Chapter XVI : Gift

224 21 3
                                    

Setelah memaksa masuk ke dalam ruang perawatan intensif yang mana Haesoo dirawat, lelaki itu langsung mencari dimana keberadaan istrinya. Dan ternyata ia masih ditangani beberapa tim medis di dalam sana. Ia masih terlihat tak sadarkan diri dan pucat.

Entah kenapa ia sangat khawatir dengan keadaan sang istri. Walaupun ia tahu istrinya akan baik-baik saja, tapi itu tidak menenangkan hatinya jika sampai saat ini dia belum bangun dari komanya.

Haesoo masih terpengaruh obat bius, sekitar beberapa jam lagi ia akan tersadar, tetapi bisa saja lebih cepat atau lebih lama.

Lagi-lagi ia memaksa masuk, walaupun gadis itu masih dalam pantauan paramedis. Hal itu membuat suster yang menangani Haesoo kaget dan bingung, seharusnya dia tidak disini. Dia juga tidak memakai pakaian khusus.

Salah satu diantara suster- suster itu protes, "Maaf, tuan, tapi anda tidak boleh masuk dulu. Kami--" Ucapannya terhenti saat tatapan mata menghunus dingin ke arahnya, ia pun hanya diam dan kembali melakukan tugasnya.

Lelaki itu hanya berdiri di samping pintu dengan tatapan yang tidak lepas dari sosok gadis yang masih tertidur itu. Gadis itu terlihat sangat mengenaskan dengan luka dan lebam di tubuhnya. Melihat hal tersebut, perasaannya langsung marah dan terluka.

Marah kepada siapapun yang telah melakukan hal ini dan terluka melihat gadis itu terbaring lemah di atas pembaringannya.

Beberapa saat berdiri dan mematung di tempatnya, akhirnya paramedis itu keluar tanpa melihat ke mata biru terangnya. Mereka berjalan dengan menunduk dan pelan-pelan. Saat melihat tato dan tindikan di telinganya, mereka langsung tahu itu adalah Phoenix.

Tapi orang-orang lebih mengenalnya dengan Park Chanyeol. Hanya segelintir orang yang tahu siapa itu Phoenix, termasuk paramedis rumah sakit ini. Phoenix sering datang diam-diam dengan luka tembakan ataupun luka sayatan dan lainnya. Sedang Park Chanyeol datang hanya untuk check up biasa seakan-akan dia hanya pengusaha biasa.

Tidak ada satupun yang berani berbicara ataupun menatap mata Phoenix. Mereka menunduk dan pergi.

Chanyeol mengambil kursi dan mendekati Haesoo yang masih tertidur. Dibelai dan dicium mesra sosok sang istri, berharap ia segera bangun. Ia menatap wajah cantiknya dan berbisik di sampingnya.

"Soo, aku datang."

Namun ia tidak merespon.

Chanyeol tersenyum pahit, "Aku gagal lagi, Soo." Ia menggenggam erat tangannya lalu menunduk lesuh. "Maaf..."

Chanyeol memandang lalu mencium pipinya sayang, "Jangan pernah kau mengacuhkan ucapanku lagi. Semua yang aku lakukan untukmu dan demi kebaikanmu. Aku tidak ingin kehilanganmu. Kumohon, dengarkan aku kali ini saja."

Aku mencintaimu walau aku tidak bisa mengatakannya.

Setelah kondisinya lebih baik, Haesoo dipindahkan ke kamar rawat inap VVIP. Keadaannya lebih baik, walaupun masih belum sadarkan diri. Lay pun baru kembali setelah berbicara dengan dokter muda tersebut.

"Dia bilang apa?" Tanya lelaki jangkung itu tanpa melihat wajahnya.

Lay mendudukan diri di atas sofa dalam ruangan itu dengan wajah kusutnya. "Dia sudah lebih baik sekarang, hanya menunggu dia sadar." Ungkapnya.

Chanyeol membuang napas lega, "Bagaimana dengan muntah-muntahnya? Apa itu hanya karena traumanya?"

Lay mengigit bibirnya, ia tidak bisa mengatakannya, "Dia... Iya, hal itu hanya karena traumanya kambuh," Ia berbohong lagi, demi kebaikan. "Kau jangan khawatir."

Beberapa hari setelahnya...

Haesoo sudah sadar setelah 1 hari kedatangannya ke rumah sakit ini. Sang suami selalu menemani dan menyemangatinya di setiap harinya. Hari ini Chanyeol kebetulan tidak bisa menemani istrinya dirumah sakit, dia sedang sibuk dengan pekerjaannya bersama Phoenix.

POSSESSIVE II : HAPPY AND DYINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang