo Disc. Dentuman musik yang tadi tak terlalu terdengar, menjadi keras menusuk telinga.
Ada DJ di lingkaran utama tempat ini, yang dikelilingi orang orang yang menari mengikuti irama musik. Leo berjalan menuju beberapa lelaki yang saat ini sedang terlihat meminum bir di salah satu table. Menyalami mereka semua.
Jujur, Atha takut sekali. Apalagi saat mencium bau bau alkohol yang masuk ke indra penciumannya.
"Wah, lacur baru lo?" Tanya seorang lelaki berkulit eksotis sambil meminum bir di tangannya.
"Ye... Bercanda lo gak lucu Bril. Kenalin ini Atha" Ujar Leo ke lelaki yang Atha tau bernama Brili. Atha juga tak suka bercandaan Brili tadi, perempuan itu menyalami sambil melirik sinis. "Tha, ini Brili, yang itu..." Leo menunjuk 2 temannya lain. Tampan semua. "Itu Nala sama Ombak namanya."
Aduh, Atha pengen pulang. Sangat tidak nyaman dengan ini semua. Tapi tidak enak juga dengan Leo. Kalau Bara tau, bisa bisa dia marah besar dan benar benar melarangnya dekat sama Leo. Bisa gawat ini!
"Tha, Yo, diem mulu" Lelaki bernama Ombak menawarkan segelas vodkanya ke arah Leo.
"Gue nggak dulu" Tolak Leo sambil mengembalikan gelas itu ke Ombak. Ketiganya saling tatap. Tumben Leo nolak.
Leo tetap menggenggam tangan Atha. Menatap perempuan disampingnya. Menolak tawaran dari Ombak. Dia tidak mau kelepasan dan membuat Atha takut. Perempuan yang masih mau mempercayainya setelah mengetahui 'sedikit' keburukan Leo.
"Tha, lo ngapain disini?" Pertanyaan yang dilontarkan dari seorang lelaki dari balik punggung Atha, membuat gadis itu menoleh.
"Daniel?" Mata Atha membelalak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Athari
Jugendliteratur"Gue suka pelajaran matematika.", Barasthia Ista Dewangga "Karena ada phytagorasnya kan?", Athari Luna Phytagoras