Jarak- 14

378 34 5
                                    

Bandung, 29 April 2019.

"Aku mengenalnya sejak kuliah, dia adalah kakak tingkatku. Aku tidak berpikir jika kami akan menjalin hubungan begitu lama. Dia berhasil membuatku nyaman dan bergantung padanya. Bahkan sejak mengenalnya rasanya aku tidak ingat jika aku mempunyai teman lelaki lainnya. Dia adalah satu-satunya orang yang membuatku mempercayakan apapun. Bahkan dia adalah orang yang pertama aku cari saat aku ingin menceritakan apa yang aku lewati setiap hari.

Aku selalu mengandalkannya dalam segala hal.. bahkan selama empat tahun kami selalu bersama, sampai akhirnya dia melamarku tiga tahun yang lalu. Aku bahagia tentunya, tapi itu tidak lama karena setelah melamarku dia memberi tahukan bahwa dia harus dipindah tugaskan untuk bekerja di Balikpapan. Aku jelas kaget karena dia tidak pernah memberitahukan itu sebelumnya."

Aleta menatap danau yang ada dihadapannya dengan mata berkaca-kaca. Suaranya pun terdengar serak. Dia dan Ravid saat ini duduk di bangku yang dulu menjadi tempat pertemuan pertamanya dengan Ravid. Sedangkan Ravid sedang menatap Aleta, menunggu wanita itu mengungkapkan semua isi hatinya.

"Aku bukanlah orang yang meyakini hubungan jarak jauh Mas. Bukan karena aku tidak mempercayai pasanganku, tapi karena aku tidak bisa membendung kekhawatiranku. Dia memang menepati janjinya untuk selalu mengabariku, dan aku selalu meredam pikiran-pikiran burukku. Bahkan ketika beberapa bulan terakhir dia menghilang tanpa kabar. Setiap hari aku selalu memperingati diriku untuk terus mempercayainya Mas. Dan sungguh itu tidaklah mudah, bahkan aku hampir ingin menyerah.

Aku bergelut dengan pikiranku sendiri setiap hari. Aku selalu bertanya-tanya, kemanakah dia? kenapa dia tidak menghubungiku? Kenapa dia tidak memberi kabar. Bahkan aku berpikir apa dia mulai bosan denganku dan apakah ada yang salah dengan diriku. Semua pertanyaan itu berputar-putar di pikiranku. Dan aku selalu lelah karena tak kunjung mendapatkan jawaban.

Tapi malam itu ketika Mas menemuiku di hari ulang tahunku, dia tiba-tiba datang tanpa memberitahuku. Dia bilang dia sengaja menghilang karena ingin memberi kejutan dihari ulang tahunku. Aku memaksa diriku mempercayainya, walaupun logikaku menentang keras pernyataanya.

Aku tahu hubungan kami memang seharusnya berakhir dengan sebuah pernikahan. Itulah kenapa walaupun sehari setelah kepulangannya, dia langsung memintaku untuk mempersiapkan pernikahan kami, saat itu aku langsung menyetujuinya. Hatiku ragu jujur saja, seakan ada yang salah tentang itu. Tapi aku tidak ingin mengacaukan impian kami. Bohong, jika aku tidak bahagia. Tapi sore itu, ketika tanpa aba-aba ada seorang wanita yang menemuiku dan mengatakan bahwa dia mengandung anak dari calon suamiku. Menurutmu apa yang aku rasakan Mas?"

"Apa kau yakin wanita itu benar-benar mengandung anaknya?"

"Ini bukan hanya tentang apa benar wanita itu mengandung anaknya atau bukan Mas, dia yang mengaku bahwa dia memang benar melakukan kesalahan dengan wanitu itu. Mungkin bagi sebagian orang masalahnya adalah karena wanita itu yang mengandung anaknya, tapi bagi aku bukan itu yang utama. Dia bukan hanya menodai hubungan kami, tapi dia merusak kepercayaan yang sudah aku berikan selama tujuh tahun ini. Apa Mas pikir kepercayaan itu dengan mudah aku berikan tanpa pengorbanan? aku selalu menentang hati dan logikaku sendiri hanya untuk terus percaya padanya. Tanpa perduli bahwa aku tahu ada sesuatu yang salah terjadi dihubungan kami."

"Aku hancur tentu saja Mas, bahkan itu berdampak dengan aku yang mulai menyalahkan diriku sendiri. Aku tidak tahu bagaimana membendung sakit hatiku ini. Rasanya masih seperti mimpi, tujuh tahun yang aku jalani dengan segala perjuangan harus berakhir hanya karena sebuah kekhilafan. Bahkan aku tidak mampu marah pada mereka. Aku tidak bisa mengungkapkan betapa kecewa dan hancurnya aku pada dia, Mas. Satu-satuya hal yang bisa aku pertahankan adalah harga diriku untuk tetap terlihat baik-baik saja, walaupun hatiku memaksa untuk menangis dan berteriak dihadapannya."

Aleta menutup wajahnya dan terisak, dia sudah berjanji untuk tidak lagi menangis, tapi nyatanya semuanya tidak mudah untuk Aleta jalani. Dia sudah mencobanya, dia sudah berusaha tapi ini terlalu berat untuk dilaluinya sendirian, dan disini dia meluapkan semua itu dihadapan Ravid.

Ravid yang melihat Aleta terisak pun langsung membawa wanita itu kedalam pelukannya. Dan itu cukup membuat tangisan wanita itu semakin keras.

"Bagaimana aku harus menjalani hariku setelah ini Mas, ketika aku harus kehilangan seseorang yang sudah aku jadikan pegangan. Kenapa dia tidak memikirkan aku yang sudah berusaha keras berjuang untuknya? Apa tujuh tahun ini tidak berharga baginya, hingga dia tega menyakitiku separah ini."

Ravid menjauhkam pelukannya dan mendongakkan wajah Aleta, dia mendapati mata wanita itu memerah. Kantung mata yang belum benar-benar hilang setelah berhari-hari menangis pun harus bertambah sembab karena menangis lagi.

Ravid menghapus air mata yang terus mengalir dipipi Aleta dan menatap wanita itu dalam-dalam.

"Dengarkan aku Al, aku tahu tujuh tahun bukan waktu yang singkat untuk melepaskan dan mengikhlaskan semuanya. Tapi kamu juga tidak boleh terus bersedih dan terus terpuruk seperti ini. Kamu mungkin kehilangan peganganmu yang sudah kamu percayakan untuk menemani kamu menjalani hidup, tapi kamu harus mulai belajar untuk berdiri diatas kaki kamu sendiri.

Tidak mudah pasti. Tapi kamu harus berusaha sesulit apapun caranya. Hidup kamu terus berjalan, kamu tidak bisa terus seperti ini. Kamu harus pikirkan orang-orang yang menyayangi kamu. Bagaimana perasaan mereka jika melihat kamu terus bersedih seperti ini?

Setidaknya bangkitlah untuk mereka, berjuanglah lagi untuk bisa berbahagia bersama orang-orang yang menyayangi kamu, berjuanglah seperti kamu berjuang selama tujuh tahun ini untuk laki-laki itu. Jika dia saja bisa semudah itu menyakiti kamu dan menghancurkan kepercayaan kamu. Maka semudah itu juga kamu harus melupakan dia. Tidak perduli tujuh tahun ataupun sepuluh tahun jika dia menghancurkan kamu hanya karena satu kesalahan fatal bukankah berarti selama ini dia tidak menghargai kamu dan hubungan kalian?

Ingatlah Aleta, kamu terlalu berharga untuk menangisi laki-laki seperti dia dan menangisi perbuatan brengseknya. Kamu terlalu berharga untuk bersanding dengan laki-laki seperti itu."

Aleta menatap Ravid dengan mata-mata berkaca-kaca dan juga terlihat ragu.
"Apa aku bisa Mas? apa aku bisa melakukan semua itu?"

"Bisa, kamu pasti bisa. Dan aku akan selalu ada untuk kamu. Kamu bisa membagi apapun padaku."

"Terimakasih Mas."

Setelah itu Ravid kembali memeluk Aleta. Dan mereka tidak menyadari bahwa dibalik pohon besar didekat mereka berada, Faiz mendengar semua pembicaraan mereka. Ya, Faiz berada disana juga. Faiz awalnya memang sedang berada ditaman itu, mengenang kenangan-kenangan bersama Aleta yang sering mereka habiskan disini. Dan tanpa disengaja Faiz melihat Aleta bersama laki-laki yang sempat dia lihat dikantor Aleta. Fais jelas cemburu, tapi dia tahu dia sudah tidak pantas untuk kembali menemui Aleta. Walaupun jauh dilubuk hatinya dia sangat merindukan Aleta, Faiz akhirnya hanya bisa bersembunyi dibalik pohon didekat tempat Ravid dan juga Aleta duduk. Dia ingin melihat Aleta secara dekat, tapi ternyata Faiz pun harus mendengar semua isi hati mantan kekasihnya itu. Faiz mendengar semuanya, bagaimana hancurnya wanita itu karena ulahnya. Dia menghapus air matanya, dia sangat menyesali perbuatan yang dia lakukan pada Aleta. Faiz sesungguhnya sangat mencintai Aleta, tapi entah setan apa yang merasukinya ketika berada di Balikpapan kala itu, sampai dia terlena sehingga melupakan Aleta dan justru tergoda pesona Gea. Sekarang dia hanya bisa menyesali semuanya, dia tahu apapun yang akan dia lakukan tidak mungkin bisa mengembalikan kepercayaan Aleta yang sudah dirinya hancurkan.

-------------------💓-------------------

Bertahan Dalam JarakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang