Awan duduk. Dia belum pernah ke pesta ulang tahun, kecuali ulang tahun keluarga dan orang-orang terdekat. Dia bingung harus memakai apa ke pesta tersebut dan membawa kado apa.
Bel tempat tinggalnya berbunyi. Ada yang datang. Sekarang jam 18.40 kurang dua puluh menit ke jam tujuh.
Awan bangkit, membukakan pintu. Dia menemukan Sean yang sudah rapi dengan setelan Tuxedo warna Abu.
"Hi!" Sean memperlihatkan senyumnya ketika Awan hanya memandanginya dari bawah sampai atas.
"Ini belum jam tujuh." Kata Awan.
Sial, dia belum berganti pakaian.
"Memang. Kenapa kamu belum ganti pakaian?" Sean masuk. Dia tidak perduli Awan meneriakinya dibelakang.
"Rumahmu rapi, kenapa kamu was-was sekali ketika aku masuk?" Sean memandang Awan.
Awan menggaruk tengkuknya, dia terserang panik. Padahal rumahnya sekarang sedang bersih dan rapi karena baru saja dibereskan. Dia terlalu waspada.
"Tidak, aku cuma_"
"Tidak apa-apa aku mengerti, kan aku bukan siapa-siapa. Tidak seharusnya aku berbuat tidak sopan." Sean melangkahkan kakinya keluar.
"Bukan, bukan begitu, silahkan masuk!" Kata Awan sedikit mendorong bahu Sean supaya masuk kembali.
Sean duduk diruang tamu ketika Awan sudah mempersilahkan, lalu Awan menyempatkan mengambil minum untuk Sean.
"Kenapa belum berganti pakaian?"
"Aku bingung mau pakai apa?" Jawab Awan jujur. "Aku belum pernah ke pesta ulang tahun." Sambungnya.
"seriously?" Sean terbelalak.
Awan tertawa canggung. "Ya, begitulah."
"Mau aku bantu pilihkan baju?"
Awan sedikit menimbang, dia ragu. "Bajuku tidak banyak. Tidak ada yang bagus."
Sean berpikir sebentar. "Bisa diatur." Katanya. "Tunjukan aku tempat pakaianmu!"
Mereka berjalan ke arah satu kamar. Menurut Sean, dapat dipastikan itu kamar Awan. Namun perkiraannya salah, ini tempat khusus pakaian dan sepatu. Banyak sekali dan semuanya bagus, juga ada beberapa merek baju yang terkenal. Apanya yang jelek? Tanya Sean dalam hati.
"Ini bajumu semua?"
Awan mengangguk.
"Wow!" Ucap Sean takjub. Sean sekarang semakin penasaran pada sosok Awan. Dia sangat tertutup.
"Aku boleh tanya sesuatu?"
Awan mengangguk kembali.
"Baju yang seperti ini kamu bilang jelek-jelek? Ini bagus, ada beberapa juga yang dari merek terkenal."
Awan hanya mengangkat bahu. Dia sama sekali tidak tahu itu. Semua baju yang ada dibeli oleh ibu atau kakak perempuannya. Mungkin mereka tahu bahwa Awan butuh itu semua, karena Awan akan berteman dengan orang-orang dari berbagai negara dan orang-orang yang rata-rata orang punya.
"Kamu punya jas? Atau Tuxedo?" Awan mengangguk. Dia berjalan ke salah satu lemari.
Dan benar ada beberapa Tuxedo dan Jas di sana, namun yang membuat Sean mengernyitkan keningnya di sana juga terdapat beberapa baju perempuan. Tidak banyak.
"Ini baju siapa? Kamu sudah menikah?"
Awan langsung menggeleng. Sean menatap Awan tidak percaya apa selama ini Awan sangat tertutup karena dia sudah mempunyai keluarga.
KAMU SEDANG MEMBACA
My First And Last
Novela JuvenilIni tentang awal dan akhir. Awan dan Fawaz, dua lelaki yang merubah persepsi Ryani bahwa takdir yang bergulir dan pertemuan yang singkat itu memang ada. Pertemanan, persahabatan, kasih sayang dan cinta mengikat mereka sebagai seorang manusia. Peras...