Rapunzel dan Menara Emas

258 44 6
                                    

"Abis dari mana, Curut? Itu muka kucel kayak belum dicuci," semprot Seokjin saat Jungkook masuk ke dalam rumah sepulang dari rumah sakit. Wajar, sih, kucel orang setelah hujan-hujanan terus bolak-balik rumah sakit Jungkook belum sempat mandi kecuali mencuci muka dan tangannya.

"Tapi tunggu! Apa-apaan senyum itu? Lo nggak lagi menang undian, kan?" Seokjin mendelik.

"Lebih dari sekadar menang undian," gumam Jungkook, kemudian merebahkan diri di atas sofa sambil menatap langit-langit dengan senyuman lebar yang tak lepas dari wajahnya.

"Heh! Kesambet?" Seokjin melempar lap kotor bekas mengelap kompor tepat ke wajah Jungkook.

Jungkook yang mood-nya sedang baik hanya menyingkirkan lap tersebut tanpa berniat menyerang Seokjin. Biasanya kalau sedang biasa-biasa, bisa baku hantam mereka.

"Bener-bener ni bocah kesambet." Seokjin geleng-geleng kepala, ngeri melihat senyum Jungkook yang semakin lebar. Ini kali pertamanya ia melihat Jungkook dengan senyum mengerikan seperti itu sepanjang sepuluh tahun mereka kenal dan tinggal bersama.

"Bang, Bang! Jatuh cinta itu gimana, sih?"

"Ebuset!" Seokjin semakin kaget saat Jungkook duduk dan menatapnya dengan tatapan kucing. Pertanyaan yang keluar dari mulutnya bahkan lebih horror. "Masa puber lo udah lewat, kan? Ngapa nanyain hal macem itu anjir? Kenapa, sih? Bikin gue takut tau gak?"

"Kayaknya gue lagi jatuh cinta, Bang," balas Jungkook tanpa menghiraukan wajah Seokjin yang berubah-ubah ekspresi sejak tadi.

"Jatuh cinta? Elo?" Seokjin memutar bola matanya. "Jatuh cintanya seorang Jeon Jungkook paling cuma tahan sebulan, abis itu jatuh cinta lagi ke yang lain."

"Gue serius. Kayaknya gue jatuh cinta selama lima tahun ke cewek yang sama."

"Ha? Lima tahun?" Sebuah kepala menyembul dari kolong meja makan.

"Heh, Iprit! Bikin jantungan anjer!" Seokjin memekik kaget.

Yoongi lagian ngapain tidur di bawah meja makan? Apa tidak ada tempat yang lebih layak untuk dia jadikan kamar pribadi? Aneh memang makhluk satu itu.

Kebiasaan.

Pernah sekali ia masuk ke kamar mandi dengan alasan sakit perut. Selama dua jam tidak keluar-keluar padahal penghuni yang lain juga butuh buang hajat. Setelah digedor-gedor tidak juga keluar, akhirnya Jimin dan Hoseok mendobrak pintu toilet tersebut dan menemukan Yoongi tertidur di atas closet dengan posisi mulut terbuka. Entah, penyakit tidur pemuda satu itu benar-benar kronis sepertinya.

"Sori," balas Yoongi singkat ke Seokjin, kemudian kembali menatap Jungkook yang masih mempertahankan senyum idiotnya. "Lo seriusan jatuh cinta ke satu cewek selama lima tahun?" Yoongi menyuarakan pertanyaannya.

Saat Jungkook mengangguk, Yoongi keluar dari kolong meja dan duduk di sisi Jungkook.

"Siapa cewek yang paling nggak beruntung itu?" Yoongi mengangkat kedua alisnya singkat.

"Sialan lu, Bang! Dia cewek terberuntung karena udah ngeluluhin hati gue."

"Hilih." cibir Yoongi dan Seokjin bersamaan. "Tapi seriusan dia siapa?" Yoongi yang biasanya masa bodohan mendadak jadi kepo.

"Hm," Jungkook menggumam lama. "Rahasia!" Jungkook beranjak pergi ke kamarnya sambil berlari kecil dan tertawa.

"Si bangke!" pekik Yoongi kesal. Sudah penasaran akut tuh mereka.

Jungkook merebahkan dirinya di atas ranjang ukuran sedang yang belum sempat ia rapikan dari baju-baju kotor dan beberapa buku majalah yang sering ia baca. Kamar berantakan tetap terasa begitu indah bagi kaum bucin seperti Jungkook.

Jungkook tersenyum lebar, lagi. Disentuhnya oleh Jungkook dada kirinya sendiri, merasakan debaran jantungnya yang bersenandung lagu asmara.

"Gue yakin lo adalah takdir. Tuhan gak akan mempertemukan kita untuk ketiga kalinya kalau Dia nggak memiliki rencana di balik ini semua," bisik Jungkook pelan.

***

Ruangan serba putih dengan beberapa bunga di sudut ruangan terasa begitu sunyi. Satu-satunya sumber suara hanya berasal dari dalam botol infuse, di mana cairan infuse menetes dengan frekuensi stabil.

Sedangkan perempuan berpiyama putih dengan corak biru khas pakaian pasien rawat inap, terlihat sadar tetapi tak melakukan gerakkan apapun. Gadis itu hanya sesekali berkedip dan menghela napas panjang. Di pikirannya berkecamuk bayangan pria yang baru saja pergi beberapa saat lalu. Pria yang terlihat tak asing, tetapi ia lupa pernah menemuinya di mana.

Pintu tiba-tiba terbuka, dan masuklah sesosok perempuan cantik dengan stelan kaus crop yang dipadukan dengan jaket berwarna army. Kaki jenjangnya terlihat indah dibalut jeans berwarna biru tua.

"Yein!" pekik perempuan cantik berpipi bulat tersebut. Dilihatnya seluruh bagian tubuh Yein dari ujung rambut hingga ujung kaki. "Kenapa bisa gini, sih?" tanyanya khawatir.

"Kak Sujeong, kapan Kakak pulang ke Seoul?" tanya Yein alih-alih menjawab pertanyaan Sujeong.

"Aku nanya kenapa bisa kayak gini! Bukan malah balik nanya!" ketus Sujeong, selalu seperti itu. Cantik-cantik pemarah.

"Gak tau. Namanya juga kecelakaan," Yein tersenyum, menepuk-nepuk pelan tangan Sujeong yang menggenggamnya.

"Ya udah. Istirahat. Aku khawatir tau gak pas denger kamu kecelakaan."

"Yunho di mana?" tanya Yein serak.

"Pulang, ngambil baju mungkin?" balas Sujeong. Perempuan itu lantas berjalan menuju jendela yang tirainya terbuka. Niatnya hendak menutup tirai tersebut, tetapi begitu melihat pemandangan yang menakjubkan di sana, niatnya tersebut urung.

"Pemandangannya bagus ya kalau dilihat dari ketinggian," komentar Sujeong, membuat Yein menoleh.

"Gak pernah berubah." Yein geleng-geleng pelan.

"Jadi inget zaman bolos sewaktu SMA." Sujeong terkekeh kecil.

"Pasti enak ya, Kak, bisa bebas? Temenan sama siapa pun, gaul sana-sini dan gak perlu mikirin peringkat." Samar-samar Yein tersenyum sendu.

Sujeong berbalik, berjalan kembali ke hadapan adik sepupunya dan duduk di sana.

"Kamu percaya gak, bahwa setiap orang telah Tuhan atur porsi bahagianya masing-masing?" tanya Sujeong.

"Ya. Dan aku kayaknya salah satu orang yang hanya Tuhan kasih sedikit."

"Salah!" cetus Sujeong. "Kamu Tuhan anugerahkan fisik yang sempurna, cantik. Kalau kamu mensyukurinya, kamu pasti bahagia. Kamu bisa bernapas, gratis. Salah satu kenikmatan besar juga yang Tuhan kasih. Dan Yunho? Bukankah dia kebahagiaan terbesar yang pernah Tuhan kirim? Ayah? Jaehyun?"

"Yein, dengar. Kamu harus percaya bahwa suatu saat kamu, Puteri Rapunzel yang terpenjara di menara emas, akan terbebas dan hidup bahagia. Seseorang akan datang buat kamu, jangan pernah nyerah!" Sujeong berucap optimis, mengepalkan sebelah tangannya di depan wajah.

"Apa orang itu Jungwoo?" Yein tanya dengan nada canda di dalamnya.

"Bukan. Kalau itu Jungwoo, mungkin kamu udah dia bebaskan dari dulu."

"Lalu? Siapa?"

"Orang yang gak kamu duga, mungkin."

***

Fall and LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang