Cahaya Part 4

9 1 0
                                    

Dengan berbekal tekad, dan sikap seorang pelindung yang mungkin sedikit berlebihan, aku membawa Anna pindah ke Bandung. Betul-betul sebuah keputusan yang sangat besar bagiku. Aku harus masuk perguruan tinggi dan Anna mulai masuk Sekolah menengah Pertama. Dengan Nilai yang bagus, Anna bisa masuk ke sekolah pavorit. Tidak banyak bekal yang kupunya, ada beberapa uang hasil pemberian ibu kepala panti dan teman-teman. Dengan bekal uang tersebut aku dapat mengotrak sebuah kamar di daerah Taman sari agar dekat kampusku dan sekolah Anna, sehingga bisa berjalan kaki. Dengan berbekal uang itu aku dapat mengontrak kamar selama tiga bulan.

Hari pertama di Bandung aku sudah disibukkan dengan jadwal ospek dan mencari pekerjaan. Semua bukan hal yang mudah karena aku belum hafal daerah Bandung. Aku melamar pekerjaan di beberapa toko swalayan. Namun semua harus aku sèsuaikan dengan jadwal kuliah, hingga sudah hampir sebulan aku belum mendapat pekerjaan. Keuanganku sungguh morat marit aku dan Anna hanya mampu makan satu kali dalam sehari. Dan Anna hanya bisa naik angkutan kota satu kali sehingga dia harus berjalan cukup jauh untuk sampai ke sekolahnya. Ada rasa sangat tidak tega melihat Anna yang pincang harus berjalan jauh, namun aku terpaksa melakukan itu karena keuanganku benar-benar menipis.

Pekerjaan yang kuidamkan belum juga kudapat, keuanganku makin menipis, aku makan sebungkus berdua dengan Anna.  Kami benar-benar sangat mengirit, bahkan sekedar sabun mandipun kami sudah tidak mampu membelinya. Tak kubiarkan Anna menjadi sedih dalam keadaan ini. Karena kemiskinan bukanlah suatu aib. Tetapi kesempitan rejeki yang tengah kita hadapi, adalah suatu fase dimana kami harus melewatinya. Sebenarnya untuk peralatan kuliah akupun sudah sangat keteteran. Beberapa  peralatan bahkan tak mampu aku beli. Jurusan tehnik sipil, membuatku harus lebih banyak menggambar mènggunakan alat khusu, namun hal ini masih bisa aku atasi.  Hampir tiga bulan aku tinggal di Bandung. Hidup berdua dengan Anna, dan kami masih sama-sama menuntut ilmu tanpa ada pemasukan, membuat hidup kami morat marit. Beruntung kami telah terbiasa hidup dalam kesulitan ekonomi, sehingga tak ada keluh kesah yang keluar dari mulut kami, meski kami harus menahan lapar dan haus. Untuk menyikapi keadaan ini kami mènjadi lebih sering melaksanakan puasa sunnah. Telah kutancapkan  dalam hati bahwa aku dilahirkan untuk menjadi seorang pejuang bukan untuk menjadi pecundang. Terbukti dari segala lika liku hìdup telah aku dapati semenjak aku dilahirkan dan aku mempunyai amanah yang aku jaga dengan baik yaitu adikku Anna yang Allah takdirkan tidak dapàt beŕjalan secara normaĺ.

Dalam keadaan yang sangat sulit pertolonganpun datang. Aku mendapat pèkerjaan sebaģai guru les privat anak-anak sekolah dasar. Aah, puji syukur tiadà terkirà atas semua karunìa ini.

Bersambung

CAHAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang