Malam sesudah mengantarkan Ryani ke rumahnya. Hujan tidak hentinya mengguyur jalanan kota. Fawaz termenung di dalam mobil, duduk di kursi kedua mobil pribadinya. Memandangi tetesan air yang mengalir. Hatinya mendung, seperti hari ini. Kata-kata Ryani masih membayangi ingatannya.
"Fa, ini handphone siapa? Casenya kok lucu banget warna pink lagi."
Fawaz memandang ibunya sebentar, lalu beralih pada handphone yang ibunya pegang.
Fawaz hanya mengerutkan kening. Itu bukan miliknya. Fawaz mengangkat bahu. Tapi beberapa saat kemudian dia teringat bahwa beberapa jam yang lalu ada seseorang yang duduk di kursi tersebut. Ryani, pasti itu miliknya.
"Ma, coba aku pinjam sebentar." Tangan Fawaz terulur.
Handphone itu mempunyai case warna pink. Bisa dipastikan pasti itu milik Ryani. Jarinya cekatan membuka layar. Dan syukurlah, handphone tersebut tidak mempunyai keamanan sama sekali, semisal pola atau sandi.
"Ceroboh!" Ujar Fawaz tidak sadar.
Untuk mengetahui siapa pemilik handphone itu. Fawaz perlu mencari kebenarannya. Dia membuka aplikasi galeri. Dan benar saja, pemiliknya adalah Ryani. Di sana terdapat foto Ryani bersama keluarganya dan beberapa foto dengan seorang laki-laki. Mungkin kakaknya, batin Fawaz. Fawaz penasaran. Dia sampai menscrool galeri sampai ke bawah, namun dia tidak mendapat foto Ryani sedang sendirian. Kebanyakan foto laki-laki yang menurut Fawaz adalah kakak Ryani dengan berbagai gaya dan kondisi.
"Punya siapa?" Fokus Fawaz teralihkan.
"Ah, apa ma?"
"Handphone itu punya siapa?" Ulang ibunya.
"Ini punya temenku ma, kayaknya ketinggalan tadi sore."
"Dia pulang sama kamu."
Fawaz mengangguk.
"Terus gimana? Masa handphone itu mau kamu bawa ke Jepang. Yang punyanya pasti nyariin, perempuan?"
Fawaz mengangguk. Betul pasti sekarang Ryani sedang mencari handphonenya.
"Kita puter arah dulu pa, ma!" Fawaz berkata pada papanya yang sedari menyetir mobil.
"Mau ngapain lagi? Kamu mau ketinggalan pesawat?"
Dobel shit. Dia lupa sekarang harus cepat sampai ke bandara jika tidak ingin ditinggal pesawat.
"Sebentar. Pa, menepi dulu, Fawaz yang nyetir."
Ayahnya hanya memutar bola mata malas. Lalu menepikan mobilnya sebentar. Devan, ayah Fawaz adalah orang yang sedikit bicara. Makanya walaupun dia tidak suka pada sesuatu, tapi dia tidak pernah berkomentar apapun karena dia malas berdebat.
"Kita mau kemana?" Kata sang ibu pada Fawaz.
"Tenang ma, sebentar, enggak bakal ketinggalan pesawat kok." Kata Fawaz menenangkan ibunya.
Ibunya hanya mengangguk. Dia percaya Fawaz tidak akan melakukan hal yang buruk.
Perjalanan ke arah rumah Ryani cukup menghabiskan waktu. Fawaz diam-diam sekarang sedang memikirkan apa yang harus dia katakan pada Ryani, setelah kejadian tadi siang.
"Akhirnya, ma, pa aku keluar sebentar cuma mau ngembaliin ini." Kata Fawaz sambil menunjukkan sebuah handphone kemudian membuka pintu mobil dan berlalu.
Pagar rumah Ryani sedikit terbuka. Fawaz langsung masuk dan mengetuk-ngetuk pintu. Pintu terbuka kemudian muncul seorang laki-laki, jika dilihat umurnya tidak jauh berbeda dengan Fawaz mungkin beda satu atau dua tahun.
"Maaf, cari siapa ya mas?" Kata laki-laki tersebut pada Fawaz.
"Saya cari Ryani. Saya mau ngembaliin handphonenya yang ketinggalan di mobil." Fawaz menunjukkan handphonenya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My First And Last
Roman pour AdolescentsIni tentang awal dan akhir. Awan dan Fawaz, dua lelaki yang merubah persepsi Ryani bahwa takdir yang bergulir dan pertemuan yang singkat itu memang ada. Pertemanan, persahabatan, kasih sayang dan cinta mengikat mereka sebagai seorang manusia. Peras...