CHAPTER. 4

62 11 2
                                    

CHAPTER 4

____

"Hei, Brandon!"

Brandon menolehkan kepalanya untuk menengok ke arah suara. Di sana Tristan berdiri, dengan napas terengah-engah sembari menenteng senjata laras panjang miliknya. Wajahnya terlihat kaget seperti baru saja melihat hantu atau sesuatu yang lebih mengerikan.

"Ada apa?" Brandon terpaksa meminta teman berjaga nya untuk mengawasi daerah sekitar dari pinggir rooftop sementara Brandon segera menghampiri Tristan.

"Garnys. Dia ada di sini." Ucap Tristan di sela-sela napasnya yang belum teratur.

Brandon memgernyit kecil. Ia tak tahu siapa itu Garnys. "Apa itu? Tumbuhan?" Tanya Brandon sembari menelengkan kepalanya sedikit. Dia murni polos menanyakan hal tersebut.

Tristan menghembuskan napasnya panjang dan cepat. Merasa ingin meminta ampun atas kepolosan sahabatnya. "Gadis itu. Gadis yang kita lihat di televisi. Adiknya Jamie, pemimpin Sentral City."

Brandon terbelalak. Kini, mereka berdua sama-sama terkejut dan akhirnya berjalan cepat ke sebuah ruangan yang di dalamnya hanya ada Athena, Elena, Jupiter, dan tak ketinggalan, Garnayse.

~▪︎~

Garnayse menautkan jari-jemarinya di atas kedua pahanya yang ia rapatkan. Sejak bokongnya akhirnya bisa mendarat di tempat duduk yang layak, mendadak Garnayse merasa resah. Apakah benar ia harus berada di tempat ini? Garnayse tahu tempat apa itu. Daerah 4 adalah tempat yang di dalam pikirannya sangat aman dan berada jauh dari jangkauan para petugas keamanan di Sentral City. Garnayse tahu letak semua daerah, karena ia sudah hafal mati peta yang menunjukkan semua bagian distrik.

Dan Garnayse tak berhenti berharap kalau kedatangannya tidak membuat semua penghuni yang ada di tempat ini menjadi marah, kemudian menyakitinya. Saat ini pun ia sudah tersakiti, karena merasakan cairan hangat masih mengucur perlahan dari luka goresan sedikit menganga yang terletak di perut bagian kanannya. Tapi, Garnayse memilih bungkam dan menikmati rasa sakit yang ia dapat di saat perjalanan tadi.

Jupiter mengambil sebuah kursi, kemudian ia duduk tepat di hadapan Garnayse. Di dalam ruangan berbentuk persegi itu hanya ada satu penerangan, yaitu lampu gantung bercahaya putih. Cukup untuk menerangi Garnayse dan Jupiter saja. Sekelilingnya gelap meskipun Garnayse tahu ada dua orang wanita berdiri di sana mengamatinya.

Garnayse tertunduk takut. Dia bisa merasakan tubuhnya sedikit gemetar. Napas nya yang terputus-putus itupun berusaha ia tahan.

Jupiter mengamati Garnayse dengan seksama. "Kau Garnayse Alley Trainor? Adiknya Jamie pemimpin di Sentral City?" Tanya Jupiter sebagai pembukaan.

Garnayse menganggukan kepalanya perlahan dan takut-takut. "Iya, tuan."

Jupiter menghela napas. Ia tersenyum hangat. "Jangan panggil aku dengan sebutan tuan. Aku masih muda. Umurku masih 29 tahun. Panggil aku Jupiter. Dan bisakah kau menatapku?" Ujar Jupiter sembari berusaha mencari celah untuk menatap wajah Garnayse.

Akhirnya Garnayse menurut dan berusaha untuk menatap wajah Jupiter. Jupiter cukup terkesima. Mata Garnayse sangat indah, jika di lihat dalam jarak sedekat ini. Tak disangka, Garnayse benar-benar keturunan dari keluarga Trainor yang ayahnya sudah banyak membantu keluarga Jupiter.

Jupiter menganggukan kepalanya. "Aku paham kau ketakutan. Apa yang terjadi di Sentral City?"

Garnayse mengerjap satu kali. "Kakakku mati dibunuh. Seseorang telah meracuni nya."

GarnayseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang