chapter - tiga

74 15 2
                                    

_________

kendati baru saja memasuki rumah dengan beberapa langkah, eomma langsung melepaskan jeratan capitan jari jemarinya pada telingaku lumayan kasar sukses membuatku sedikit terhempas akibat gaya dorongan darinya.

aku mengusap-usap telingaku mencoba mengurangi rasa perihnya, "ya! keji sekali wanita tua itu!" kataku mencak mencak kesakitan. sosok tegasnya tengah berdiri dihadapanku berkacak pinggang penuh kuasa, "siapa wanita tua yang kau maksud?!" tanyanya dengan penekanan pun mengangkat dagu seolah ingin bersiap untuk bergerilya dimedan pertempuran.

ku tarik satu sudut bibirku, menampakkan senyum miring sekilas, "molla, aku tak tahu," timpalku sekenanya, mencoba meraih titik darah tinggi sosok eomma.

pribadi eomma mengerutkan keningnya dengan mata tertutup keras menampakkan kerutan pada parasnya, lanjut suara helaan napas lolos begitu saja, dapat terdengar lelahnya disana. kasihan sekali dia memiliki anak kurang ajar sepertiku. "bersihkanlah tubuhmu, aku sedang berbaik hati tak ingin berperkara denganmu. sungguh, itu sangat melelahkan," ucapnya dengan memijat pelipisnya bersamaan mengayunkan telapak tangannya ke udara memberikan isyarat untuk menjauh pergi darinya.

aku melipat tanganku didepan dada pun menengadah congkak, merasa belum lelah, ku akui berurusan dengannya di situasi seperti ini sangat cukup memuaskan hasrat manusiawiku—diluar jika ia memaksaku kembali menuju dorm. "jika aku tak mau?"

"heol. pergilah, aku tahu kau sedang mencoba membuatku marah, ppalli! tubuhmu sudah beraroma matahari," ucapannya membuatku langsung menarik bagian atas kaos putih yang membalutku guna mendekatkannya pada indra penciumanku. "ani," sergahku, masih berusaha membuatnya kesal.

eomma membulatkan matanya, menggertakan gigi-giginya, melonggarkan bahunya, serta menilikku dengan gemas tak bersuara buatku menatapnya balik dengan khawatir, bersamaan bukaan mulut sedikit melebar tanpa sadar. asal kau tahu tindakannya itu lebih menakutkan daripada dirinya sibuk berbicara tiada henti, rasanya ini detik-detik aku harus menyetujui kemauannya, "arasseo," ucapku mendadak menurutinya setengah hati, "aku akan segera membersihkan tubuhku, berhentilah menatapku seperti itu. kau menakutiku," lanjutku sambil menggaruk tengkuk lantas membalik badan dengan gerakan kikuk akibat aura mencekam yang terpancar darinya.

aku sudah berhasil menjauh darinya, namun ku rasa ia masih memperhatikanku dibelakang punggungku. entahlah, setidaknya aku sedikit aman dengan menjaga jarak pada diri yang jika kau beri palang merah dihadapannya maka kau harus bersiap akan tersundul keluar dari muka bumi. aku menoleh ke arah sosoknya, "eomma, lihat ini!" perintahku seraya mengudarakan jari tengahku ke arahnya untuk ke-tiga kalinya.

"ya!" sahutnya dengan intonasi meninggi lantas berjalan dengan merutuk pijakan pada lantai berparket guna mendekatkan dirinya ke arahku, ku lihat tangannya sudah dirapalkan erat menampakkan urat-urat jarinya. reaksinya berlebihan sekali, namun aku memirsa dirinya dengan penuh kepuasan hati.

baru saja wanita itu hampir menggapaiku, dengan lihainya aku langsung melarikan diri darinya menuju kamarku. ku gapai handle papan pintu lalu memasukkan tubuhku dan menguncinya cepat, ia berusaha menggedor-gedor menimbulkan suara debuman. aku tertawa keras dari balik papan pintu, "eomma, nampaknya kau sudah cukup tua untuk mengejarku."

"kau semakin menjadi, yoongi-ya. awas saja kalau kau keluar nanti!" tuturnya mengancam dengan suara debuman sekali yang mengakhirinya dan terdengar suara hentakan langkah kaki setelahnya. sepertinya ia sudah pergi, aku membuka perlahan papan pintu tak sepenuhnya hanya guna memastikan. ya, dia sudah menghilang pergi.

aku mengangguk pelan merasa aman pun menarik sudut bibirku penuh kemenangan lanjut menutup pintu kamarku dan melimbungkan tubuhku kasar pada kasur empukku. manik mata kubiarkan menjelajahi langit-langit kamar. pemikiran itu tiba-tiba merajalela lagi dalam benakku, mau tidak mau dalam waktu dekat aku mungkin akan diseret paksa menuju dorm. sudahlah, aku sedang tidak ingin memikirkannya pergilah dari benakku, menyusahkan saja. nanti akan aku pikirkan lagi cara menghindarinya, kau salah eomma jika aku akan menyerah begitu saja dan mengikuti keinginanmu.

aku beranjak memposisikan diriku duduk, menggidikkan sebelah bahu mendekatkannya ke arah hidungku. aromanya begitu menyengat buatku menyapukan udaranya didepan hidungku dengan tangan. jujur saja tidak benar, jika tadi ku bilang kepadanya bahwa tubuhku tidak beraroma busuk—aku menahannya. rasa sangat tidak nyaman juga menghinggapi tubuhku dengan sempurna, kau bayangkan saja terpapar sinar matahari lantas disirami air dengan begitu tidak hormatnya , beruntung saja wanita itu tak menyiramiku dengan air saluran yang berada dibelakang rumah. ah, eomma tak seburuk itu.

ku langkahkan tungkai mungilku menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuh. tak hanya itu, biasanya ide cemerlang dengan begitu ajaibnya datang ketika kau berada dikamar kecil penuh bakteri tersebut, bukan? akan kumanfaatkan hal tersebut untuk memikirkan seribu satu cara untuk menghindari trainee nanti, mungkin saja siasat dahsyat akan datang dalam waktu dekat. kau tunggu saja aksi lainku.

dove tattoo Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang