Yein duduk di meja restauran mewah yang ia ketahui milik dari keluarga Moon Taeil, laki-laki yang dijodohkan dengannya. Jujur, Yein merasa pernikahan terlalu cepat untuk dirinya yang bahkan baru berusia 20 tahun. Yein tidak ingin menikah muda. Banyak sekali mimpi yang harus ia gapai. Tapi takdir, entah mengapa tak pernah mau berpihak kepadanya.
Yein menatap jam tangan mahal yang melingkar di pergelangan tangan cantiknya ---hadiah yang mamanya berikan tahun lalu. Taeil u telat terlalu lama. Seandainya tidak ada mata-mata mamanya, mungkin sejak tadi Yein sudah memutuskan untuk pulang. Ini hanya membuang-buang waktu.
"Jeong Yein?"
Yein menoleh cepat, dan menemukan lelaki yang tersenyum manis begitu ia melihatnya.
"Aku Moon Taeil." Lelaki itu lekas duduk di kursi samping Yein.
Yein merotasikan bola matanya malas, kemudian menatap Taeil. "Tidak mau minta maaf karena sudah membuat saya menunggu?" tanya Yein sarkas.
"Ah, ya." Taeil terkekeh. "Maaf, tadi ada halangan sebentar."
"Hm, ya. Sebentar." Yein bergumam pelan seraya mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Udah pesen makan?" tanya Taeil kembali.
"Sudah." Yein membalas singkat.
"Baguslah. Soalnya kita harus pergi."
"Ke mana?" Yein mendelik, takut bahwa Taeil akan membawanya ke tempat yang tidak baik. Ayolah, Yein terlalu hafal dengan pola pikir kebanyakan lelaki di Seoul.
"Astaga, jangan lihat aku kayak gitu!" Taeil berkata santai. "Aku tahu kamu lagi dimata-matai. Ayo pergi. Seenggaknya mereka tau kamu sama aku. Mereka gak akan ngikutin kita," bisik Taeil.
"Maksud kamu?" Yein mengernyit bingung, tak mengerti dengan arah pembicaraan Taeil. Namun bukannya menjawab, Taeil malah menyambar tangan Yein dan membawanya keluar.
"Ini apa, sih?" Yein menoleh bingung pada Taeil sesampainya ia di dalam mobil laki-laki itu. Kemudian menoleh sebentar ke belakang, di mana para mata-matanya berdiri di depan kafe dan membungkuk sejenak pada mereka ---ya, seolah memberikan salam pada mereka yang hendak pergi.
"Nanti juga tahu." Taeil tersenyum, kemudian melajukan mobilnya.
Tak berapa lama mereka sampai di sebuah tempat yang ramai dekat Sungai Han. Taeil turun, diikuti oleh Yein yang masih bertanya-tanya sejak tadi.
"Taeil, tunggu!" ujar Yein. "Apa maksud ini semua? Tolong jelaskan segera!"
"Ah." Taeil terkekeh. Tidak seperti stelannya yang rapi dan formal, ternyata Taeil orang yang teramat santai. "Aku tahu kamu gak setuju dengan perjodohan ini. Iya, kan?"
Yein seketika mengkerutkan keningnya semakin dalam.
"Begini, aku gak akan memberatkan kamu. Sebenarnya juga---"
"Sayang!"
Perkataan Taeil terhenti sejenak, seorang gadis datang dan segera memeluknya. Astaga, apa-apaan ini?
"Hai, menunggu lama?" Taeil dengan amat mesranya mengecup pipi gadis itu. "Sebentar, ya." Taeil lantas kembali menatap Yein yang menatapnya dengan bengis.
"Maksud kamu, kamu juga tidak setuju dengan perjodohan ini?" tanya Yein sarkastis. "Lantas kenapa kamu tidak bilang saja pada orang tua kamu supaya kita sama-sama bebas? Saya tidak suka membuang-buang waktu seperti ini!"
"Hei, ini gak semudah yang kamu pikir. Kamu juga tahu, bukan?"
"Saya tidak peduli! Lagi pula, apa ini? Kamu mengajak saya keluar dan kemudian menemui pacar kamu? Ini sangat kurang ajar dan tidak sopan, kamu tahu?" Yein menyahut marah.
Sejujurnya hanya marah pada keadaan. Kenapa? Kenapa harus ia terjebak dengan ini semua?
"Hei, ayolah... jangan marah kayak gitu. Kita bisa kerja sama. Kita---"
"Segera bilang untuk batalkan perjodohan ini!"
Yein dengan marah berlalu. Entah, rasanya terlalu muak dengan semuanya. Yein tahu ujung-ujungnya apa yang akan Taeil rencanakan.
Sandiwara. Benar, bukan? Yein tidak sudi. Sudah cukup selama ini ia berpura-pura bahagia di hadapan seluruh orang. Yein tidak mau menambah beban dengan harus berpura-pura mencintai.
Cukup.
***
Jungkook merenggangkan otot-otonya yang tegang. Benar-benar bosnya sangat kejam. Yang benar saja, Jungkook seharian ini mengantar banyak pesanan dan sampai di restauran masih harus diperintah itu-ini. Jungkook jadi tidak mengerti, dia bekerja sebagai tukang antar makanan atau budak bosnya?
Beruntung jam kerjanya sudah usai. Ia juga mendapat bonus, meski menurutnya amat tidak sepadan dengan pekerjaannya. Entahlah. Besok-besok mungkin Jungkook harus mencari pekerjaan di tempat lain kalau masih ingin hidup.
Jungkook membuka kaleng minuman ringan dan menengguknya setengah. Udara malam benar-benar dingin, tetapi orang masih ramai berkeliaran di luar.
Jungkook berdiri, tapi netranya tiba-tiba terpaku pada sesosok perempuan yang ia temui tempo hari. Perempuan galak yang tatapannya entah mengapa terasa hambar menurut Jungkook.
Jungkook kembali duduk, tertarik untuk tetap menyaksikan pertunjukkan yang disuguhkan gadis itu dengan laki-laki yang Jungkook duga sebagai kekasihnya.
"Ah. Pacarnya selingkuh?" gumam Jungkook seraya kembali meneguk minumannya. "Galak, sih. Makanya cowoknya selingkuh. Lagi pula, selingkuhannya lebih seksi." Jungkook terkekeh.
Jungkook berdiri saat gadis itu berlalu. Entah apa yang menuntunnya untuk mengikuti langkah gadis tersebut. Menurutnya ini unik.
"Pacarnya selingkuh?" Jungkook berkata tenang, berdiri di sisi gadis itu di depan penyebrangan jalan.
Tidak ada respon.
Gadis itu menyebrang, Jungkook juga ikut.
Kini keduanya duduk bersisian di halte bus. Jungkook diam mengamati gadis itu, sementara dia sendiri sibuk dengan ponselnya. Sesekali, dapat Jungkook lihat sorot matanya hampa. Jungkook merasa... ah, tidak. Jungkook tidak ingin menyimpulkan dengan cepat.
"Jangan sedih. Cowok bukan cuma satu, kok." Jungkook tersenyum saat gadis itu menoleh.
"Kenal saya?" tanyanya tanpa ekspresi.
"Ya. Ini pertemuan kedua kita setelah kemarin."
Hening. Gadis itu memilih mengabaikan Jungkook kembali.
"Kamu tahu, kalau dua orang secara terus menerus dipertemukan dalam ketidak-sengajaan, mereka bisa saja jodoh."
"Maka saya bukan jodoh kamu karena saya merasa tidak pernah bertemu dengan kamu. Dan setelah ini saya pastikan kita memang tidak akan pernah bertemu!"
"Ya?" Jungkook tertawa pelan. "Bagaimana kalau kita bertemu lagi?" Jungkook berkata lantang saat gadis itu hendak menaiki bus.
Gadis itu sempat diam, tetapi pada akhirnya memasuki bus tanpa menjawab pertanyaan Jungkook.
"Aku pastikan aku akan mengejar kamu jika kita bertemu untuk ketiga kalinya." Jungkook bergumam pelan. Netranya terus menatap lekat pada gadis pucat yang entah mengapa menarik Jungkook untuk mendekat padanya. Ya, tatapannya tak pernah lepas sampai bus yang ditumpangi gadis itu benar-benar menghilang.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
Fall and Love
FanfictionJungkook dan Yein dipertemukan dengan berbagai kebetulan yang pada akhirnya Jungkook yakini sebagai takdir. Pertama, saat Jungkook kabur dari kejaran mantannya yang mengamuk karena Jungkook ketauan selingkuh. Kedua, saat Yein dicampakkan oleh kekasi...