Bandung, 27 juni 2016"Ada yang mau Mas omongin sama kamu Al."
"Apa?"
"Mas dapet promosi naik jabatan."
"Oh ya? bagus dong. Alhamdulillah, selamat yah Mas."
Aleta tersenyum tulus menatap Faiz yang justru terlihat ragu.
"Iya tapi dengan syarat Al."
"Syarat apa Mas?"
"Mas harus dipindah tugaskan ke kantor cabang yang baru di Balikpapan."
Aleta yang baru saja hendak menyuapkan es krim mendadak menghentikan gerakannya, dia mendongak dan meletakkan sendok es krim nya perlahan. Menatap Faiz yang menunduk merasa bersalah, Aleta tiba-tiba merasakan firasat yang tidak enak.
"Maksud Mas?"
"Mas harus mengikuti perintah dari kantor untuk pindah ke Balikpapan jika Mas mau untuk naik jabatan Al."
Aleta menarik nafasnya perlahan saat mendadak merasakan sesak didadanya. Mengalihkan pandangan kearah luar jendela Cafe dan melihat jalanan yang cukup ramai malam ini.
Lalu Aleta menatap Faiz yang ternyata juga sedang memandangnya."Lalu Mas berencana menerima tawaran itu."
Faiz menggengam tangan Aleta diatas meja saat merasa Aleta sepertinya terlalu kaget dengan informasi yang baru saja dia dengarkan.
"Al, Mas belum menerima tawaran itu karenaMas mau membicarakan ini dulu sama kamu. Tapi kalau Mas fikir ini adalah kesempatan yang bagus. Dengan Mas naik jabatan itu berarti Mas bisa lebih cepat menabung dan bisa cepat nikahin kamu."
Aleta menarik tangannya perlahan dari genggaman Faiz dan menatap Faiz dalam-dalam.
"Berapa kali sih Mas aku bilang. Nggak perlu memusingkan apapun tentang rencana-rencana dimasa depan. Cukup jalani aja apa yang ada saat ini. Aku nggak minta pesta pernikahan besar, aku juga nggak nuntut untuk cepat-cepat dinikahi kamu. kamu ada buat aku aja itu udah cukup."
"Aku tahu Al, aku tahu kamu nggak pernah menuntut apapun tapi aku ini laki-laki. Nggak mungkin aku nggak memikirkan masa depan kita. Aku pengen secepatnya nikahin kamu, aku pengen secepatnya kamu jadi isteri aku."
Aleta membuang wajahnya menolak menatap Faiz dihadapannya. Aleta tahu Faiz tulus dan benar-benar berniat untuk menikahinya. Tapi tidak pernah terfikirkan jika semua itu harus membuat Faiz pergi jauh darinya. Karena sejak 4 tahun berpacaran, belum pernah Aleta dan Faiz berjauhan. Mereka selalu berada dikota yang sama walau mereka mungkin bertemu satu minggu sekali tapi Aleta merasa cukup percaya pada Faiz tapi ini, Balikpapan. Kota yang bahkan Aleta yakin dia belum pernah mengunjunginya. Kota yang Aleta yakini sangat jauh sampai mungkin tidak ada yang bisa menjamin Faiz akan sering pulang untuk menemuinya.
Aleta jelas tidak bisa menerima ini begitu saja. Memikirkan untuk menjalani hubungan jarak jauh jelas tidak ada dalam rencana hidup Aleta. Bagi dirinya untuk apa mengejar dunia sampai membuat kita berjauhan dari orang yang kita sayang. Toh uang bisa dicari disini. Aleta seketika merasa matanya mulai berkaca-kaca, dan jelas Aleta tidak ingin Faiz melihatnya menangis saat ini. Bahkan selama mengenal Faiz, Aleta tidak pernah sekalipun menangis dihadapan laki-laki itu. Baginya air matanya hanya untuk dirinya sendiri tidak untuk diperlihatkan oleh siapapun.
Aleta bangkit berdiri dan mengambil tas tangannya. Dia hendak beranjak tapi Faiz langsung mencekal pergelangan tangannya.
"Al, kamu mau kemana? kita belum selesai bicara."
"Aku mau pulang."
"Al, kamu nggak bisa lari dari masalah begini. Kita harus ngomongin ini sekarang. Mas harus kasih keputusannya besok sama kantor Al."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bertahan Dalam Jarak
Teen FictionPada kenyataannya Jarak bukanlah suatu penghalang, bukan juga alasan dari rapuhnya sebuah hubungan. Jarak hanyalah jeda yang kadang menjadi faktor sebuah kebimbangan. Karena hati yang tak yakin untuk terus bertahan dalam segala bentuk kekhawatiran. ...