17

836 60 2
                                    

Marvel baru saja mengganti bajunya, sekalian numpang mandi di kamar mandi lab karena tempat itu lebih bersih dan lebih privasi. Marvel sudah ada disana sebelum anak-anak praktek, terdengar bising. Tapi Marvel tidak mendengar sedikitpun suara Kay, pacarnya itu memang tidak banyak berubah.

Selesai mandi dan berganti baju dengan pakaian yang dipinjamkan si kapten basket, Marvel keluar dan lab sudah kosong. Marvel pikir sudah selesai, namun saat berjalan keluar dia mihat beberapa anak berada diluar, dan seorang gadis berambut coklat– berponi itu mengalihkan perhatiannya. Marvel berlari ke tepi lapangan, menimbulkan jerit histeris bagi siapa pun yang melihatnya.

"Kayla." Panggil Marvel pelan seraya menepuk pundak gadis itu, "aku mau ngomong sama kamu, sebentar aja."

Kay terlihat menimbang, tapi rasanya tidak baik juga membiarkan Marvel menjadi pusat perjatian teman sekelasnya.
Kay jengkel melihat tatapan kelaparan dari teman satu kelas juga orang-orang yang sedang berjalan di koridor. Terlebih lagi, Marvel sudah membantunya hari ini, sepertinya tidaka akan rugi juga kalau Kay ikut Marvel sebentar.

Mereka berjalan sedikit menjauh dan Kay berhenti berjalan, "aku cuma punya waktu sebentar. Lagi praktek."

"Tau, kok. Makasih, ya, akhirnya bisa ngomong juga." Sahut Marvel tersenyum, rasanya sudah sangat lama dia tidak mendengar suara Kay yang kalem dan tidak ketus. Marvel harap ini sebuah titik terang baginya.

"Kenapa? Kalo mau jelasin soal kejadian kemarin, aku belum–"

"Gak apa-apa kalo belum siap, aku gak bakalan maksa, kok." Sela Marvel, mata Marvel bergulir menatap setiap inchi wajah pacarnya itu. Marvel baru sadar bahwa ia sangat merindukannya, "maaf, ya. Aku gagal nepatin janji aku sama kamu."

"Aku pernah janji, kan, gak bakal biarin kejadian itu terulang lagi. Tapi–" Marvel menunduk, "aku minta maaf."

Melihat Marvel menunduk membuat Kay ingin sekali menepuk kepalanya, memeluk Marvel dan mengatakan kalu itu bukan salahnya. Tapi sebagian besar hatinya juga masih tidak mau menampik kalaupun benar itu hanya salah paham, bagian lain dari Kay masih tidak mau mengingat hal itu dan mendengarkan penjelasan Marvel.

Kay menarik nafasnya panjang, "udah, kan? Aku harus balik lagi sekarang."

"Kayla," panggil Marvel lagi, "kalo kamu udah siap. Kasih tau, ya? Aku tunggu. Semangat prakteknya." Tambah Marvel seraya mengusap halus pucuk kepala Kay. Dia tersenyum lalu pergi darisana setengah berlari menuju ke lapangan bawah lagi.

Sudut bibir Kay otomatis tertarik keatas, kedua pipinya terasa panas. Ada rasa senang yang sudah seminggu terakhir ini menghilang dari dalam dirinya. Kalau Marvel sudah begitu Kay bisa apa, coba?

"Woy." Kay mendongak, dia melihat wajah Ian dibalik pohon daun merah yang ditanam disepanjang sisi lapangan. Kay mendengus karena Ian menghancurkan momen berharga miliknya.

"Lama banget ngapelnya, temen lo udah beres, tuh." Sungut Ian kesal. Kay menghampirinya dengan muka masam, kenapa juga Ian harus kesal seperti itu.

"Cowok tadi sebenernya siapa, sih? Dari kemarin–"

Kay mendelik, "apa?! Dari kemarin apa? Kita baru baikan! Jangan bikin kesel lagi." Kay cemeberut, dia berlalu begitu saja dengan kaki yang menyentak-nyentak kuat.

Ian mengejar Kay dengan cepat, "yuk, Kayla, cantik. Temen lo udah nunggu."

Kay tersenyum lebar, "hari ini jadwal les di rumah kamu. Aku udah bilang sama Kakak, diizinin."

"Sampe malem juga gak apa-apa?" Tanya Ian penasaran.

Kay mengangguk, "nanti Kakak aku jemput."

Senyum Ian kiam melebar, dia langsung mendorong punggung Kay dengan senang hati menggiringnya kembali ke lab. Masa bodoh dengan cowok tadi, pokoknya hari ini Ian bisa menghabiskan waktunya bersama Kay sampai jam sembilan nanti.

BROTHERS : The Twin [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang