Jarak -5-

366 32 5
                                    

Bandung, 3 juli 2016

Aleta menatap jalanan dari balik kaca mobil mencoba mengabaikan tangan kanannya yang digenggam Faiz yang duduk disebelahnya.
Sedangkan Faiz yang saat ini sedang menerima panggilan dari atasan di kantornya sejak tadi menatap Aleta yang tidak juga bersedia menatapnya. Walaupun sejak tadi Faiz menggenggam tangannya.

"Baik Pak, Saya akan kabari jika Saya sudah sampai dikantor yang baru besok."

Faiz menutup panggilannya dan hendak menarik perhatian Faiz saat diingat yang Aleta lakukan hanya menanggapi Faiz dengan seadanya.

"Al?"

Aleta menoleh dengan tetap menyandarkan kepalanya pada jok mobil. Faiz memperhatikan Aleta, Wanita yang 4 tahun ini menemaninya. Mengisi hari-harinya juga bertahan untuknya. Faiz tahu ini adalah keputusan besar untuk mereka selama mereka bersama. Mereka akan berjauhan dengan waktu yang cukup lama. Sekarang melihat Aleta dengan wajah pucat dan mata sayu seperti ini jelas semakin memberatkan Faiz untuk meninggalkan Aleta. Apalagi sejak tadi Aleta menolak untuk membicarakan masalah mereka. Aleta menganggap semua sudah selesai dan tidak perlu lagi dibicarakan.

"Kamu pucet, apa kamu sakit?"

Faiz menangkup kedua pipi Aleta menatap khawatir pada kekasihnya itu. Sedangkan Aleta menutup mata mencoba menghalau air mata yang tiba-tiba hendak merebak keluar.

"Aku nggak apa-apa."

Aleta menurunkan kedua tangan Faiz dan menatap tatapan Faiz dalam-dalam.
"Udah nyampe, ayo kita turun."

Aleta pun membuka pintu mobil dan turun tanpa membiarkan Faiz mengatakan apapun.

Faiz pun turun beserta koper bawaannya. Dia menarik koper tersebut dengan tangan kanan sedangkan tangan kirinya menggenggam tangan Aleta. Orang tua Faiz sudah lebih dulu sampai dan menunggu didalam bandara karena Faiz lebih dulu menjemput Aleta dengan taksi online.

"Kamu sudah sampai nak?"

Mamah Faiz langsung saja menyambut Faiz dan Aleta dengan sebuah pelukan. Aleta tersenyum tipis menanggapi kata-kata dari mamah Faiz.

Mereka duduk berdampingan dengan Aleta yang berada ditengah antara Faiz dan mamahnya. Dan setelahnya Aleta terlibat obrolan panjang dengan Mamah Faiz. Sedangkan Faiz kembali menggenggam tangan kiri Aleta dan memainkan cincin pertunangan yang melingkar dijari manis Aleta. Tiba-tiba rasa ragu itu menghantam dada Faiz. Kebimbangan menyeruak muncul kepermukaan, seiring Faiz yang terus menatap cincin pertunangan mereka.

"Aduh Faiz pesawat kamu terlambat lagi. Gimana ini? Mamah sama Papah masih ada acara kerumah Tante Salsa yang mau 7 bulanan kehamilannya."

Faiz menatap jam dipergelangan tangannya. Seharusnya memang sejak 20 menit yang lalu pesawatnya berangkat tapi karena terjadi keterlambatan akhirnya keberangkatannya diundur kembali.

"Yaudah Mamah sama Papah pulang aja. Faiz nggak papah kok Mah."

"Beneran nggak papa? Kamu gimana sayang mau pulang ikut tante sama Om atau masih mau disini?"

Mamah Faiz menatap Aleta dan dijawab Aleta dengan gelengan kecil.

"Aleta disini dulu aja tante nemenin Mas Faiz sampe berangkat. Tante sama Om kalau mau pulang dulu nggak apa-apa."

"Yaudah kalau gitu tante pulang dulu ya. Kamu pulangnya hati-hati dan sampaikan salam tante buat orang tua kamu."

"Iya tante. nanti Aleta sampaikan."

Setelah Orang tua Faiz pergi, Aleta dan Faiz kembali duduk dan terjadi hening cukup lama. Mereka sibuk dengan fikiran masing-masing.
Aleta pun hanya memandang orang yang berlalu lalang di Bandara.

Pandangannya jatuh pada satu titik dimana seorang perempuan sedang mengusap pipinya yang Aleta yakini bahwa dia menangis hendak melepas seorang lelaki yang Aleta tebak adalah kekasih atau mungkin suami dari perempuan tersebut.

"Kamu nggak pengen kaya perempuan itu?"

Aleta menoleh dan mengerutkan kening tidak mengerti maksud kata-kata Faiz. Tapi saat melihat arah pandang Faiz yang menatap perempuan yang sama dengan perempuan yang sejak tadi dipandangi Aleta, dia cukup mengerti maksud kata-kata Faiz.

"Kayak perempuan itu gimana maksud kamu? Apakah aku harus menangis kaya dia?"

Faiz menggendikan bahunya. Dan membalas tatapan mata Aleta.

"Nggak juga sebenarnya tapi-"

"Apa dengan aku nangis bisa mengubah sesuatu seperti yang aku mau?"

Aleta kembali menatap perempuan itu yang masih diam ditempatnya sedangkan sang lelaki sudah masuk kedalam pintu keberangkatan.

"Air mata nggak akan merubah apapun mas. Semua tetap akan berjalan sebagaimana mestinya."

Aleta menoleh menatap kedua tangannya yang digenggam Faiz.

"Mas minta maaf, mas tahu maaf aja nggak cukup buat nebus kesalahan mas. Mas tahu kali ini mas udah keterlaluan. Masbener-bener minta maaf sayang. Tapi mas janji sekalipun kita jauh semua nggak akan berubah. Mas akan tetap ada buat kamu saat kamu butuh mas. Mas akan sering kabarin kamu. Bahkan kalau perlu mas akan usahain untuk sering pulang kesini. Kamu nggak perlu khawatir ya."

Aleta menarik tangannya dan menumpukkannya dikursi yang sedang dia duduki. Kembali menoleh kearah perempuan tadi yang akhirnya sekarang berbalik dengan langkah pelan diiringi air mata yang kembali jatuh. Seketika dia mencengkram pinggiran kursi yang dia duduki sebelum akhirnya menoleh kearah Faiz yang masih duduk disebelahnya.

"Bukan kepergian kamu yang aku fikirkan dan khawatirkan Mas. Tapi apakah nanti saat kamu pulang kembali kesini, kamu dan hati kamu akan tetap jadi milik aku seperti saat ini. Atau kamu akan kembali dengan membawa hati yang baru dan membuat aku sia-sia menunggu."

---------------💓--------------

Bertahan Dalam JarakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang