_________
akhir tidak mengenak-an selalu saja mendatangi aku, iya kembali ke dorm usang nan sempit ini ditambah makanan pun jangan harap selalu tersedia, menyedihkan. kapan aku berakhir pada ranjang ini pun aku tidak tahu pasti kapan, yang jelas adalah ketika aku terbangun sudah berada di sini siang tadi. mungkin karena terlalu lelah bermain basket hingga tidak sadar ada seseorang yang menyeretku ke sini.
sudahlah, tidak perlu dipertanyakan siapa tersangkanya. dirinya memang selalu egois dengan memaksaku terus berada di tempat yang kubenci ini. mengenai pertikaian hebatku dengannya, aku sudah memaklumi meskipun memiliki bekas khusus pada akhirnya. pada sisi lain aku menyadari kejadian semalam aku yang memulai dengan memecahkan vas bunga kesayangannya dengan sengaja.
terkadang aku memang menyesali perkataan kasar yang aku utarakan terhadapnya, serta tidak memiliki hak untuk membuatnya marah. aku takut diriku di anggap durhaka olehnya lantas menjelma menjadi batuan beku.
kutepis bayangan-bayangan menakutkan itu dalam benakku karena terdapat bagian dalam hatiku yang mengatakan bahwa eomma pantas menerima penolakan dari bibirku.
jujur saja, berada di dorm rasanya seperti memiliki dua kali lipat insting liarku—ingin kabur maksudku, tolong siapapun jangan tahan aku.
kapan debut pun masih nampak buram. ah, aku tak perduli itu memangnya siapa yang berminat menjadi idol? aku? lelucon. maka dari itu, secepatnya aku harus memutus kontrak agar tak semakin jauh menjalaninya lantas tidak mendapatkan hasil yang aku inginkan, payah sekali.
dengarkan, jangan kelompokkan aku ke dalam kaum trainee yang benar-benar bermimpi menjadi seorang idol lantas pada akhirnya menyerah menjalani masa trainee yang berat dan membiarkan mimpinya menjauh pergi, aku bukanlah sosok yang mudah menyerah, aku hanya terlalu sadar betapa hal yang kujalani ini bukanlah impianku.
mendadak sebuah ide cemerlang datang terundang. buat ulah saja agar diputus kontrak oleh agensi secara tidak terhormat? akan ku pikirkan hal itu, terdengar hebat. tunggu tunggu, mungkin akan sulit karena bang pd-nim sangatlah mempercayai aku sebagai calon artisnya. sungguh, aku tidak berbual.
"namjoon-ah, jangan dimatikan lampunya," perintah ku kepada seseorang yang tubuh kekarnya berada diatasku.
"um, aku lebih nyaman gelap yoongi-ya," sahutnya buatku menggeliat tak nyaman, "tapi, aku sedang ingin terang namjoon-ah." ucapku sebelum berakhir membuat sosoknya mencoba turun.
jangan berfantasi yang iya-iya kalian, kotor sekali pikirannya. mendekatlah agar aku lebih mudah mencuci otak kalian dengan air suci dan mensucikan. lagi pula, aku tidak suka sesama jeruk. biar aku jelaskan, aku tengah terbaring pada sebuah ranjang bertingkat, ia diatas aku dibawah. meskipun demikian, aku adalah tipe lelaki yang suka bermain di atas.
"kalau begitu kau saja yang di atas, supaya kau bisa mematikan lampu jika kau mau," tuturnya yang masih menggantung ditangga ranjang, perhatian sekali. "arraseo," balasku yang langsung beranjak mengganti posisi dengannya, karena stop kontak lampu diruangan ini lebih dekat dengan ranjang bagian atas.
aku tidak takut gelap, aku sangat benci ketika aku sedang berpikir keras tentang sesuatu yang begitu vitalnya, gangguan sekecil kuman pun berpotensi membuyarkan pikiranku. seperti halnya lampu dimatikan olehnya, namjoon.
namjoon sama sepertiku, ia juga merupakan seorang trainer. perbedaannya adalah aku akui dirinya memiliki tingkat intelejensi yang tinggi, bahkan mungkin sel-sel yang membentuk otaknya terlihat rumit, memiliki lesung pipi yang membuatnya terlihat manis ketika menarik kedua sudut bibirnya, dan perangai namjoon juga lebih tinggi dariku, bagian ini malu mengakui sebenarnya.
"namjoon-ah?" ucapku lagi sebelum terdiam cukup lama sambil memiringkan tubuh dengan menghimpit kedua tangan diantara paha. "huh?" sahutnya pelan dengan suara khas orang mengantuk.
"apa kau sudah tidur?" tanyaku sesudah menggaruk keras kepala. "ani, kalau sudah aku tidak akan menjawabmu, pabo," sahutannya buatku menurunkan kedua sudut bibir. beruntung dirinya cerdas memanggilku bodoh masih bisa aku maklumi, memaklumi juga bahwa aku terdengar bodoh melontarkan pertanyaan demikian kepadanya.
"um, bolehkah aku—" tuturku dengan kalimat terputus. tidak enak sekali mengatakan kepadanya. "wae?"
"boleh kah aku meminjam uangmu?" hanya terdengar gumaman berpikir dari bibirnya setelahnya. "untuk apa?" pertanyaannya buatku terdiam sejenak, memikirkan jawaban yang baik agar ia mau meminjamkannya. "nanti kau akan tahu, aku sangat membutuhkannya," kataku penuh permohonan. ku yakin, dirinya akan menyetujuinya.
"berapa yang kau butukan?" cih, angkuh sekali pertanyaan tuan kim ini, seakan memiliki uang banyak saja. "jangan berpikir aku angkuh, aku serius menanyakannya," imbuhnya lagi buatku menautkan alis.
anggapannya benar-benar sesuai dengan terkaanku. memangnya secerdas-cerdasnya seseorang dapat membaca pikiran orang lain? astaga, berbahaya sekali dirinya, bagaimana kalau aku sedang memikirkan hal vulgar lantas dapat terbacanya. tidak adil sekali. masa hanya dia yang dapat membaca pikiranku tidak sebaliknya, aku juga ingin membaca pikiran seorang jenius seperti pribadi namjoon, apakah dia memikirkan tentang hal dewasa juga? pemikiran apa ini. aku menghilangkan pemikiran tersebut cepat-cepat dalam satu gelengan. "uh, besok akan aku beritahu nominalnya kepadamu."
"baiklah," singkatnya menyahuti tidak keberatan buatku menggerakkan kepalaku cepat ke tepian ranjang guna mengintipi sosoknya dibawah penuh binar bahagia. "gomawo, namjoon-ah. saranghae," ucapku kelewat bahagia atas responnya.
"jangan katakan hal demikian kepadaku, itu terdengar menjijikan."
KAMU SEDANG MEMBACA
dove tattoo
Hayran KurguUp: Setiap hari sabtu. "aku tidak ingin enjadi idol eomma! apa kau tidak bisa mengerti juga?" -yoongi. "memangnya kau ingin menjadi apa, yoongi-ya? preman, eoh?" -haneul. warn: bukan cerita yang bikin gerah, cuma cerita ringan. cover credit by pinte...