Pernahkah kamu membenci seseorang yang tak sepatutnya kamu benci? Yein pernah, bahkan masih hingga saat ini. Rasanya tak menentu. Kamu ingin dia tak muncul di hadapanmu, namun juga tak ingin dia menghilang dari muka bumi ini. Lucu bukan?
"Besok kamu harus ketemu sama Taeil. Mama gak mau denger alasan apapun lagi, atau denger kamu kabur!"
"Ma!" Yein menatap putus asa. "Yein gak mau dijodohin! Yein punya laki-laki pilihan Yein sendiri!"
"Siapa? Bawa dia ke sini kalau dia benar-benar serius sama kamu!" ucap mamanya tajam. Selalu seperti itu.
Yein terdiam. Ya, siapa? Yein mengucapkan kalimat tadi dengan asal. Tidak, maksudnya Yein memang memiliki laki-laki pilihan hatinya. Tapi, Yein tidak memiliki hubungan spesial dengannya.
"Mama akan jemput kamu besok! Kalau kamu sampai kabur---"
"Mama pasti akan mencari kamu sampai dapat. Dan Mama pastikan kamu akan kehilangan apa yang kamu cintai saat Mama mendapatkan kamu," lanjut Yein, mengucapkan kalimat yang sering mamanya ucapkan sehingga ia hafal.
"Bagus kalau kamu paham," Mama berujar tajam. "Jangan main-main lagi kalau kamu tahu konsekuensinya, Jeong Yein!"
Yein memejamkan mata lirih. Ingin rasanya menangis, tapi tak bisa. Atau Yein hanya terus menahannya sehingga air mata itu mengering di sudut hatinya?
Yein terduduk lesu saat mamanya berlalu. Ada perasaan sesak yang kuat-kuat menghantamnya. Ia hidup mewah, segala kebutuhannya tercukupi, tetapi tidak ada yang membahagiakan. Yein bagaikan tawanan yang terpenjara di dalam sangkar emas. Ingin lari, tapi tak bisa. Ingin mati, tapi tak mampu.
"Aku pulang!"
Pintu depan terbuka, menampakkan sosok laki-laki berperawakan besar yang tingginya jauh di atas Yein. Yein otomatis berdiri setelah membenarkan mimik mukanya senormal mungkin.
"Kenapa baru pulang?" tanya Yein kesal. "Astaga, Yunho! Muka kamu kenapa? Kamu berantem lagi, huh?" ujar Yein panik saat melihat lebam di pelipis laki-laki yang ia panggil Yunho tersebut.
"Ya ampun, Kak. Jatoh doang di tangga sekolah." Yunho menghindar menatap Yein.
"Jangan bohong! Memangnya Kakak anak TK yang bisa kamu bodohi?" decak Yein galak. "Yunho ingat. Sekolah dengan baik, jangan banyak tingkah!"
"Iya. Aku tahu. Aku akan jadi penerus perusahaan Mama. Aku harus punya attitude bagus dan nilai akademis yang memuaskan." Yunho tersenyum samar, sedangkan Yein menghela napasnya dalam-dalam.
"Kamu sudah makan?" tanya Yein, mencoba mengalihkan topik pembicaraan yang menyakiti hati keduanya.
"Udah. Bareng temen tadi."
"Yaudah. Kalau gitu kamu mandi. Istirahat."
"Tadi Mama datang, kan?"
Deg. Yein diam.
"Mama bicara apa sama Kakak?"
Yein duduk di sisi Yunho, menyalakan televisi dan terdiam tanpa membalas pertanyaan Yunho, padahal lelaki itu menunggu tanggapannya.
"Mama ngancam Kakak karena kabur di acara makan malam kemarin?" tanya Yunho lagi.
"Pushi dibunuh," balas Yein pelan, amat berat menyebutkan nama kucing kesayangannya yang meninggal tadi pagi. Belum lagi bayangan kucing tersebut bersimbah darah dengan luka sayatan di mana-mana membuat Yein meringis ngeri.
"Apa? Mama yang lakuin itu?" Yunho memekik kaget. "Dia benar-benar gila!"
"Yunho!"
"Kak! Kita harus laporin ini ke Kak Jaehyun!" Yunho menatap Yein memohon, tetapi mata kelamnya menyiratkan amarah yang menggebu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Fall and Love
FanfictionJungkook dan Yein dipertemukan dengan berbagai kebetulan yang pada akhirnya Jungkook yakini sebagai takdir. Pertama, saat Jungkook kabur dari kejaran mantannya yang mengamuk karena Jungkook ketauan selingkuh. Kedua, saat Yein dicampakkan oleh kekasi...