jarak -10-

309 27 3
                                    

Bandung, 19 maret 2019.

Aleta mendongak menatap kearah Faiz dengan pandangan kaget. Dia sungguh tidak menyangka bahwa Faiz akan membicarakan tentang pernikahan mereka bahkan dihari pertama kepulangannya.

"Maksud kamu?"

"Ya aku ingin menikahi kamu. Kamu kan tahu aku bekerja jauh ke Balikpapan untuk menabung dan bisa menikah dengan kamu. Sekarang aku sudah pulang, jadi kita bisa menikah secepatnya."

Aleta meletakkan sendok yang dipegangnya dan memfokuskan dirinya dengan apa yang akan dia dan juga Faiz bicarakan.

"Apa tidak terlalu cepat kita membicarakan ini Mas. Maksudku kita baru bertemu dan kamu juga baru pulang dari Balikpapan."

"Tidak ada yang terlalu cepat Al, kita sudah merencanakan ini sejak tiga tahun yang lalu. Aku tidak ingin menunda-nunda lagi, toh kita tinggal membicarakan ini dengan orang tua kita lalu mempersiapkan pernikahan kita. Jadi tidak ada yang perlu di khawatirkan lagi. Kecuali kalau kamu.. punya seseorang yang lain disini. Dan membuat kamu ragu untuk menikah dengan aku."

"Kenapa tiba-tiba justru kamu bicara seperti itu Mas? Aku hanya merasa dihari pertama kita bertemu, pembicaraan ini terlalu berat untuk dibicarakan. Kenapa kita tidak membicarakan hal-hal yang lebih ringan. Seperti bercerita tentang kesibukan kamu beberapa bulan ini di Balikpapan. Atau kenapa kamu bisa menyelesaikan kontrak kerja kamu lebih cepat dari waktu yang ditentukan."

"Tidak ada hal yang menarik untuk dibicarakan Al. Aku hanya berpikir kita sudah sama-sama tersiksa karena berjauhan selama tiga tahun ini. Apa salah kalau aku memikirkan untuk membawa hubungan ini ke ikatan pernikahan?"

"Tidak Mas, kamu tidak salah. Baiklah kalau itu mau kamu. Kita bicarakan ini nanti dengan Ibu dan Bapak juga orang tua kamu yah?"

Faiz menggenggam tangan Aleta diatas meja dan tersenyum.

"Terimakasih Al."

------------------------------

Satu bulan sudah sejak Faiz pulang dari Balikpapan dan semenjak kepulangannya, Aletan dan Faiz langsung menyiapkan pernikahan mereka. Walaupun menurut Alets semua ini masih terasa terburu-buru. Tapi Aleta mencoba mengerti keinginan Faiz yang sudah merencanakan semua ini untuk hubungan mereka.

Selama satu bulan ini pun Faiz benar-benar menemani Aleta untuk mengurus semua persiapan pernikahan mereka. Dimulai dari mencari gedung pernikahan, memilih undangan, dan catering makanan. Semua mereka lakukan bersama. Walau terkadang ada beberapa perdebatan dalam pilihan mereka tapi semua berakhir dengan Aleta yang mengalah karena meihat Faiz yang terlalu bersemangat dalam mempersiapkan semuanya. Bagi Aleta apapun dan bagaimanapun konsep pernikaham mereka itu tidaklah penting. Hanya satu yang Aleta minta dari Faiz, yaitu Aleta minta proses Ijab Qabul mereka dilakukan dirumahnya.

Malam ini Faiz sedang berada dirumah Aleta. Faiz sedang mengecek undangan pernikahan mereka. Menandai beberapa nama teman Faiz yang berada di Bandung ataupun diluar kota.

Aleta keluar dari dapur rumahnya dengwn membawa segelas teh untuk Faiz yang saat ini duduk dilantai diruang tamu rumahnya.

"Mas ini tehnya diminum dulu."

"Iya Al, terimakasih."

Aleta menatap Faiz, dia tahu Faiz sebenarnya lelah. Terlihat dari matanya yang sayu. Aleta dan Faiz memang menulis sendiri nama-nama diundangan mereka.

"Mas, bolehkah aku meminta sesuatu?"

"Kamu ingin minta apa Al? apa kamu ingin meminta sesuatu yang lain untuk mas kawin kita?"

Bertahan Dalam JarakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang