6

1.5K 115 12
                                    

Key menatap tidak suka saat cowok jangkung itu kembali ke kelas dengan kembarannya yang mengekor dari belakang. Kenapa guru fisikanya harus menyuruh Kay yang menyusul Ian? Kenapa gak Surya atau dirinya. Ini semua gara-gara ketua kelasnya yang masih belum pulang dari ruang guru.

Ian duduk dengan tenang setelah dipersilahkan oleh Pak Abi, ia mengeluarkan buku fisika miliknya. Awalnya baik-baik saja, sampai Ian merasakan ada yang sedang memperhatikan. Mata Ian melirik kedepan dan menyadari bahwa orang yang duduk didepannya sedang menatap tajam, membuatnya risih.

Biarin. Batinnya. Ian kembali fokus pada apa yang dijelaskan, tapi tatapan itu membuat Ian tidak nyaman sampai Ian tidak bisa duduk dengan benar. Bisa bayangin gak gimana rasanya di tatap se-intens itu, oleh sesama jenis?

Risih, geli. Pengen nabok.

"Kamu kenapa Ian?" Pak Abi yang menyadari gelagat aneh dari Ian menurunkan kacamatanya sedikit, "ambeyen? Atau kebelet?"

Satu kelas mendadak tertawa dan menoleh kearah Ian.

Malu, satu kata yang mewakili keadaannya saat ini. Ian kembali melirik kearah cowok yang ia ketahui bernama Elden itu. Yang sekarang tengah tersenyum puas seolah bahwa dirinya telah menang.

"Kamu ambeyen, Ian?" Tanya Pak Abi sekali lagi. Ian menggeleng cepat dan buru-buru membetulkan posisi duduknya yang sudah tak beraturan.

"Kalau gitu, coba isi kedepan soal yang Abi tulis."

"Mantul!" Surya berseru, ini akan menyenangkan pikirnya. Kalau Ian tidak bisa menjawab, otak under-rated di kelasnya bertambah, Surya jadi ada teman.

"Eh? Eeeeeh?" Mata Surya terus-terusan terbuka lebar setiap detiknya sampai mencapai batas, mulutnya menganga melihat pergerakan tangan Ian yang lancar jaya bak wifi sekolah yang tak pernah lambat.

Bukan hanya Surya, yang lain ikut terpukau karena Ian menyelesaikan soal itu dengan sangat mudah. Pak Abi sampai dibuat tersenyum karena bangga ada anak yang mengerti sebelum ia menjelaskan. Tindakan yang tadinya sanksi kini menjadi ajang unjuk diri dimata guru yang sudah masuk kepala empat itu. Setelah selesai, Ian pamit kembali duduk.

Iris pekatnya melirik kearah Key, senyum miring tersungging di wajahnya membuat Key kesal sendiri. Cowok itu hendak duduk, namun sebelum mendaratkan bokongnya, wajahnya sengaja lebih dicondongkan agar berada tepat disamping telinga Key.

"Satu kosong." Bisiknya penuh ejekan. Ian lalu duduk dengan santainya dengan satu kaki disilangkan keatas kaki satunya.

[•][•][•]

Cowok putih itu masih didalam kelas saat yang lain sibuk berhamburan keluar. Ian terlihat menghela nafas seraya membereskan bukunya yang berserakan lalu menempelkan airpod ditelinganya. Zia yang biasanya langsung stay disamping Ian, kini sudah raib entah kemana. Bahkan orang yang awalnya sering berkumpul di luar kelas untuk melihatnya kini sudah tidak ada. Aneh, tapi itu lebih baik.

"Hayu buru. Kalo keburu ngantri, males." Keluh Surya pada sahabatnya yang masih santai memasukkan barang pribadinya ke kolong meja, "lama amat gabakalan ada yang nyuri ege."

Key berdecak, "bawel banget sih. Pulang nanti juga masih bisa makan mie ayam."

"Males sendiri."

"Makanya punya pacar sana!" Ledek Key lalu berjalan lebih dulu, diikuti Surya. Tapi ia tiba-tiba berhenti dan menoleh kebelakang, salivanya naik turun. Ingin mengatakan sesuatu, tapi sesuatu yang lain menghalanginya sampai Key hanya berdecih kesal dan melupakan niatnya.

"Kaylaaaa... Gak ngantin Neng? Mau ikut gak?" Surya menggoda Kay tanpa ragu, bahkan didepan Key, "gue traktir kalo lo mau ikut."

"Nggak aku di kelas aja." Sahut Kay dengan senyum, "gak laper."

BROTHERS : The Twin [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang