[4]

742 30 11
                                    

"Karena jika kamu menyukai seseorang, maka yang kamu rasakan hanyalah kebahagiaan."

-Rina.A


Tiara berdecak kesal, karena mendengar celotehan Raka yang sangat - sangat tidak ada manfaatnya sama sekali. Tiara heran, saat Tante Reyna hamil ia mengidam apa? Sampai melahirkan anak seperti Raka, yang cerewetnya ngalahin Emak-emak.

"Aduh, Ka!! Lo bisa diem gak sih? Telinga gue tuh capek dengerin lo ngomong mulu. Pergi lo sana, main sama anak-anak cowok!" Kesal Ghina yang tidak habis pikir, cowok kok cerewetnya ngalahin cewek.

"Anak cowok mah gak asik, bahasnya game mulu gak ada yang lain. Mending sama kalian. Ya, walaupun tuh manusia es diem mulu." Raka melirik Tiara, sedangkan yang dilirik berusaha tidak peduli.

"Halah, sok bilang gak asik. Padahal lo sama kita cuman mau deket sama Ghina doang, kan? Hafal gue sama muka - muka kaya lo." Cibir Rina.

"Tau aja lo, Rin." Raka terkekeh, sedangkan Ghina mendengus kesal.

Tiara menutup bukunya, menatap ketiga orang yang sudah bersahabat dengannya sejak 17 tahun yang lalu. Minus satu orang yang kini tinggal di Medan, siapa lagi kalau bukan Kelvin? Ah, Tiara sangat merindukan Kelvin, sangat.

'Sekarang dia lagi ngapain ya? Sekolahnya gimana? Teman-temannya gimana? Dia lagi sama siapa? Apa lagi sama Elena?..' tunggu, Elena? Tiara meringis saat membayangkan, betapa bahagianya Kelvin saat bersama Elena.

"Woy!! Mikir yang jorok-jorok lo, ya? Dari tadi dipanggil gak nyaut-nyaut!" Tuduh Raka, setelah menyentil dahi Tiara.

"Bangsat! Sakit, goblok!" Umpat Tiara, seraya mengusap dahinya yang agak memerah.

"Bodo! Lagian, siapa suruh bengong?" Kata Raka, tak mau kalah.

"Anj-"
"Udah deh, kalian berdua mau pulang atau mau berantem?" Rina memotong umpatan yang akan Tiara keluarkan. Sebenarnya jam pulang masih lama, tapi karena sedang MPLS mereka bisa pulang kapan pun. Toh, mereka berangkat hanya demi mendapat uang jajan.

Tiara memasukkan buku novelnya kedalam tas, lalu menyampirkan salah satu tali tas ranselnya ke bahu sebelah kanan. Tiara melangkahkan kakinya menuju parkiran, karena hari ini ia membawa motor kesayangan Bintang yang diwariskan untuknya.

Sebenarnya Bintang sudah menawarkan Tiara untuk membeli motor baru, namun Tiara menolaknya dengan alasan "mogi masih bagus."

Tiara meliuk-liukkan mogi, menyalip semua kendaraan yang menghalangi jalannya. Tak jarang ada yang meneriaki dirinya, karena ugal-ugalan di jalan raya. Dan tentu saja, Tiara tak memperdulikan nya.

Sesampainya dirumah, Tiara langsung masuk kedalam kamarnya. Terdengar alunan musik klasik yang sangat lembut, ia yakin kalau Mamahnya sedang bermain piano. Setelah mengganti pakaiannya, Tiara langsung menuju ruang musik.

Terlihat Bintang yang terlalu asik bermain piano, sampai tidak menyadari kalau Tiara datang dan melihatnya. Tiara duduk di salah satu sofa yang sengaja ditaruh di ruangan itu, menikmati alunan musik yang Mamahnya mainkan.

Mamahnya ini sangat menyukai musik, setelah keluar dari agensi balap, Bintang menjadi lebih banyak bermain musik atau sekedar main PS. Karena untuk bermain basket pun ia tidak bisa seperti dulu lagi, jadi ia hanya bermain basket ketika ia mau saja. Kadang, Bintang juga memainkan alat DJ yang terletak sisi ruangan sebelah kanan.

Ruangan ini sangat luas, Kira-kira seluas ruang tamu. Di sisi kanan terletak banyak alat musik, sedangkan di sisi kiri terletak banyak buku dan sofa. Atau lebih tepatnya, ruangan ini juga seperti ruang perpustakaan. Ayahnya yang suka membaca, dan Mamahnya yang suka musik. Lalu, jadilah Ruangan ini.

Pengagum RahasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang