CHAPTER 17

9 0 0
                                    

Di kemegahan hiruk pikuk Sentral City yang kaya akan ilmu dan juga peralatan canggih, seorang wanita terlihat begitu gelisah duduk di kursi yang selama ini merupakan kursi kepemilikian seorang Jamie Alley Trainor. Wanita itu seperti sedang berpikir sesuatu dengan sangat keras. Mengetuk-ngetuk jari telunjuknya yang lentik di atas meja kerja tersebut sembari menatap kosong ke arah permukaan meja. Entah apa yang sedang ia pikirkan saat itu, tetapi yang jelas sangat membuat dirinya begitu gelisah. Raut wajah nya datar dengan sorot mata dingin mematikan. Bibir yang tertekuk penuh kebencian serta napas naik-turun mulai tak beraturan ketika kilasan wajah seorang gadis muncul dalam pikirannya.

"SIALAN!"

Wanita itu berseru marah dan menyapu semua barang-barang yang ada di atas meja nya menggunakan kedua lengannya. Barang-barang yang tadinya tersusun rapi di atas meja kini sudah berceceran di lantai. Kedua tangannya terkepal erat sampai bergetar di permukaan meja dan detik selanjutnya wanita itu mengantamkan kepalan tangannya di permukaan meja begitu keras. Sorot matanya menyiratkan kemarahan yang luar biasa.

Karena, beberapa saat yang lalu salah satu orang yang menjadi andalannya menyampaikan suatu berita yang semakin hari semakin membuat wanita itu merasa murka.

"Nona Irene, Barrock, pemimpin regu alpha ingin bertemu denganmu." Ucap salah seorang lelaki berkacamata, bertubuh kurus, dan berpakaian formal memasuki ruangan tempat wanita itu--Irene berada.

"Perintahkan dia untuk masuk." Jawab Irene seraya duduk di singgasana nya yang sekarang belum sepenuhnya bisa ia kuasai sejak kematian Jamie.

Barrock--ketua regu keamanan yang dinamakan regu Alpha yang berisikan orang-orang terkejam dan rela mati demi perintah itu mulai memasuki ruangan Irene. Barrcok berdiri dengan posisi tegap menatap lurus ke arah Irene yang meliriknya pun merasa enggan.

"Sebaiknya kau datang membawa berita bagus." Ucap Irene begitu datar dan dia mulai melirik Barrock dengan sinis.

Barrock terdiam.

Irene kini sepenuhnya menatap Barrock, kemudian berkata, "kenapa kau diam? Apa kau berhasil menemukan gadis itu?" Pertanyaan itulah yang selalu Barrock dengar setiap kali ia memasuki ruangan Irene untuk melaporkan informasi yang ia dapat dan selalu tidak sesuai keinginan wanita tersebut.

"Aku tidak menemukannya. Kami hanya mendapati tempat bekas ia bersembunyi ketika kabur dari Sentral City dan terdapat bercak darah yang sudah mengering di sana. Aku beranggapan dia terluka cukup parah, karena melihat darah itu cukup banyak."

"Di mana letak tempat yang kau sebut bekas persembunyian dia?"

"Letaknya berada jauh dari semua Daerah seolah dia berjalan memutar ketika keluar gerbang perbatasan Sentral City."

Irene mengusap tengkuknya sesaat. "Jadi, maksudmu kau tidak mendapatkan jejaknya lagi selain tempat yang kau bilang adalah tempat persembunyiannya?"

Barrock mengangguk.

Irene mendengus keras, kemudian dia tertawa. Tawa yang nyaring dan menggelegar yang bukan hanya sekedar tawa biasa. Tawa yang menyiratkan kemarahan sekaligus rasa putus asa yang rupanya mulai menggerayangi Irene. Dan hal itu membuat dirinya hampir setiap hari merasa muak.

Melihat itupun Barrock menghela napas berat. Jujur saja, sepandai apapun dan seganas apapun seorang Barrock--ia mulai lelah melakukan perintah pencarian ini. Rasanya sudah hampir satu bulan pencarian yang ia lakukan, tetapi tidak membuahkan hasil sama sekali.

"Aku sudah mengerahkan regu terbaikku dan kami sudah mencari ke penjuru Daerah juga lokasi-lokasi terpencil di luar keempat Daerah. Lokasi terakhir yang kuanggap sebagai tempat persinggahan Garnayse adalah yang kusebutkan tadi."

GarnayseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang