jarak-13

307 33 1
                                    

Bandung, 28 April 2019

Seminggu sudah Aleta mengurung dirinya dikamar. Sejak malam dimana Aleta dan Faiz bertemu untuk terakhir kalinya di taman, Aleta meninggalkan Faiz begitu saja. Rasanya sudah lama sekali baginya tidak keluar dan melihat keadaan di sekitarnya. Aleta juga tidak tahu bagaimana orang tuanya mengurus pembatalan rencana pernikahannya, bagaimana orang tuanya memberitahukan kabar ini pada keluarga besarnya. Bahkan beberapa hari setelah pertemuan terakhirnya dengan Faiz, setahu Aleta orang tua Faiz datang ke rumahnya untuk membicarakan kelanjutan hubungan Aleta dan Faiz. Aleta tidak menemui orang tua Faiz karena selain ayahnya melarang, Aleta juga tidak tahu apa yang akan dia bicarakan dengan dua orang paruh baya yang seharusnya menjadi mertuanya itu. Mengingat begitu banyak hal yang orang tuanya lakukan untuk Aleta, tiba-tiba rasa bersalah itu bersarang di dadanya. Jelas bukan hanya Aleta yang tersakiti tapi juga orang tuanya.

Aleta memutuskan keluar dari kamarnya dan mendapati rumahnya dalam keadaan sepi. Dia melangkah kearah halaman belakang dan menemukan ibunya sedang duduk di sana seorang diri sambil melamun. Wajahnya terlihat murung, tiba-tiba Aleta menyadari waktu cepat sekali berlalu saat Aleta melihat wajah ibunya sedikit menua, walau bagi Aleta ibunya tetap cantik dimatanya.

Aleta melangkah mendekati ibunya dan memanggilnya, ketika ibunya tidak juga menyadari kehadiran dirinya.

"Bu?"

Aleta melihat ibunya terkaget dan menoleh kearah Aleta lalu tersenyum lega kearah Aleta.

"iya nak, kamu butuh sesuatu?"

Aleta menggeleng dan menghampirinya ibunya, dia duduk disamping ibunya lalu menatap ibunya,

"Maafin Aleta yah Bu."

"Kamu minta maaf untuk apa nak? kamu tidak salah apa-apa sama ibu. Ibu hanya minta kamu sabar dan ikhlaskan semuanya. Anggap saja ini ujian dari Allah. Bersyukur kamu di tunjukkan sejak awal kalau Faiz bukan jodoh kamu."

"Iya Bu, Aleta sedang berusaha menerima dan mengkhilaskan semuanya, tidak ada gunanya juga Aleta terus bersedih. Terima kasih yah Bu, selalu menemani Aleta disaat-saat seperti ini. Aleta merasa lebih baik berkat ibu dan juga Bapak."

"Sekarang kamu tidak perlu bersedih lagi yang nak, Ibu yakin Allah pasti sudah menyiapkan jodoh yang lebih baik untuk kamu."

Aleta mengangguk dan memeluk ibunya. Dia bersyukur ditengah rasa sakit yang menyerangnya, ada orang tua yang selalu menemaninya dan memberi semangat untuknya.

-----------------------------------------------------

Keesokan harinya Aleta memutuskan untuk kembali bekerja setelah sebelumnya dia mengambil cuti untuk menenangkan dirinya karena masalahnya dengan Faiz juga karena batalnya rencana pernikahannya.

Aleta melangkah memasuki gedung kantornya, dan Aleta mengabaikan beberapa karyawan yang menatapnya diam-diam. Dia tidak tahu apa yang salah, mungkin saja karena dia tidak memakai makeup hari ini dan membuatnya terlihat pucat.

Aleta sampai diruang divisi tempatnya bekerja dan melihat Dina yang baru saja hendak duduk kembali bangkit kembali saat melihatnya masuk kedalam ruangan.

"Ya Allah AL, akhirnya kamu masuk lagi. Aku khawatir, kamu sehat kan Al?"

"Alhamdulillah aku sehat Din, kamu gimana kabarnya?"

"Yang jelas aku bete setiap kerja sepi nggak ada kamu."

Lalu tiba-tiba saja Dina menatap Aleta dengan pandangan serius dan Aleta sudah bisa menebak apa yang akan Dina katakan.

"Al, maaf kalau perkataan aku akan menyinggung kamu. Tapi apa benar kabar yang aku denger kalau kamu... kalau kamu.."

Dina menunduk merasa tidak enak dengan apa yang hendak dia tanyakan,

Bertahan Dalam JarakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang