Chapter XIII : He Won't

162 19 4
                                    

Tiada malam tanpa bulan, tiada hari tanpa matahari. Tiada manusia tanpa masalah, bahkan seorang raja sekalipun. Manusia tidak selalu benar, ada saat dimana mereka salah--tapi mereka tak menyadari kesalahan mereka.

Merasa paling benar padahal mereka salah.

Menutup mata dan telinga untuk mendengar fakta dan kebenaran.

Meyakini yang salah. Hingga melukai yang benar.

Kini malam semakin larut, semua tamu yang datang pulang, hanya menyisakah keluarga dan kerabat dekat. Semua berkumpul dalam lingkaran meja makan, menghabiskan malam dengan bercerita.

Namun, Haesoo memilih untuk menyendiri di balkon lantai 2. Awalnya ia izin buang air kecil, tetapi akhirnya ia disini. Menatap bintang yang berpendar di angkasa.

Menunjukan cahaya indahnya, seakan dia lah yang paling cantik tanpa memperdulikan bintang tetangga.

Hal itu membuat Haesoo sedikit iri.

Kapankah ia bisa hidup sebebas bintang?

Bersinar kekal dengan dirinya sendiri, bahkan tanpa perlu bulan. Memancarkan cahaya terang dalam dirimu.

Saat kecil dulu, Haesoo sering mendengar cerita tentang bintang kecil di angkasa. Katanya mereka adalah arwah leluhur yang mati dan abadi menjadi bintang. Mereka akan terus bersinar sampai akhir dunia.

Atau meledak menjadi abu.

Mungkinkah... ia bisa menjadi bintang suatu saat nanti?

Ketika asik melamun, tiba-tiba bahunya disentuh oleh seseorang sampai buyar semua lamunannya. "Eonnie, kenapa disini? Ayo, kita bergabung. Disini dingin, kau bisa sakit. Ayo masuk."

Haesoo tersenyum tipis, "Aku... ingin sendiri." Lirihnya diiringi helaan napas.

Hana melihat raut kesedihan di wajahnya. Ia paham, "Apa kau sedang bertengkar dengan Chanyeol-oppa?"

Sorot matanya turun, entahlah. Ia juga tidak paham kenapa dia harus marah dengan suaminya. Semua terjadi begitu saja.

"Aku... tidak tahu."

Hana berjalan mendekatinya dan ikut bersandar di penyangga balkon. "Hah... Malam yang dingin." Gumamnya.

Haesoo sedikit kaget, malam ini cukup dingin dan wanita itu hanya memakai pakaian tipis. "Hana, masuk lah. Kau sedang hamil, angin malam tidak bagus untukmu. Udara disini juga sangat dingin, kau tidak memakai pakaian tebal," Ocehnya penuh perhatian.

"Ayolah, aku sudah biasa dengan udara sedingin ini." Acuhnya.

Hal itu membuat kakak iparnya terkejut, "Tapi kau sedang hamil."

Gadis itu memaksa Hana masuk, namun wanita hamil itu menahan tangan yang memaksanya masuk. "Kau juga."

Hal itu membuat tubuh ramping Haesoo menegang. "Ma-maksudmu?"

Sang adik ipar malah terkekeh kecil ketika melihat wajah kaget wanita itu. "Kenapa sekaget itu? Kau juga tidak boleh disini. Memangnya kau pikir aku tidak tahu."

Keningnya mengkerut, "Tahu apa?"

"Kau tadi muntah-muntah kan?" Tebak wanita hamil itu.

Angin dingin menerbangkan rambut coklat madu indahnya yang membuatnya semakin mempesona. Dan diam-diam Hana mengusap perut bundarnya, berharap anaknya jika perempuan akan secantik Haesoo.

"I-iya. Lalu?"

Hana membuang napas bosan dan memutar bola matanya sebal, "Aku juga wanita. Instingku juga kuat," Kemudian ia tersenyum mistrius, "Kau... tidak sedang hamil kan?"

POSSESSIVE II : HAPPY AND DYINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang