Bab 20 (Luar Angkasa)

4 1 0
                                    

Kamu Aneh, tapi aku lebih aneh karena masih mau berteman denganmu yang aneh.

💭💭💭

Mentari hanya bisa berdecak ketika beberapa kali Awan tidak mempercayai penjelasannya. Dia sudah berkata sejujurnya, dia tidak berkata apa-apa tentang kesehatan Awan kepada orang tua mereka.

"Lalu mereka tahu dari mana?"

Mentari memutar bola mata malas, mengulang kembali perkataannya. "Kakak udah bilang kemarin mereka masuk ke kamar kamu, mama keluar sudah histeris karena liat tisu yang banyak darah."

"Iya aku tahu, lalu mereka tahu aku punya penyakit dari siapa? Dari kakak kan?"

"Ya kan mereka tanya," ujar Mentari. "Terserah kamu, mau kecewa mau apa, yang penting sekarang kakak udah merasa lega karena enggak punya rahasia apa pun." Mentari keluar dari kamar Awan.

Hari ini seperti yang sudah dikatakan Gildart. Awan akan melakukan pengobatan pertamanya. Sebenarnya Awan ingin Ryani dan Fawaz bisa menemaninya, tapi Awan tidak mau mereka berdua melihat sisi terlemahnya. Awan baru hendak melangkahkan kakinya keluar dari kamar namun panggilan telepon dari Fawaz mencegahnya.

"Ya, kenapa?" Tanya Awan langsung.

"Aku mau ke rumahmu, mau ambil berkas tugas yang ketinggalan." Jawab Fawaz.

"Kapan?"

"Hmm, sekarang aku di depan gerbang rumahmu. Buka dong, kayaknya pak Deri belum bangun, gebang masih ditutup."

Awan segera bangkit, "sepagi ini?" Tanyanya sambil melihat keluar jendela. Matahari pagi pun belum menampakkan sinarnya.

"Iya, aku akan pergi beberapa hari untuk survey tugas." Kata Fawaz.

"Tunggu di depan, aku ambil dulu, di sebelah mana kamu menyimpannya?"

"Meja yang di pojok kamarmu, ada map warna biru? Nah itu."

Setelah menemukannya Awan segera  keluar, membangunkan Pak Deri supaya segera membuka pintu gerbang.

"Terima kasih, aku pergi dulu."

"Berapa lama?"

"Tiga hari, kenapa Angka?"

Awan menggeleng, "aku cuma mau tanya."

"Oh, kalo gitu aku pergi oke? Jaga Ryani, jaga juga kesehatanmu. Tiga hari enggak lama, kalo kangen kamu bisa langsung hubungi aku."

Awan menggeleng cepat. "Whatever!"

Fawaz tertawa kemudian menepuk bahu Awan sebelum pergi.

☁️☁️☁️

Awan hanya bisa mengangguk ketika Dokter menyampaikan segala informasi tentang kesehatannya. Dokter menyarankan agar Awan segera mengikuti kemoterapi. Tentu ayahnya langsung mengiyakan, Gildart bilang Awan tidak perlu memikirkan apapun, karena segala hal akan diurus olehnya.

"Ma, aku pulang dari sini mau ke rumah Ryani,"

"Ya boleh, asal jangan kecapean, jangan pulang malam dan makan teratur!" kata Diani sambil menyebutkan beberapa hal yang harus dipatuhi Awan. Walau dia khawatir pada kesehatan Awan dia tidak mau terlalu menekankan Awan.

Awan hanya mendesah, dia sudah tahu akan seperti ini. Dia juga sudah menebak akan seprotektif ini ibunya padanya. "Ya, laksanakan!" Kata Awan terdengar malas.

My First And LastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang