Pemuda Aneh

195 35 3
                                        

"Jangan nekad, Kook!"

Untuk ke sekian kalinya, Jungkook mendengar kalimat tersebut keluar dari bibir Taehyung. Namun tekad Jungkook masih bulat, tak tergoyahkan. Jungkook sendiri sebenarnya tidak tahu dari mana tekad itu muncul, entah karena perasaannya yang kuat atau karena Jungkook terlalu mempercayai halusinasinya sendiri.

"Gue gak pernah ngerasa seyakin ini. Gue gak akan berenti, Bang." Jungkook berujar mantap. Memakai helm dan jaket, kemudian kembali beralih pada Taehyung. "Mau bareng?" tawarnya.

Taehyung menggeleng segera. "Gak. Nanti kalau ada apa-apa, jangan bilang lo kenal gue." Ia meringis, kembali masuk ke rumah untuk mengambil beberapa hal sebelum berangkat.

Jungkook hanya terkekeh kecil, lantas tancap gas menuju tempat yang ia tuju. Rumah sakit, menjemput Jeong Yein. Gila? Itu nama tengah Jungkook.

Sesuai dugaan, beberapa pengawal berdiri di depan ruang rawat inap Yein. Jungkook memutuskan berdiri di sana, menyender pada dinding seraya menunggu pintu terbuka dan Yein keluar dari sana.

Namun sudah lima menit, dan tidak ada tanda-tanda pintu terbuka. Jungkook sudah mulai tak sabaran. Ingin rasanya berlari dan segera mendobrak pintu itu. Kemudian membawa Yein pergi---tunggu, pintu terbuka!

Jungkook segera menegakkan tubuh. Yein dengan seorang perempuan keluar. Dia sepupunya, yang beberapa waktu sebelumnya menemui Jungkook. Tersenyum miring, Jungkook berjalan percaya diri, menghampiri Yein yang nampak tak begitu peduli dengan kehadirannya.

"Ngegas amat," komentar Sujeong melihat kedatangannya.

"Boleh kita bicara?" tanya Jungkook, tak terganggu sama sekali dengan hal-hal di sekelilingnya.

Yein yang merasa bahwa Jungkook tengah bicara padanya mendongak, menatap Jungkook dengan tatapan heran. "Bicara saja," ucapnya singkat.

"Kita butuh privasi," Jungkook menggumam, menyisir pandang ke arah orang-orang berpakaian formal di belakang Yein.

"Pergi aja." Sujeong menyela, mungkin tidak begitu puas dengan sikap diam Yein.

"Kak, Mama---"

"Aku yang urus," bisik Sujeong, mendorong pelan bahu Yein sampai tubuhnya terhuyung dan berakhir di dekapan lengan besar Jungkook. Yein mundur segera, memberi jarak dengan perasaan tak nyaman dengan tindakan kakak sepupunya itu.

Sujeong memberikan isyarat untuk pergi dengan tangannya. Kemudian berusaha meyakinkan pengawal bahwa Nona-nya baik-baik saja. Sulit pada awalnya, tetapi tidak ada yang tidak bisa Sujeong lakukan. Semua takluk di tangannya, kecuali ayahnya.

*

"Kita bicara di sini saja," ujar Yein begitu mereka sampai di sebuah koridor.

Jungkook berbalik, menatap Yein yang terlihat tidak nyaman.

"Saya rasa ini bukan tempat yang tepat." Jungkook menarik kedua sudut bibirnya, tersenyum. "Kamu bisa percaya saya. Saya bukan orang jahat. Saya hanya mau bicara sama kamu," lanjutnya kemudian.

Keduanya kembali melanjutkan langkah. Keluar dari rumah sakit dan menuju skuter Jungkook.

"Kita naik skuter? Ke mana?" Yein bertanya heran, terselip rasa takut di hatinya.

"Saya bilang saya bukan orang jahat," balas Jungkook.

Yein berdecak. "Itu bukan jawaban yang tepat atas pertanyaan saya," balasnya sedikit sebal.

"Kalau begitu ikut saya, dan cari jawabannya sendiri."

Jungkook naik ke atas skuternya setelah mengenakan helm dan menyerahkan satu helm lagi kepada Yein. Dan Yein, meski awalnya terlihat enggan, pada akhirnya tetap memakai helm itu dan duduk di belakang Jungkook. Mungkin ini nekat, tetapi Yein hanya ingin mencobanya sekali. Pergi sendirian, benar-benar sendirian tanpa pengawal yang akan selalu berdiri di belakangnya.

"Pegangan yang erat, jalanan licin." Jungkook menempatkan kedua tangan Yein di perutnya, membuat Yein mau tak mau merapatkan tubuhnya dengan tubuh Jungkook, kemudian terhenyak begitu skuter melaju. Yein memeluk erat Jungkook. Jantungnya berdebar, merasa takut karena ini adalah kali pertama baginya menaiki skuter, dan dengan orang asing tanpa orang-orang ibunya.

Angin musim gugur menerpa wajah Yein secara langsung. Terasa dingin, tetapi menyegarkan. Rintikan kecil air hujan membasahi wajahnya, tetapi Yein malah merasa senang. Ketika skuter melaju semakin kencang, Yein merentangkan tangan. Ia tidak lagi takut. Ini benar-benar menyenangkan. Yein merasa bebas, lepas dari berbagai ikatan yang membelenggunya selama ini. Rasanya, Yein ingin menangis dan tertawa di saat yang sama. Ia bebas, setelah sekian tahun terpenjara di dalam sebuah menara emas yang menyesakkan.

"Kamu senang?" teriak Jungkook, agar suaranya terdengar oleh Yein.

Yein tidak menjawab, tetapi lambaian tangannya di udara sudah cukup untuk membuat Jungkook tersenyum lega.

"Pegangan lagi, kita bakalan ngebut!" Jungkook berteriak kencang. Menambah laju skuternya semakin cepat. Tersenyum senang saat Yein memeluknya erat, menyandarkan kepala di bahu lebarnya.

Jantung Jungkook menggila. Ini bahkan bukan kali pertamanya dipeluk oleh seorang gadis, tetapi rasanya berbeda. Yein benar-benar gadisnya. Gadis yang hatinya pilih.

"Kenapa kita ke sini?" Yein kembali memberi jarak pada tubuh mereka. Menatap sekeliling di mana beberapa pasang muda-mudi berjalan di sekitar sungai Han. Beberapa di antara mereka berangkulan, saling menunjukkan kasih sayang.

Jungkook turun dari skuternya, disusul oleh Yein yang masih bingung.

"Hanya usaha agar kita bisa lebih dekat," Jungkook membalas dengan senyuman yang tak pernah lepas dari wajahnya.

Yein mengernyit. "Apa kamu mabuk?" tanyanya, menyindir. Baginya, pemuda itu aneh. Sangat aneh dari sejak pertama mereka bertemu. Tapi yang lebih aneh, Yein tidak merasa takut atau risi terhadapnya. Yah, katakanlah Yein sangat berhati-hati dengan orang asing sebelumnya. Namun dengan Jungkook, ia merasa aman. Hatinya mengatakan, Jungkook bukan orang jahat.

"Apa saya kelihatan sedang mabuk?" balas Jungkook dengan nada yang sama.

Yein mengangguk. Dan Jungkook terkekeh. Kekehan yang amat ringan, terdengar sedikit merdu di telinga Yein.

"Saya jarang minum. Nyaris gak pernah," jawab Jungkook. "Waktu saya terlalu berharga jika hanya dipakai untuk mabuk-mabukan. Banyak hal yang harus saya lakukan."

"Contohnya?" Tanpa diduga Yein merespon. Artinya, dia menyimak.

Jungkook tersenyum. Berjalan ke arah sungai Han, membiarkan semilir angin menerpa wajahnya dengan gerimis yang menyerupai debu halus. Beberapa saat kemudian dia berbalik, menatap Yein yang berdiri di belakangnya, menyipit. Wajahnya yang bertabur cahaya senja terlihat cantik. Sangat cantik. Jungkook terkesima untuk waktu yang lama.

"Menaklukan hati seseorang," ucap Jungkook kemudian. Membalas pertanyaan Yein yang terabaikan beberapa detik lalu.

 Membalas pertanyaan Yein yang terabaikan beberapa detik lalu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Fall and LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang