Bandung, 20 juni 2016
"Kedatangan saya kesini bermaksud untuk melamar puteri Bapak dan Ibu."
Kedua paruh baya yang duduk diruang tamu itu menatap laki-laki muda dihadapan mereka dengan tenang.
"Apa kamu benar-benar yakin nak, ingin melamar puteri Bapak?"
"Iya Pak, Saya yakin ingin melamar. Tapi mungkin saya belum bisa menikahi Aleta dalam waktu dekat Pak."
"Jadi maksud kamu melamar Aleta?"
"Saya ingin mengikat Aleta dalam sebuah pertunangan Pak."
Laki-laki paruh baya itu menatap puterinya yang duduk di seberangnya.
"Apa kamu sudah membicarakan ini dengan Aleta?"
"Sudah Pak."
"Kalau begitu Bapak serahkan ke Aleta. Bapak dan Ibu merestui saja apapun rencana kalian. Toh, kalian sudah lama bersama jika kalian ingin membawa hubungan kalian kearah yang lebih serius Bapak hanya bisa mendoakan semoga semua berjalan lancar. Jadi, bagaimana Aleta. Apa kamu menerima lamaran dari Faiz?"
Gadis berusia 22 tahun yang bernama Aleta itu mendongak menatap kedua orang tuanya.
"Aleta setuju dan menerima lamaran dari Faiz Pak, Bu. Dan Aleta juga mohon doa dan restu dari Bapak dan Ibu."
Kedua orang tua Aleta pun mengangguk tanda merestui hubungan Aleta dan juga Faiz.
Keesokan harinya rumah Aleta dipadati oleh sanak saudara yang datang menghadari pertunangan Aleta dan juga Faiz yang baru saja dilaksanakan pagi tadi. Aleta dan Faiz duduk diteras rumah sembari makan siang bersama. Sedangkan para orang tua sedang berbincang didalam rumah.
"Mas nggak nyangka, akhirnya Mas ngelamar kamu Al."
Aleta yang sedang menyuapkan soto ditanganya tiba-tiba menghentikan gerakannya dan menaikan satu alisnya.
"Emang Mas pernah berfikir ngelamar perempuan lain selain aku?"
"Ya pernah dong."
Faiz langsung menutup bibirnya tanda kelepasan bicara. Apa lagi setelah melihat Aleta menaruh mangkuk sotonya dan menatap curiga kearah Faiz ditambah kedua tangannya yang terlipat didada pertanda perempuan itu sedang kesal.
"Oh jadi Mas pernah mikir ngelamar perempuan lain selain aku? terus karena nggak kesampaian ngelamar perempuan itu jadi Mas akhirnya ngelamar aku gitu!"
Faiz menoleh kesamping wajahnya dan menepuk jidatnya setelah ingat bahwa Aleta memang sedang peroid dan jelas bukan waktu yang tepat untuknya mengajak Aleta bergurau ditengah emosi perempuan itu yang sedang tidak stabil.
"Bukan, bukan gitu maksud Mas. Mas cuma bercanda Al. Ya ampun nggak usah marah gitu dong. Kamu kan tahu 4 tahun ini mas pacarannya cuma sama kamu. Terus gimana ceritanya Mas malah mikir buat ngelamar perempuan lain selain kamu. Ya nggak mungkin lah."
Aleta melengos dan mendengus mendengar perkataan Faiz.
"Halah, mana ada yang tahu hati seseorang sih Mas. Bisa aja kan 4 tahun Mas pacaran sama aku tapi mikirin perempuan lain buat dilamar. Ih nggak nyangka aku yah, Mas kok tega banget."
"Aduh Al, Mas itu bercanda jangan diambil hati gitu. Ini kan acara lamaran kita kok malah berantem gini. Mas minta maaf deh yah kalau Bercandaan Mas nyakitin kamu. Mas bener-bener bercanda tadi kok. Mas jelas mikirin hubungan kita makanya Mas ngelamar kamu, tapi kamu tahu sendiri kan Al, kita belum bisa nikah dalam waktu dekat ini. Tabungan Mas belum cukup, Mas harap kamu mau sabar nunggu yah."
Aleta pun akhirnya menoleh mendengar nada serius dari Faiz dan menatap laki-laki itu. Faiz memang bukanlah pacar pertama Aleta. Mereka berpacaran saat Aleta kuliah semester 2 sampai sekarang dia sudah lulus dari perkuliahannya. Begitupun Faiz yang saat itu tidak lain adalah kakak tingkat dikampus Aleta dan sekarang sudah bekerja disebuah perusahan dikota Bandung.
Dulu Aleta menerima Faiz bukan karena Faiz terkenal dikampusnya. Tapi perkenalan mereka diawali dari Aleta yang kala itu menemani Ulya, teman dekatnya untuk menemui kakaknya yang kuliah dikampus yang sama yang secara kebetulan adalah teman Faiz juga.Mereka akhirnya diperkenalkan oleh Agam, kakak Ulya. Dan dari sanalah akhirnya mereka dekat dan menjadi teman. Aleta dan Faiz sering menghabiskan waktu berdua, mulai dari mengerjakan tugas, nonton bioskop sampai nongkrong bersama. Sampai akhirnya satu tahun setelahnya Faiz meminta Aleta menjadi kekasihnya.
Saat itu Aleta fikir tidak salah juga menjadi pacar Faiz. Karena yang Aleta kenal Faiz adalah laki-laki yang baik. Tidak banyak bicara, tidak mudah marah juga tidak nakal seperti laki-laki seusianya yang lebih suka bergonta-ganti perempuan dan keluar masuk club malam.
Aleta ingat betul hari itu, 22 juli 2012. Aleta dan Faiz yang saat itu sedang mengerjakan tugas bersama ditaman kampus, tiba-tiba saja Faiz mengajak Aleta untuk berpacaran. Ingat, mengajak. Bukan meminta ataupun mengucapkan kata-kata romantis seperti laki-laki pada umumnya. Aleta sampai dibuat kaget dengan ucapan Faiz. Bahkan dia fikir Faiz sedang bercanda dengannya seperti kebiasaan laki-laki itu saat berdua dengannya. Tapi ternyata Aleta salah, sekalipun tidak diucapkan dengan kata-kata manis Faiz membuktikan bahwa apa yang dia katakan tidak main-main.
Faiz berubah menjadi laki-laki yang penuh perhatian setelah mereka berpacaran. Tidak banyak yang berubah, mereka masih sama-sama menjadi tempat bercerita satu sama lain. Faiz yang sering mengeluh dengan tugas akhirnya dan aleta yang selalu menjadi pendengar yang baik. Bahkan tidak jarang Aleta ikut menemani Faiz mengerjakan tugas skripsinya.
Sampai Faiz lulus dan bekerja disebuah perusahan yang bergerak di bidang property. Dan Aleta lulus dan menjadi seorang teller disebuah bank swasta.
Jujur saja Aleta belum memikirkan untuk menjalin hubungan yang serius dengan Faiz. Aleta adalah tipikal perempuan simple yang tidak ingin meributkan hal-hal yang mungkin akan berkahir dengan perdebatan. Baginya selama Aleta dan Faiz sama-sama nyaman dalam hubungan ini, Aleta tidak ingin menuntut lebih. Toh, jika Aleta dan Faiz berjodoh nantinya Tuhan juga pasti menunjukkan jalan bagi mereka.
Aleta adalah perempuan yang riang, tapi bagi yang belum mengenalnya mungkin akan berpikir dia sedikit cuek. Karena Aleta tidak terlalu menjaga jarak dari orang-orang baru. Tapi biarpun periang Aleta lebih suka menyimpan semua yang dia rasakan seorang diri, dia lebih suka merenung dan bersedih sendiri. Dia juga sering kali mengalah dalam perdebatan dengan siapapun itu, termasuk dengan Faiz sekalipun. Karena Faiz termasuk laki-laki keras kepala jika sudah berdebat. Dan karena Aleta tidak suka bertengkar dia akan lebih mengalah daripada memperpanjang masalah.
Beberapa hari yang lalu saat Aleta bertemu Faiz dan mereka menghabiskan malam libur bersama disebuah cafe tiba-tiba saja Faiz membicarakan kelanjutan hubungan mereka. Faiz ingin memperjelas hubungan mereka dengan melamar Faiz dan Faiz pun menyetujuinya. Saat itu pun Faiz menjelaskan bahwa dia baru bisa melamar Aleta tapi belum bisa mengajak Aleta dalam waktu dekat. Dan Aleta bahkan belum bepikir sejauh itu. Baginya Faiz yang berniat untuk melamar Aleta saja sudah sebuah bukti bahwa Faiz memikirkan hubungan mereka. Dan Aleta merasa cukup dan tidak ingin memaksakan apapun. Sekarang melihat Faiz dihadapannya setelah beberapa jam yang lalu telah menjadi tunangannya cukup membuat Aleta terharu. Aleta belum pernah merasakan rasa nyaman pada seorang lelaki yang teramat sangat seperti rasa nyaman nya saat bersama Faiz. Tidak dengan teman laki-lakinya yang lain ataupun dengan mantan-mantannya dahulu. Aleta selalu merasa nyaman dan aman saat bersama Faiz sejak mereka menjadi teman bahkan setelah mereka bertunangan. Aleta selalu merasa dia tidak perlu berpura-pura tentang hal apapun, karena cukup dengan menjadi dirinya sendiri Faiz sudah memandangnya. Faiz sudah menerima Aleta dengan segala kekurangannya.
Aleta menggenggam tangan Faiz yang duduk disebelahnya dan menatap laki-laki itu dalam-dalam. Dengan mengabaikan suara bising obrolan dari para sanak saudaranya didalam rumah Aleta berkata dengan sungguh-sunguh pada Faiz.
"Mas nggak perlu menjanjikan apapun untuk kedepannya. Dengan kamu ada buat aku, nerima aku dengan semua kekurangan aku, itu udah cukup buat aku. Enggak perlu memikirkan hal rumit untuk kedepannya. Biar Tuhan yang atur jalan terbaik buat kita dan hubungan kita yah Mas. Aku Enggak pengin menuntut apapun dari kamu cukup kamu yang seperti ini udah buat aku bahagia"
----------------💓-----------------
KAMU SEDANG MEMBACA
Bertahan Dalam Jarak
Teen FictionPada kenyataannya Jarak bukanlah suatu penghalang, bukan juga alasan dari rapuhnya sebuah hubungan. Jarak hanyalah jeda yang kadang menjadi faktor sebuah kebimbangan. Karena hati yang tak yakin untuk terus bertahan dalam segala bentuk kekhawatiran. ...